Ustadz, mungkinkah seorang wanita menjadi muadzin? (Mulyadi)
Dalam buku Fiqih Sunnah-nya, Sayid Sabiq menyampaikan sebuah hadist berikut::
قَالَ ابنُ عُمَرَ: لَيْسَ عَلَى النِّسَاءِ أَذَانَ وَلاَ إِقَامَةٌ.
Ibn Umar berkata, “Tidak adzan atau iqamah bagi kamum wanita.
(HR al-Baihaqi dengan sanad yang shahih. (Nailul Authar II/27, al-Talkhish I/211).
Tetapi Syaikh al-Albani berkata,” Atsar ini riwayat Abdullah bin Umar dari Nafi’ dari Ibn Umar (Ia adalah al-Umari al-Mukabar dan bukan Abdullah bin Umar). Ia dhaif (adh-dhaifah II/270)…
Hal ini bertentangan dengan riwayat Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (I/223) dengan sanad yang jayyid/ baik dari Wahab bin Kisan, ia berkata, (Abdullah) Ibn Umar ditanya: Apakah kaum wanita (juga) menyuarakan adzan?” Beliau marah dan berkata: Apakah aku akan melarang berdzikir kepada Allah?”
Kemudian beliau menyampaikan hadist berikut::
عن عائِشةَ أَنَّهَا كانَتْ تُؤَذَّنُ وَ تُقِيمُ، وَتَؤُمُّ النِّسَاءَ، وَتَقِفُ وَسطَهُنَّ.
Dari Aisyah, bahwa ia menyuarakan adzan, iqamah dan mengimami kaum wanita serta berdiri di tengah-tengah mereka (HR al-Baihaqi Lih. as-Sunan al-Kubra (I/408 dan III/131), lih. al-Mustadrak (1/203/204) dan melalui banyak jalur) Kesimpulan astar-astar ini layak dilaksanakan.
Kesimpulan:
Bahwa wanita boleh adzan asalkan adzannya diperuntukkan untuk shalat jamaah khusus wanita. Apabila untuk shalat jamaah yang disana pria dan wanita menunaukan shalat, maka wanita tidak diperbolehkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar