Jumat, 31 Agustus 2012

Bolehkan Wanita Menghadiri Shalat Jumat di Masjid?

Bolehkan Wanita Menghadiri Shalat Jumat di Masjid?
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Pantai Indah di Gorontalo

Pengetahuan yang beredar di masyarakat
Konon menghadiri shalat Jumat di masjid sunnat bagi wanita. Bahkan ada juga kaum muslimin yang berpendapat, bahwa kaum wanita yang mengikuti shalat Jumat tetap harus menjalanlan shalat dzuhur empat rakaat. Ini dikarenakan shalat Jumat bagi wanita adalah sunnah, adapun shalat dzuhur adalah wajib. Maka tidak bisa yang sunnah menggugurkan atau menggantikan yang wajib. Lalu bagaimana kita seharusnya bersikap?

Wajibkah Wanita Menghadiri Shalat Jumat
Untuk menjawab pertanyaan di atas kita perhatikan hadist berikut:
سنن أبي داود - (ج 3 / ص 265) حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ حَدَّثَنِي إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا هُرَيْمٌ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْتَشِرِ عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
قَالَ أَبُو دَاوُد طَارِقُ بْنُ شِهَابٍ قَدْ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَسْمَعْ مِنْهُ شَيْئًا
Sunnaa Abi Dawud (3/265) – ‘Abbas bin ‘Abdil’adhim bercerita kepada kami, Ishaq bin Manshur bercerita kepada kami, Huraim bercerita kepada kami dari Muhammad bin al-Muntasyir dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, belia bersabda, “Shalat Jumat itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjamaah kecuali empat, yaitu budak, atau wanita, atau anak kecil, atau orang sakit.”
Abu Dawud berkata, “Thariq bin Syihab sungguh bertemu Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam akan tetapi tidak mendengar dari beliau suatu apapun.”

Kedudukan Hadist
Karena Thariq bin Syihab tak pernah mendengar apapun dari Nabi, maka hadist ini kalau hanya diriwayatkan Imam Abu Dawud sendiri menjadi hadist dhaif. Akan tetapi hadist ini memiliki penguat melalui beberapa riwayat, semisal ad-Daruquthni dan al-Baihaqi.
Misalnya:
سنن الدارقطني - (ج 4 / ص 267) حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الصَّمَدِ بْنِ الْمُهْتَدِى حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ نَافِعِ بْنِ خَالِدٍ بِمِصْرَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِى مَرْيَمَ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنِى مُعَاذُ بْنُ مُحَمَّدٍ الأَنْصَارِىُّ عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَعَلَيْهِ الْجُمُعَةُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلاَّ مَرِيضٌ أَوْ مُسَافِرٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَمْلُوكٌ فَمَنِ اسْتَغْنَى بِلَهْوٍ أَوْ تِجَارَةٍ اسْتَغْنَى اللَّهُ عَنْهُ وَاللَّهُ غَنِىٌّ حَمِيدٌ ».
Sunnan ad-Daruquthni (4/267) – ‘Ubaidillah bin ‘Abdish-Shamad bin al-Muhtadi bercerita kepada kami, Yahya bin Nafi’ bin Khalid bercerita kepada kami, Sa’id bin Abi Maryam bercerita kepada kami, Ibn Lahi’ah bercerita kepada kami, Mu’adz bin Muhammad al-Anshari dari Abi az-Zubair dari Jabir bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka baginya (shalat) Jumat pada hari Jumat kecuali orang sakit, atau orang yang sedang bepergian (musyafir), atau wanita, atau anak-anak, atau budak, maka barangsiapa yang menyibukkan diri dengan permainan atau jual beli, Allah akan menyibukkannya atasnya, dan Allah maha Kaya dan Terpuji.”  
Para ulama menyatakan hadist-hadist di atas hasan, dan dapat dipakai sebagai dalil.

Jadi menghadiri shalat jumat itu wajib kecuali bagi budak, wanita, anak-anak, dan musafir. Lalu bagaimana hukum wanita menghadiri shalat Jumat di masjid? Kami tidak tahu, apakah sunnah ataukah mubah. Yang jelas bukan wajib.

Bolehkan wanita menghadiri shalat Jumat?
Menurut penulis, karena itu wanita boleh meninggalkan shalat jumat akan tetapi juga tidak dilarang menghadiri shalat Jumat. Intinya wanita boleh menghadiri shalat Jumat di masjid bersama-sama kaum pria (tentu dengan adab-adab yang telah ditentukan bagi wanita)
Hal ini dapat disamakan dengan kebolehan wanita mengikuti jamaah di masjid, seperti dinyatakan dalam hadist berikut:
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 385) حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اسْتَأْذَنَتْ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ فَلَا يَمْنَعْهَا
Shahih al-Bukhari (3/385) – Musadad bercerita kepada kami, Yazid bin Zurai’ bercerita kepada kami, dari Ma’mar dari az-Zuhri dari Salim bin ‘Abdillah dari ayahnya dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, jika seorang wanita meminta izin kepada saah seorang dari kalian untuk pergi ke masjid, maka janganlah melarangnya.
Artinya wanita pun boleh mengikuti shalat jumat, dengan ketentuan harus minta ijin kepada suami, atau ayah, atau kakak, atau adiknya laki-laki, walaupun wanita tetap tidak boleh dilarang pergi menghadiri shalat Jumat.

Haruskan wanita menjalankan shalat dzuhur setelah mengikuti shalat jumat?
Cobalah kita tengok hadist yang diriwayatkan oleh Imam ad-Daruquthni di atas. Di antara yang tidak wajib menghadiri shalat Jumat di masjid adalah musafir atau orang yang sedang bepergian. Lalu bagaimana kalau seorang musafir berhenti dari perjalanannya, lalu ke masjid mengikuti shalat Jumat haruskah ia juga menjalankan shalat dzuhur juga? Pada hal dia tidak wajib mengikuti shalat Jumat bukan?
Begitupun bagi wanita. Ia tak harus menjalankan shalat dzuhur setelah menghadiri shalat Jumat. Menghadiri shalat Jumat sudah mencukupinya. Karena shalat Jumat sudah menggantikan shalat dzuhur juga.

Salah satu adab wanita yang berjamaah di masjid
Wanita bebas pergi ke masjid hanya dengan tata cara dan adan tertentu. Salah satunya adalah hendaknya ia cepat keluar masjid setelah shalat ditunaikan.
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 375) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ عُمَرَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَتْنِي هِنْدُ بِنْتُ الْحَارِثِ أَنَّ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهَا أَنَّ النِّسَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ قُمْنَ وَثَبَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ صَلَّى مِنْ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَإِذَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ
Shahih al-Bukhari (3/375) – ‘Abdullah bin Muhammad bercerita kepada kami, ‘Utsman bin ‘Umar bercerita kepada kami, Yunus mengabarkan kepada kami, dari az-Zuhri, Hind binti al-Harist bercerita kepada kami, bahwa Ummu Salamah isri Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, dulu kami (para wanita) bila salam (selesai) shalat wajib, kami segera berdiri/beranjak dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tetap (di tempat duduknya) dan siapun dari kaum laki-laki tetap berdoa, masyaallah, bila Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam beranjak/bubar, kaum laki-laki pun bubar.
Dan masih adab lainnya seperti kaum wanita tak boleh memakai parfum saat pergi ke luar rumah termasuk ke masjid. Wallahu a’lam.

Tulisan ini banyak mengambil manfaat dari CD program Maktabah Syamilah dan beberapa buku fiqih seperti Kitab Bulughul Maram karya Ibn Hajar al-Asqalani, Kitab Shahih Fiqh Sunnah karya Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, juga Tamamul Minnah karya al-Imam Nashiruddin al-Albani.

Selasa, 14 Agustus 2012

Sunnah-Sunnah Idul Fithri yang Mulai Terlupakan (bag. 2)

Sunnah-Sunnah Idul Fithri yang Mulai Terlupakan (bag. 2)
Oleh Sugiyanta Purwosumarto, S.Ag, M.Pd
 Suatu Senja Di Kota Gorontalo

Setelah Tiba di Lapangan Tempat Shalat/Mushala

1.        Melaksanakan shalat Idul Fithri pagi-pagi sekali?
Dengan alasan tertentu panitia melaksanakan shalat Idul Fithri pada saat hari masih pagi-pagi sekali. Pada hal ada keterangan bahwa para Sahabat dan Tabiin (generasi setelah para Sahabat) berangkat ke tanah lapang setelah shoalat dhuha.
Ibn Rajab rahimahullah (wafat tahu 795 H) berkata, “Sesungguhnya telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rafi’ bin Khadij dan sekelompok tabi’in bahwa mereka tidak keluar menuju Shalat Id kecuali bila matahari telah terbit. Bahkan sebagian mereka Shalat Dhuha di masjid sebelum keluar menuju Id. ... (lihat Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105)
Ada pula yang menyelenggarakannya pada waktu yang sama persis seperti melaksanakan shalat Idul Adha. Padahal Rasulullah membedakan waktu pelaksanaan shalat Idul Adha dan Idul Fithri.
Ibnu Qayyim rahimahullah (wafat tahun 751 H) mengatakan: “Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melambatkan Shalat Idul Fitri serta menyegerakan Idul Adha. Dan Ibnu ‘Umar dengan semangatnya untuk mengikuti sunnah tidak keluar sehingga telah terbit matahari dan bertakbir dari rumahnya menuju mushalla.” (Zadul Ma’ad, 1/427, Fathul Bari karya Ibnu Rajab, 6/105)

2.        Mengerjakan shalat sunnat sebelum Shalat Idul Fithri?
Sunnahnya adalah tidak mengerjakan shalat sunnat sebelum mengeerjakan shalat Id. Bila shalat Id dilaksanakan di lapangan, maka tidak ada kewajiban untuk mengerjakan shalat seperti halnya shalat tahiyatul masjid. Akan tetapi bila di masjid, shalat tahiyatul masjid tetap dilaksanakan (wallahu a’lam). Dalilnya disebutkan di pembahasan selanjutnta, insyaallah.

3.        Mengumadangkan adzan dan iqamah untuk Shalat Idul Fithri
Kenyataannya pada zaman ini memang ada di suatu masjid yang mengumandangkan adzan dan iqamah untuk shalat Idul Fithri. Bila kita mengikuti sunnah Rasul, mestinya kita tak melakukannya.
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 398)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ ...
Shahih Muslim (4/398): ... dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata: “Saya menghadiri shalat hari raya bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, sebelum khutbah Beliau memulai dengan shalat tanpa adzan dan iqamah, beliau melakukan shalat sebelum khuthbah tanpa didahului adzan dan iqamat, kemudian beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu beliau mengajak supaya bertakwa kepada Allah, menyuruh taat kepada-Nya, menyampaikan nasihat dan peringatan untuk mereka, kemudian beliau berjalan mendatangi perempuan-perempuan lalu menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka. Maka beliau berkata: Bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya kebanyakan dari kalian menghuni neraka Jahanam ....

Saat Khutbah

1.        Banyak kaum Muslimin yang tak lagi memperhatikan khutbah saat Idul Fithri? Walaupun tak wajib mengikuti khutbah, sebaiknya kita memperhatikannya dan menyimaknya dengan seksama.

2.        Meyakini wajibnya mendengarkan khutbah Idul Fithri?
Memperhatikan khutbah Idul Fithri dan tetap duduk di shaf untuk mendengarkan khutbah adalah salah satu kebaikan yang mesti dijaga, tetapi kita  boleh meninggalkan tempat shalat karena, tidak ada kewajiban untuk mendengarkan khutbah
سنن الدارقطني - (ج 4 / ص 446)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ مِرْدَاسٍ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّازُ حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ السَّائِبِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْعِيدَ فَلَمَّا قَضَى الصَّلاَةَ قَالَ «إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ - يَعْنِى لِلْخُطْبَةِ - فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ». قَالَ أَبُو دَاوُدَ وَهَذَا يُرْوَى عَنْ عَطَاءٍ مُرْسَلاً عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم.
Sunnan ad-Daruquthni: (4/446): ... dari ‘Abdillah bin as-Saib, ia berkata: Aku menyaksikan bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pada Id (Idul Fithri atau Adha) setelah menyelesaikan shalat, beliau (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa wa salam) berkata: “Sesungguhnya aku akan khutbah, barangsiapa yang suka duduk – yaitu untuk (mendengar) khutbah – maka duduklah, barang siapa ingin pergi, maka pergilah.” Abu Dawud berkata: “Dan ini diriwayatkan dari ‘Atha secara mursal dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

3.        Khutbah di atas mimbar?
Tidak ada yang meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berkhutbah di atas mimbar. Ada baiknya kita ittiba’ dalam hal ini. Insyaalah dalil masalah ini akan datang kemudian.

4.        Khutbah Idul Fithri dengan sekali berdiri?
Saai ini masih banyak yang melakukan صحيح مسلم - (ج 4 / ص 398)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ ...
Shahih Muslim (4/398): ... dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata: “Saya menghadiri shalat hari raya bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, sebelum khutbah Beliau memulai dengan shalat tanpa adzan dan iqamah, beliau melakukan shalat sebelum khuthbah tanpa didahului adzan dan iqamat, kemudian beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu beliau mengajak supaya bertakwa kepada Allah, menyuruh taat kepada-Nya, menyampaikan nasihat dan peringatan untuk mereka, kemudian beliau berjalan mendatangi perempuan-perempuan lalu menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka. Maka beliau berkata: Bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya kebanyakan dari kalian menghuni neraka Jahanam .... khutbah Idul Fithri sama seperti khtbah Shalat Jumat yaitu dengan dua kali berdiri. Tetapi ternyata Rasulullah hanya khutbah dengan sekali berdiri. Perhatikan hadist berikut ini.
Hadist riwayat Imam Muslim di atas, dhahiriahnya menyatakan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam ketika khutbah tidak berdiri di mimbar seperti. Hadist-hadist di atas juga menyatakan bahwa setelah shalat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berdiri khutbah dan setelah selesai langsung mendekati wanita untuk menasehati dan memberi wasiat. Atau dapat dipahami bahwa mendekati wanita termasuk bagian dari khutbah. Wallahu a’lam.

5.        Memulai Khutbah dengan takbir dan bertakbir di tengah khutbah?
Tidak ada keterangan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam memulai khutbah dengan diawali takbir.
سنن النسائي - (ج 6 / ص 21) أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا عَطَاءٌ عَنْ جَابِرٍ قَالَ:شَهِدْتُ الصَّلَاةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ وَحَثَّهُمْ عَلَى طَاعَتِهِ ثُمَّ مَالَ وَمَضَى إِلَى النِّسَاءِ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَأَمَرَهُنَّ بِتَقْوَى اللَّهِ وَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ حَثَّهُنَّ عَلَى طَاعَتِهِ ثُمَّ قَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ مِنْ سَفِلَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ فَجَعَلْنَ يَنْزِعْنَ قَلَائِدَهُنَّ وَأَقْرُطَهُنَّ وَخَوَاتِيمَهُنَّ يَقْذِفْنَهُ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ يَتَصَدَّقْنَ بِهِ
Sunnan an-Nasa’i (6/21): ... dari Jabir, ia berkata: Saya mendatangi shalat hari raya bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa salam, sebelum berkhutbah beliau memulai shalat tanpa adzan dan tanpa iqamah. Lalu manakala selesai shalat beliau berdiri dengan bersandar Bilal. Lalu beliau bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasehat dan peringatan kepada jamaah serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya, kemudian mendatangi para wanita dan bilal bersamanya, maka beliau memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allah (HR an-Nasa'i)
Hadist di atas menegaskan bahwa khutbah hari raya dimulai dengan tahmid dan tidak dimulai dengan takbir.

6.        Meninggalkan Berinfak/sedekah?
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 22)
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ: إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ بَعْدُ فَلَمَّا فَرَغَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيهِ النِّسَاءُ صَدَقَةً
Shahih Bukhari (4/22) Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Aku mendengarnya (Abdullah) berkata: Sungguh Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berdiri mengerjakan shalat kemudian khutbah kepada manusia kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam mendekati wanita dan mengingatkan meraka dan beliau berpegangan dengan tangan Bilal, dan Bilal mengangkat jubahnya, para wanita melemparkan sedekah ke dalamnya.

Setelah Shalat Idul Fithri

1.        Sebisa Mungkin Pulang dan Pergi dengan Melewati jalan yang berbeda
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 64)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا أَبُو تُمَيْلَةَ يَحْيَى بْنُ وَاضِحٍ عَنْ فُلَيْحِ بْنِ سُلَيْمَانَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Shahih al-Bukhari (4/64): ... dari Jabir bin ‘Abdillah radliallahu ‘anhuma, ia berkata: “Dahulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam apabila Hari ‘Id menselisihi jalan.”

2.        Saling mengucapkan selamat
Adapun mengucapkan selamat pada hari raya Idul Fithri dan Adha kepada sesama Muslimin, diterangkan oleh Ibn Qudamah rahimahullah dalam al-Mughni sebagai berikut:
المغني - (ج 4 / ص 274)
قَالَ أَحْمَدُ ، رَحِمَهُ اللَّهُ : وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك ....
Al-Mughni (4/274): (Imam) Ahmad (bin Hanbal) rahimahullah berkata: Tak mengapa seseorang mengucapkan kepada lainnya pada hari ‘Id: “Taqabalallahu mina wa minka ....
وَذَكَرَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي تَهْنِئَةِ الْعِيدِ أَحَادِيثَ ، مِنْهَا ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ زِيَادٍ ، قَالَ : كُنْت مَعَ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانُوا إذَا رَجَعُوا مِنْ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لَبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك .
وَقَالَ أَحْمَدُ : إسْنَادُ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ إسْنَادٌ جَيِّدٌ .
... Bahwa Muhammad bin Ziyad berkata: Aku bersama Abi Umamah al-Bahili dan selainnya dari sahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, bila keluar dari hari Id’ berkata kepada sebagian yang lain: ““Taqabalallahu mina wa minka”. Dan Imam Ahmad berkata: Sanad Hadist Abi Umamah adalah sanad yang baik.

Senin, 13 Agustus 2012

Sunnah-Sunnah Idul Fithri yang Mulai Terlupakan (bag. 1)


Sunnah-Sunnah Idul Fithri yang Mulai Terlupakan (bag. 1)
Oleh Sugiyanta Purwosumarto, S.Ag, M.Pd
Allahu Akbar, Pemandangan Indah - Sebuah Gunung Berapai - dari Garuda 10 Agustus 2012 Pagi
Pengertian Sunnah
As-Sunnah menurut bahasa berarti jalan, cara, apakah jalan atau cara itu baik maupun buruk. Menurut syar’i, as-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan para Sahabatnya radliallahu ‘anhum yang meliputi ilmu (agama), i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini aalah as-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela (lihat, Syarah ‘Aqidah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Pustaka at-Taqwa, Jakarta, 2005, hal.9)

Pengertian Sunnah-Sunnah Idul Fithri
Yang penulis maksud Sunnah-Sunnah Idul Fithri dalam tulisan ini adalah petunjuk Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam dan juga perbuatan para Sahabat radliallahu ‘anhum saat menjelang, pelaksaan, dan setelah shalat Idul Fithri.

Sebelum Melaksanakan Shalat Idul Fithri
1.       Menghidup-hidupkan malam Idul Fithri?
Ada beberapa hadist yang menerangkan perintah untuk menghidup-hidupkan malam Idul Fithri. Hadist tersebut adalah
المعجم الأوسط للطبراني - (ج 1 / ص 162)
حدثنا أحمد بن يحيى بن خالد بن حيان قال: نا حامد بن يحيى البلخي قال : نا جرير بن عبد الحميد، عن رجل وهو: عمر بن هارون البلخي، عن ثور بن يزيد، عن خالد بن معدان، عن عبادة بن الصامت، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من صلى ليلة الفطر والأضحى ، لم يمت قلبه يوم تموت القلوب» لم يرو هذا الحديث عن ثور إلا عمر بن هارون ، تفرد به : جرير
Al-Mu’jam al-Ausath lith-Thabari (1/162): ... Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa shalat pada malam Fithri dan Adha, hatinya tidaklah mati pada hari hati-hati mati.”
Hadist di atas berisi perintah untuk menghidup-hidupkan malam Idul Fithri dengan melakukan shalat di dalamnya. Hanya saja imam ath-Thabari menyatakan bahwa tidak ada yang meriwayatkan hadist ini dari Tsaur kecuali Amar bin Harun, Jarir dengannya ia menyendiri. Sehingga hadist ini menyendiri dan ini menurut penulis menunjukkan bahwa hadist ini dlaif.  Lebih Namun begitu tak ada laranganuntuk  melakkukan shalat malam pada malam Idul Fithri lebih-lebih bagi yang sudah terbiasa menjalankan shalat malam dalam kesehariannya.
2.       Takbir pada Malam Idul Fithri?
Pertanyaan pertama yang muncul adalah kapan Rasulullah Memulai Takbir Setelah Ramadhan? Ada yang  berpendapat bahwa takbir setelah Ramadhan dapat dimulai setelah maghrib hari terakhir bulan Ramadhan. hal ini sering didasarkan pada
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [البقرة/185]
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Tetapi ayat ini tidak bisa digunakan untuk dalil/dasar bertakbir pada malam Idul Fithri. Ada juga yang menggunakan hadist riwayat ath-Thabari di atas, tetapi kalau dicermati hadist di atas menerangkan untuk melakukan shalat malam pada malam Idul Fithri dan bukan perintah untuk mengumandangkan takbir.
Lalu kapan kita melaksanakan takbir? Ada hadist yang meriwayatkan waktu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, mengumandangkan takbir. Hadist tersebut yaitu:
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 71(حدثنا يزيد بن هارون عن ابن أبي زئب عن الزهري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج يوم الفطر فيكبر حتى يأتي المصلى وحتى يقضي الصلاة فإذا قضى الصلاة قطع التكبير
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/71) .... Beliau keluar pada hari Idul Fithri, maka beliau bertakbir hingga tiba di mushala (tanah lapang) dan hingga dilaksanakannya shalat. Bila beliau telah menunaikan shalat, beliau menghentikan takbir.
Kesimpulannya: Bila kita mengikuti Rasulullah, kita bisa memulai takbir saat keluar rumah menjuju tanah lapang (mushala) dan mengakhirinya saat shalat Idul Fithi dimulai.
Namun begitu bagi para pembaca yang menjumpai dalil yang dapat diterima (shahih atau hasan) yang berisi adanya contoh Rasulullah atau para Sahabat memulai takbir sejak malam Idul Fithri, kami akan mengikuti dalil yang para pembaca miliki. Wallahu a’lam.

3.       Meninggalkan Mandi?
Sebagian kaum Muslimin mulai meninggalkan mandi seperti mandinya orang yang telah jima’ sebelum berangkat menuju tanah lapang. Padahal Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam selalu mandi setiap Idul Fithri maupun Idul Adha.
سنن ابن ماجه - (ج 1 / ص 1)
حَدَّثَنَا جُبَارَةُ بْنُ الْمُغَلِّسِ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ تَمِيمٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَال: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
Sunnan Ibn Majah (1/1): ... dari Ibn ‘Abbas, ia berkata: Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mandi pada hari (Idul) Fithri dan Adha.
مسند أحمد - (ج 34 / ص 69)
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الْخَطْمِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُقْبَةَ بْنِ الْفَاكِهِ عَنْ جَدِّهِ الْفَاكِهِ بْنِ سَعْدٍ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ
Musnad Ahmad (34/69): ... bahwa Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wa salam dahulu selalu mandi pada hari Jumat, Idul Fithri dan Hari Korban
Seperti Ibn Umar radliallahu ‘anhuma, beliau mandi sebelum berangkat ke mushala.
موطأ مالك - (ج 2 / ص 52) و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى
Muwatha’ Malik (2/52): ... dari Nafi’ bahwa Abdullah bin ‘Umar dulu mandi pada Hari Fithri sebelum berangkat ke mushala.

4.       Meninggalkan Makan sebelum berangkat ke mushala
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 396)
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّارُ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ ثَوَابِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ
Dahulmu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tidak keluar (ke mushala) pada hari Fithri sampai ia makan, dan beliau tidak makan pada hari Adha sampai ia shalat.

5.       Memakai baju yang Tak Pantas
Kaum muslimin saat ini banyak memakai baju yang tak pantas untuk mengikuti shalat Idul Fithri dan shalay Jumat. Mereka lebih suka memaki kaos T-shirt, jeans ketat dan terkesan seadanya. Demikian juga kaum laki-laki mulai meninggalkan wangi-wangian. Padahal wangi-wangian adalah sunnah Rasulullah.
المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 419)
أخبرنا أبو بكر محمد بن عبد الله بن عتاب العبدي، ببغداد، ثنا أبو الأحوص محمد بن الهيثم القاضي، ثنا أبو صالح عبد الله بن صالح، حدثني الليث بن سعد، عن إسحاق بن بزرج، عن زيد بن الحسن بن علي، عن أبيه ، رضي الله عنهما قال: أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في العيدين أن نلبس أجود ما نجد، وأن نتطيب بأجود ما نجد، وأن نضحي بأسمن ما نجد، البقرة عن سبعة والجزور
Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain li-Hakim (17/419): .... dari Zaid bin al-Hasan bin ‘Ali, dari ayahnya radliallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memerintah kami pada dua hari raya untuk memakai yang terbaik yang kami punyai, dan untuk memakai wangi-wangian yang terharum yang kami punya, dan menyembelih binatang kurban dengan harga termahal yang kami punya (yaitu) sapi dan unta dari tujuh (orang)

6.       Menuju Tanah Lapang (Mushala) dengan mengendarai mobil, sepeda motor, sepeda?
Padahal ada petunjuk bahwa Nabi dan para Sahabat hanya berjalan kaki menuju mushala dan tidak mengendari unta atau kuda. Padahal jarak antara Masjid Nabi dan tanah lapang (mushala) pada zaman Nabi kira-kira 400 meter.
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 378)
حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مُوسَى الْفَزَارِيُّ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَأَنْ تَأْكُلَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ
Sunan ath-Thirmidzi (2/378): ... dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Termasuk sunah, yaitu hendaknya engkau berangkat ke mushala ‘Id dengan berjalan kaki.”

7.       Para wanita mulai enggan mengerjakan shalat Id, karena anggapan shalat berjamaah hanya wajib bagi laki-laki.
Sebagian besar ulama terdahulu menyatakan bahwa hukum melaksanakan shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah wajib. Di antara alasannya adalah kalau shalat Jumat yang tidak harus mendatangkan kaum wanita saja wajib apalagi shalat yang harus diikuti oleh wanita, bahkan wanita yang sedang haid pun wajib mendatanginya maka shalat Idul Fithri tentu juga lebih diwajibkan lagi. Hadist tersebut adalah:
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 407)
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Shahih Muslim (4/407) – dari Ummu ‘Athiyah, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memerintah kami untuk membawa keluar pada hari Idul Fithri dan Idul Adha wanita-wanita yang sudah tua, wanita yang sedang menstruasi, dan gadis-gadis pingitan, sedangkan wanita yang sedang haidl, maka mereka menepi (tidak mengerjakan) shalat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Aku katakan, “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaklan saudaranya meminjamkan jilbab padanya.”

صحيح البخاري - (ج 2 / ص 83)
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ قَالَتْ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Shahih al-Bukhari (2/83) ... dari Ummu ‘Athiyah, ia  berkata: “Kami diperintah untuk mengeluarkan wanita-wanita yang sedang haid pada dua hari raya, dan gadis-gadis dalam pingitan, maka mereka menyaksikan jamaah muslimin dan dakwah mereka dan para wanita yang sedang haidl menepi dari tempat shalatnya”. Ia (Ummu Athiyah) bertanya: Wanita? Wahai Rasulullah. Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaklan saudaranya meminjamkan jilbab padanya.”

8.       Meninggalkan anak-anak di rumah bersama pembantu?
Pada masa Rasulullah, anak-anak kecil juga diajak ke tanah lapang untuk menunaikan shalat Id. Hal ini diceritakan oleh Abdurrahman bin ‘Abis radliallahu ‘anhu.
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 49)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَابِسٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيلَ لَهُ أَشَهِدْتَ الْعِيدَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ وَلَوْلَا مَكَانِي مِنْ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ
Shahih al-Bukhari (4/49): Abdurrahman bin ‘Abis berkata, “Aku mendengar ibn ‘Abbas ditanya, “Apakah kamu menyaksikan shalat ‘Id bersama salallahu ‘alaihi wa salam?” Ia menjawab, “Betul, kalaulah bukan karena umurku masih kecil, niscaya aku tidak menyaksikannya (anak-anak).”

9.       Sendiri-sendiri menuju tanah lapang
Kaum Muslimin kini lebih senang pergi ke tanah lapang sendiri-sendiri, atau mungkin hanya bersama-sama dengan keluarganya. Pada hal Rasulullah dan para Sahabat berangkat ke tanah lapang berombongan seperti tergambar pada hadist berikut.
السلسلة الصحيحة - (ج 1 / ص 170)
أخرجه البيهقي ( 3 / 279 ) من طريق عبد الله بن عمر عن نافع عن عبد الله بن عمر:" أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج في العيدين مع الفضل بن عباس و عبد الله و العباس، و علي، و جعفر، و الحسن، و الحسين، و أسامة بن زيد و زيد بن حارثة، و أيمن بن أم أيمن رضي الله عنهم، رافعا صوته بالتهليل و التكبير، فيأخذ طريق الحذائين حتى يأتي المصلى ، و إذا فرغ رجع على الحذائين حتى يأتي منزله " .
As-Silisilah ash-Shahihah (1/170): al-Baihaqi mengeluarkannya (3/279) dari jalan Abdullah bin ‘Umar, dari Nafi’ dari Abdullah bin ‘Umar: “Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dahulu keluar pada dua hari Id (Fithri dan Adha) bersama-sama dengan al-Fadhl bin ‘Abbas, Abdullah bin ‘Abbas, ‘Ali, Ja’far, al-Hasan, al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haristah, Aiman bin Ummu Aiman radliallahu ‘anhum, mengeraskan suara dengan tahlil dan takbir ...

10.  Berjalan ke tanah lapang dengan tidak mengumandangkan takbir?
Hadist yang disebut di atas adalah teladan bagi kita

11.  Menambah-nambah lafadz takbir?
Padahal para Sahabat hanya meriwayatkan dengan lafal-lafal takbir berikutK
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 73)كيف يكبر يوم عرفة ؟ حدثنا أبو بكر قال حدثنا جرير عن منصور عن إبراهيم قال كانوا يكبرون يوم عرفة وأحدهم مستقبل القبلة في دبر الصلاة. الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/73): Bagaimana bertakbir pada hari Arafah? ... dari Ibrahim, ia berkata: Dahulu mereka bertakbir pada hari Arafah, ... sebelum dan sesudah shalat (Idul Adha): “Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illallahu wallahu akbar wa lillahil-hamd
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 72)
حدثنا أبو الأحوص عن أبي إسحاق عن الاسود قال كان عبد الله يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى صلاه العصر من النحر يقول الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/72) ... dari al-Aswad, ia berkata: Dahulu Abdullah (bin Mas’ud – pen) bertakbir dari shalat Fajar (Shubuh) pada hari Arafah sampai shalat Ashar pada hari Korban dengan mengucapkan: “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar la ilaha illallahu wallahu akbar wa lillahil-hamd
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 74)
حدثنا يحيى بن سعيد عن أبي بكار عن عكرمة عن ابن عباس أنه كان يقول : الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا الله أكبر وأجل الله أكبر ولله الحمد.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/74) ... dari ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas bahwa ia mengucapkan “Allahu akbar kabira, Allahu akbar kabira, Allahu akbar wa ajal Allahu wa lillahil-hamd
السنن الكبرى للبيهقي - (ج 3 / ص 316)
(واخبرنا) أبو الحسين بن بشران انبأ اسمعيل بن الصفار ثنا احمد بن منصور ثنا عبد الرزاق انبأ معمر عن عاصم بن سليمان عن ابي عثمان النهدي قال كان سلمان رضي الله عنه يعلمنا التكبير يقول كبروا الله اكبر الله اكبر كبيرا,
As-Sunnan al-Kubra lil-Baihaqi (3/316): ... dari Abi ‘Ustman an-Nahdi, ia berkata: Dahulu Salman radliallahu ‘anhu mengajari kami takbir (dengan) mengucapkan “Allahu akbar, Allahu akbar kabira”.
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 73)
حدثنا يحيى بن سعيد القطان عن بكار عن مكحول عن ابن عباس أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى اخر أيام التشريق لا يكبر في المغرب (يقول) الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا اللع أكبر وأجل الله أكبر ولله الحمد.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/m73): ... dari ibn ‘Abbas, bahwa dahulu a bertakbir dari shalat fajar hari Arafah hingga akhir hari tasyrik, ia tidak bertakbir saat maghrib (dengan): الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا اللع أكبر وأجل الله أكبر ولله الحمد.