Sabtu, 10 November 2012

KEMURKAAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA

KEMURKAAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Oleh: Abu Faiz Sugiyanta Purwosumarto

Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat cinta, benci, ridha, murka dan sifat lainnya-lainnya. Sifat-sifat tersebut tercantum dalam dalam al-Quran dan as-Sunnah.

Allah Murka?
Allah subhanahu wa ta’ala sendiri menerangkan sifat diri-Nya yaitu murka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ [المائدة/60]
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu Allah melaknatnya dan murka kepadanya, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?" Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
Ungkapan لَعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ menunjukkan bahwa Allah benar-benar memiliki sifat murka.

Sebagian Orang Mentakwilkannya
Sebagian kaum Muslimin mentakwilkan sifat Allah murka dengan keinginan membalas kesalahan hamba. Menurutnya sifat murka tak pantas untuk dijadikan sifat Allah, karena sifat marah adalah sifat manusia, dimana murka adalah bergolaknya darah di jantung manusia dan marah adalah kecenderungan hati dan syahwat. Sifat itu tak kayak untuk Allah subhanahu wa ta’ala. Ini pendapat yang aneh. Mereka menolak sifat Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan untuk diri-Nya ta’ala sendiri.
Padahal mereka menetapkan bahwa di antara sifat Allah adalah berkehendak. Lalu bagaimana bisa mereka menolak bahwa Allah juga berkehendak melaknat dan juga marah. Kalau Allah berkehendak siapa yang akan menolak? Tentu saja kehendak Allah jauh berbeda dengan kehendak maskhluk-Nya sebagaimana kemurkaan Allah jauh berbeda dengan kemurkaan makhluk-Nya, meski sama-samak makna yang nyata.

Pendapat Kaum Jahmiyah
Jahm bin Shafwan dan pengikutnya menolak segala sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang Allah subhanahu wa ta’ala sifatkan untuk diri-Nya. Seperti sifat marah atau murka. Mereka menyatakan, “Sesungguhnya semua sifat Allah itu hanyalah perkara-perkara yang diciptakan yang terpisah dari-Nya. Pada diri-Nya, tidak tersifat dengan sifat-sifat tersebut. Mereka berpebdapat bahwa sifat-Nya adalah makhluk-Nya. Pendapat yang aneh.

Pendapat Kullabiyyah
Ibn Kullab dan para pengikutnya menyatakan, “Pada asalnya, Allah tidaklah disifati dengan sesuatu yang berkaitan dengan keinginan dan kekuasaan. Namun justru semuanya adalah sifat-sifat yang lazim yang ada pada diri-Nya. Sifat itu tidak berawal dan selalu abadi. Allah tidak hanya marah pada sesuatu, tidak pula hanya ridha pada waktu tertentu.” Katanya juga, “Tidak hanya bicara ketika Dia menghendaki, tidak hanya tertawa ketika Dia menghendaki, tidak hanya marah ketika Dia menghendaki, dan juga tidak hanya ridha ketika Dia menghendaki.” Merka menjadikan marah, ridha, tertawa, tidak ridha dan sifat-sifat Allah menjadi satu sifat ke dalam sifat bahwa Allah berkehendak. Artinya bila Allah berkehendak, secara bersamaan Allah marah, benci, ridha, sekaligus tidak ridha. Allah tak bisa marah saja, atau ridha saja. Mereka juga meyakini bahwa kemarahan Allah adalah abadi sepanjang masa.

Keterangan Rasulullah Tentang Sifat Marah Allah Subhanahu wa ta’ala
Ada suatu hadist yang menerangkan bahwa keridlaan Allah hanya ada pada saat-saat tertentu. Kadang Allah subhanahu wa ta’ala sudah menetapkan keridhaan-Nya lalu dia murka. Sedangkan para penghuni surga telah ditetapkan bagi mereka keridhaan-Na yang tidak akan diiringi lagi dengan kemurkaan-Nya.
صحيح البخاري - (ج 20 / ص 216)
حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ أَسَدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ فَيَقُولُونَ لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ فَيَقُولُ هَلْ رَضِيتُمْ فَيَقُولُونَ وَمَا لَنَا لَا نَرْضَى وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ فَيَقُولُ أَنَا أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالُوا يَا رَبِّ وَأَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ فَيَقُولُ أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلَا أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا
Shahih al-Bukahri (20/216)
Mu’adz bin Asad menceritakan kepada kami, ‘Abdullah mengabarkan kepada kami, Malik bin Anas mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari ‘Atha bin Yasar dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya Allah tabarak wa ta’ala berfirman kepada penghuni surga, “Wahai penghuni surga.” Mereka menjawab, “Kami menyambut panggilan-Mu, wahai Tuhan kami, dan kebaikan-Mu.” Maka Allah berfirman, “Apakah kalian senang?” Mereka menjawab, “Mengapa kami tidak puas? Dan sungguh Kau memberi kami apa-apa yang Kau tak pernah berikan kepada satu pun dari makhluk-makhluk-Mu. Maka Allah berfirman, “Aku akan beri kalian yang lebih utama dari itu.” Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami, apakah yang lebih utama dari itu?” Allah berfirman, “Ku tetapkan bagimu sekalian keridhaan-Ku, maka Aku tak akan pernah murka kepada kalian selamanya.

Kamis, 08 November 2012

TOPO MBISU MENGELILINGI BENTENG KERATON?

TOPO MBISU MENGELILINGI BENTENG KERATON?
MENYAMBUT TAHUN BARU ISLAM
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Bulan Muharram dalam kejawen sering disebut bulan suro. Kata suro berasal dari kata bahasa Arab ‘asyura. Dan kata ini disebut juga dalam hadist Nabi.
Di berbagai tempat di Indonesia ini ada beberapa ritual yang dilaksanakan guna menyambut datangnya bulan Muharram atau Sura. Di daerah Yogyakarta sendiri ada beberapa ritual dan salah satunya adalah mengelilingi benteng keraton Yogyakarta.
Ini dilaksanakan malam tanggal 1 syuro. Dalam ritual ini orang-orang berjalan mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta, sambil tapa mbisu yaitu tidak berbicara selama berjalan mengililingi benteng. Penulis tidak tahu tujuan kegiatan ritual ini, tetapi setidaknya mereka mencari berkah.
Kaum muslimin selayaknya tidak melakukan hal ini, karena hanya Allah-lah yang memberikan rejeki, barokah, harta, hidup, mati, makan dan apa saja yang kita butuhkan.
Allah berfirman
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ  [آل عمران/26، 27]
Katakanlah: "Wahai Allah yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki, di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)".
Maka sepantasnyalah kita berdoa dan meminta kepada Allah semata, dengan cara yang dibenarkan agama. Bukankah Rasulullah telah memberi contoh dan menerangkan.
Dan mengelilingi (thawaf) sesuatu dalam rangka ibadah seperti permohonan untuk mendapatkan berkah atau ngalap berkah dari keraton dilarang oleh agama Islam. Islam hanya membolehkan berthawaf/mengelilingi Ka’bah di Makkah al-Mukaromah saja, adapun thawaf kepada yang lain tidak diijinkan.
Allah berfirman:
ثُمَّ لْيَقْضُوا تَفَثَهُمْ وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ [الحج/29]
Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
Barangsiapa melakukan thawaf sekeliling beteng keraton, kubur, makam nabi atau orang-orang shalih, atau selainnya, maka ia telah melakukan ibadah bukan pada tempatnya, dan melakukan peruatan yang tidak diijinkan oleh Allah. Karena itu, para ulama bersepakat bahwa thawaf di sekililing selain Ka’bah dengan niat untuk mengagungkan adalah syirik.

Rabu, 07 November 2012

Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina .Umar Disalib?


IMAM MAHDI AKAN MEMBANTAI 3000 BANGSA QURAISY
PRINSIP-PRINSIP DASAR AJARAN SYIAH IMAMIYAH (Bag. Ke-4)
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Imam Mahdi Syiah
Bagi Syiah Imamiyah, Imam Mahdi adalah Imam Kedua Belas. Imam Mahdi telah bangkit saat ini masih hidup dan saat ini sedang tidur panjang kurang lebih 1200 tahun sedang menanti saat kebangkitannya/revolusinya, dan Allah akan membangitkan seluruh penguasa umat Islam yang telah lalu bersama-sama para penguasa yang ada masa kebangkitannya terutama  yang mereka sebut al-Jibt dan at-Taghut, yaitu Abu Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma dan para pemimpin sesudah keduanya.
Kemudian Imam Mahdi akan menghukumi mereka atas perbuatan merampas kekuasaan dari para Imam yaitu dari ‘Ali bin Abi Thalib hingga Imam Mahdi yaitu Imam Kedua Belas. Karena menurut mereka kekuasaan setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam adalah hak Imam ‘Ali bin Abi Thalib dan para Imam sesudahnya.
Setelah mengadili para thagut di antara Abu Bakar dan ‘Umar bin Khaththab, ia memerintahkan untuk membunuh setiap lima ratus orang bersamaan, hingga jumlahnya mencapai tiga ribu penguasa Islam sepanjang sejarah. Dan ini terjadi sebelum hari kiamat tiba.

Abu Bakar dan Umar Disalib di Sebatang Pohon
Sayyid alMurtadha, penulis buku Amali al-Murtadha,  menulis dalam bukunya al-Masail an-Nushairiyah bahwa Abu Bakar dan ‘Umar akan disalib di sebatang pohon pada hari tersebut, yaitu pada masa al-Mahdi (Imam Ke-12, yang mereka sebagai al-Qaim/penegak dari keluarga Muhammad), dan pohon tersebut sebelum penyaliban dalam keadaan hijau dan segar, dan akan menjadi kering seusai penyaliban.

Akidah ar-Raj’ah
Peristiwa di atas disebur ar-Raj’ah, yaitu kembalinya Imam Mahdi. Sheikh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muhammad bin an-Nu’man, atau yang lebih dikenal dengan nama Syeikh al-Mufid, menulis dalam bukunya al-Irsyad fi Tarikh Hujajillah ‘ala al-‘Ibad, “Al-Fadhl bin Syazan meriwayatkan dari Muhammad bin Ali al-Kufy dari Wahb bn Hafidz dari Abu Basyir, ia menuturkan, “Abu Ja’far (ash-Shadiq) berkata, “Akan diseru dengan nama al-Qaim (Imam ke-12), akan diseru dengan namanya pada malam 23 dan ia akan bangkit pada hari ‘Asyura, dan seakan-akan sekarang ini aku dapat melihat ia pada hari kesepuluh bulan Muharram, sedang berdiri antara Hajad Aswad dan Maqam Ibrahim. Malaikat Jibril berada di sebelah kanannya sambil menyeru , “Berbaiatlah untuk Allah. Maka kaum Syiah berbondong-bondong dari segala penjuru dunia yang telah dipendekkan untuk mereka hingga akhirnya mereka semua dapat membaiatnya.”
Dalam riwayat al-Hajjal dari Tsa’labah dari Abu Bakar al-Hadrami dari Abu Ja’far (yaitu Muhammad al-Baqir) menyatakan bahwa al-Qaim kembali dari Makkah dan tiba di Najaf dengan diapit oleh malaikat Jibril dan Mikail, dan mengutus pasukannya ke seluruh negeri.
‘Abdillah bin al-Mughirah meriwayatkan dari Abu ‘Abdillah Ja’far ash-Shadiq bahwa ia menyampaikan , “Bila al-Qaim dari keturunan Muhammad telah bangkit, ia akan membangkitkan lima ratus orang dari orang-orang Quraish, kemudian memenggal leher mereka, kemudian membangkitkan lima ratus orang lainnya, kemudian memenggal leher mereka juga, ... hingga ia melakukannya enam kali.””

(Disarikan dari Mungkinkah Syi’ah dan Sunnah Bersatu? (Judul Asli: al-Khuthuth al’Aridhah lil ‘Usus allati Qama ‘Aliha Din asy-Syi’ah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyariyah),   Karya Syaikh Muhibuddin al-Khatib, Pustaka Muslim)

Selasa, 06 November 2012

HARI PEMBUNUHAN UMAR BIN KHATHTHAB ADALAH HARI RAYA TERBESAR PRINSIP-PRINSIP DASAR AJARAN SYIAH IMAMIYAH (Bag. Ke-4)


HARI PEMBUNUHAN UMAR BIN KHATHTHAB
ADALAH HARI RAYA TERBESAR
PRINSIP-PRINSIP DASAR AJARAN SYIAH IMAMIYAH (Bag. Ke-4)
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd


Ya Allah, limpakanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan kutuklah dua berhala, dua sesembahan, dua tukang sihir Quraisy dan kedua anak mereka.” Abu Bakar ash-Shidik dan ‘Umar bin Khaththab al-Faruq radliallahu ‘anhuma disebut sebagai dua sesembahan, dua berhala, dua tukang sihir. Dan kejam lagi saat istri-istri Rasulullah, yaitu ‘Aisyah binti Abi Bakar dan Hafshah binti ‘Umar bin Khaththab pun ikut dilaknat.
Doa ini menunjukkan betapa bencinya Syiah terhadap Abu Bakar asy-Syidiq dan Umar bin Khaththab al-Faruq radliallahu ‘anhu dan anak-anak perempuan mereka yang menjadi istri Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
Doa di atas juga dimuat dalam buku Tuhfatul Awam Maqbul, yang ditandatangani oleh Ayatullah al-Khumaini, Ayatullah Syariatmudari, Ayatullah Abu al-Qasim al-Khu’i, Sayyid Muhsin al-Hakim ath-Thabathabai.
Kebencian Syiah kepada Umar bin Khaththab radliallahu ‘anhu, tokoh yang berhasil memadamkan api kaum Majusi di Iran dan meng-Islam-kan nenek moyang penduduknya, tiada batas. Syiah menamakan pembunuh ‘Umar bin Khaththab, Abu Lu’lu’ah al-Majusi, dengan sebutan Baba Syuja’uddin – Ayah Pemberani dalam Agama.
Ali bin Mudhahir – salah satu tokoh ulama Syiah Imamiyah – meriwayatkan dari Ahmad bin Ishaq al-Kummi al-Aswash bahwa hari pembunuhan ‘Umar bin Khaththab adalah hari raya terbesar, hari kebesaran, hai pengagungan, hari kesucian terbesar, hari keberkahan dan hari penghiburan.

(Disarikan dari Mungkinkah Syi’ah dan Sunnah Bersatu? (Judul Asli: al-Khuthuth al’Aridhah lil ‘Usus allati Qama ‘Aliha Din asy-Syi’ah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyariyah),   Karya Syaikh Muhibuddin al-Khatib, Pustaka Muslim)

Senin, 05 November 2012

ABU BAKAR = AL-JIBTU, UMAR = ATH-THAGHUT PRINSIP-PRINSIP DASAR AJARAN SYIAH IMAMIYAH (Bag. Ke-3)

ABU BAKAR = AL-JIBTU, UMAR = ATH-THAGHUT
PRINSIP-PRINSIP DASAR AJARAN SYIAH IMAMIYAH (Bag. Ke-3)
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Kaum Syiah Immamiyah selalu mengutuk sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Umar bin Khaththab, ‘Utsman bin Affan radliallhu ‘anhum dan setiap orang yang menjadi penguasa dalam sejarah Islam selain ‘Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu. Kaum Syiah telah berdusta atas Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa, bahwa beliau telah membenarkan para pengikutnya menjuluki Abu Bakar ash-Shidiq dan Umar bin Khaththab dengan sebutan al-Jibtu dan at-Tahghut. Al-Jibtu dan at-Tahghut adalah segala sesuatu yang disembah atau diibadahi atau menjadikan manusia menyeleweng dari agama Allah ta’ala.
Ayatullah al-Mamaqany, menulis kitab tanqih al-Maqal fi Ahwal ar-Rijal (1/207), ini dapat dilihat pada cetakan Pustaka al-Murtadhowiyyah, Najef, tahun 1352 H. Ia menyebutkan kisah yang disampaikan oleh Muhammad Idris al-Hilli dalam as-Sara’ir dan juga Masa’il ar-Rijal wa Mukatabatihim dari Maulana Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Ali bin Musa tentang pertanyaan Muhammad bin Ali bin ‘Isa, ia berkata, “Aku menulis surat kepadanya perihal seorang yang memusuhi keluarga Nabi, ketika mengujinya, apakah perlu menanyakan hal-hal lain atau hanya cukup menanyakan sipapnya yang lebih mendahulukan al-Jibt dan ath-Thaghut?”
Maksudnya ia mendahulukan dua orang pemimpin dan sekaligus dua sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan dua pembantu kepercayaan beliau, yaitu Abu Bakar dan ‘Umar.
Kemudian jawabannya adalah, “Barangsiapa yang meyakini hal ini, maka ia adalah seorang yang memusuhi keluarga Nabi.”
Maksudnya adalah: cukup bagi bagi seseorang untuk disebut sebagai seorang yang memusuhi kelarga Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, bila ia mendahulukan Abu Bakar dan ‘Umar dibanding taat kepada ‘Ali bin Abi Thalib dan meyakini keabsahan kepemimpinan mereka berdua.
Kata-kata al-Jibtu dan at-Taghut selalu digunakan Syiah dalam bacaan doa mereka yang disebut dengan “Doa Dua Berhala Quraisy”. Dan yang mereka maksud dua berhala tersebut, al-Jibtu dan ath-Thaghut adalah Abu Bakar ash-Shidik dan ‘Umar bin Khaththab al-Faruq radliallahu ‘anhuma. Doa ini disebutkan dalam kitab kaum Syiah yang berjudul Mafatihul Jinan hal. 114.
Bunyi doa tersebut adalah, “Ya Allah, limpakanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan kutuklah dua berhala, dua sesembahan, dua tukang sihir Quraisy dan kedua anak mereka.” Abu Bakar ash-Shidik dan ‘Umar bin Khaththab al-Faruq radliallahu ‘anhuma disebut sebagai dua sesembahan, dua berhala, dua tukang sihir. Dan kejam lagi saat istri-istri Rasulullah, yaitu ‘Aisyah binti Abi Bakar dan Hafshah binti ‘Umar bin Khaththab pun ikut dilaknat.

(Disarikan dari Mungkinkah Syi’ah dan Sunnah Bersatu? (Judul Asli: al-Khuthuth al’Aridhah lil ‘Usus allati Qama ‘Aliha Din asy-Syi’ah al-Imamiyah al-Itsna ‘Asyariyah),   Karya Syaikh Muhibuddin al-Khatib, Pustaka Muslim)