Selasa, 22 Mei 2012

Hadist Lemah dan Palsu tentang Bulan Rajab

Hadist Lemah dan Palsu tentang Bulan Rajab
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Tentang Doa Memasuki Bulan Rajab
Teks Hadist 1
مسند أحمد - (ج 5 / ص 260)
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ زَائِدَةَ بْنِ أَبِي الرُّقَادِ عَنْ زِيَادٍ النُّمَيْرِيِّ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ رَجَبٌ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَارِكْ لَنَا فِي رَمَضَانَ...
Musnad Ahmad (5/260): ‘Abdullah menceritakan kepada kami, ‘Ubaidillah bin ‘Umar menceritakan kepada kami dari Zaidah bin Abi ar-Ruqad dari Ziyad an-Numair dari Anas bin Malik, ia berkata,
“Dulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa, “Ya, Allah berilah kami barakah dalam bulan Rajab dan Sya’ban dan berilah kami barakah pada bulan Ramadhan ...””

Takhrij Hadist
Hadist ini, di samping diriwayatkan oleh Imam Ahmad, juga diriwayatkan oleh al-Bazar hadist no. 426, ath-Thabrani dalam al-Ausath no. 3951, Ibn as-Sunni: 659, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 6/269, al-Baihaqi no. 3815

Komentar Ahli Hadist:
Imam al-Baihaqi mengatakan, “Hadist ini hanya diriwayatkan oleh Ziyad an-Numair yang hanya melewati Zaidah bin Abi ar-Ruqad.” Imam al-Bukhari mengatakan, “Zaidah kalau meriwayatkan hadist dari an-Numairi, hadistnya munkar. An-Numairi ini juga orang yang lemah.”

Derajat hadist – Dlaif (lemah)
Imam al-Bazar, Imam an-Nawawi (wafat 676 H), Imam al-Haitsami (wafat 807 H), Ibn Hajar al-Asqalani (wafat 852 H), dan Syaikh al-Albani (wafat 1420 H) melemahkannya.

Tentang Puasa pada Bulan Rajab
Teks Hadist 2
السلسلة الضعيفة - (ج 4 / ص 397)
عن منصور بن يزيد الأسدي : حدثنا موسى بن عمران قال : سمعت أنس بن مالك يقول: إن في الجنة نهرا يقال له : رجب ، < ماؤه أشد بياضا من اللبن ، و أحلى من
العسل > ، من صام من رجب يوما واحدا ، سقاه الله من ذلك النهر " .
As-Silsilah al-Dlaifah (4/397)
Dari Mansyur bin Zazid al-Asdi, “Musa bin ‘Imran menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Anas bin Malik berkata (ini penulis cuplik dari komentar Imam al-Albani), “Sesungguhnya di surga ada sungai, namanya Rajab, airnya lebih putih dari susu dan lebih manis daripada madu. Barangsiapa yang puasa satu hari (saja) pada bulan Rajab maka Allah akan memberinya mium dengan air tersebut.”

Takhrij Hadist
Hadist ini diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Khalal dalam Fadhlu Syahri Rajab (1/11), juga diriwayatkan oleh Imam ad-Dailami dari jalan Mansyur bin Yazid al-Asdi

Komentar Ahli Hadist dan Derajad Hadist
Imam adz-Dzahabi (wafat 748 H), “Dia (Mansyur bin Yazid) tidak dikenal, dan hadistnya batil.” Hal yang sama disampaikan oleh Imam al-Albani. Jadi kesimpulannya hadis ini bathil.

Teks Hadist 3
صَومُ أَوَّلٍ يَومٍ مِنْ رَجَبَ كَفَارَةُ ثَلاَثِ سِنِينَ، وَصِيَامُ الْيَومِ الثَّانِي كَفَارَةُ سِنِتَينِ، وصيام اليوم الثَّالِثِ كفارة سَنَةٍ، ثُمَّ كُلِ يَومِ كفارة شَهْرٍ
Berpuasa pada hari pertama bulan Rajab menghapus dosa selama tiga tahun, berpuasa pada hari kedua menghapus dosa selama dua tahun, berpuasa pada hari ketiga menghapus dosa selama setahun, kemudian untuk setiap harinya menghapus dosa selama sebulan.

Takhrij Hadist
Hadist ini dikeluarkan oleh al-Khilal dalam Fadhail Shahr Rajab melalui ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas radliallahu ‘anhu dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, bahwa beliau bersabda dst.

Komentar yang meriwayatkannya
Al-Khilal sendiri menyatakan bahwa, " … di dalam hadist ini terdapat periwayat yang tidak aku kenal dan cukuplah dalam amsalah ini pernyataan, "Tidak ada satupun hadist shahih dalam masalah ini."”

Teks Hadist 4
سنن ابن ماجه - (ج 5 / ص 280)
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا دَاوُدُ بْنُ عَطَاءٍ حَدَّثَنِي زَيْدُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ الْخَطَّابِ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ
Sunan Ibn Majah (5/280)
Ibrahim bin al-Munzir al-Hizami menceritakan kepada kami, Dawud bin ‘Atha menceritakan kepada kami, Zaid bin ‘Abdil-Hamid bin ‘Abdirrahman bin Zaid bin al-Khaththab menceritakan kepada kami, dari Sulaiman dari ayahnya dari Ibn ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melarang puasa pada bulan Rajab.

Takhrij Hadist
Hadist diriwayatkan Ibn Majah, ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir hadist no. 10681, al-Baihaqi no. 3814

Komentar Ahli Hadist dan Derajatnya
Kelemahan hadist ini ada pada Dawud bin ‘Atha’. Imam Ahmad mengatakan, “Dia bukan perawi yang apa-apa (lemah sekali).” Imam Bukhari menyatakan, “Dia munkarul Hadist.” Abu hatim berkata, “Dia perawi yang hadistnya tidak kuat, hadistnya lemah dan munkar.” Ad-daruquthni menyatakan, “Dia perawi yang hadistnya matruk (ditinggalkan), dan perawi yang disepakati ulama mengenai kedhaifannya.” Jadi hadist ini dlaif (lemah) atau bahkan munkar.

Tetapi sebagai penyeimbang hadist ini ada baiknya kita lihat hadist berikut:
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 513)
حدثنا أبو معاوية عن الاعمش عن وبرة عن عبد الرحمن عن خرشة بن الحر قال رأيت عمر يضرب أكف الناس في رجب حتى يضعوها في الجفان ويقول كلوا فإنما هو شهر كان يعظمه أهل الجاهلية.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/513)
Menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah al-Amsy dari Wabarah dari Abdirrahman dari Kharisah bin al-Hirr, katanya, “Aku melihat ‘Umar menarik tangan orang-orang pada bulan Rajab lalu meletakkannya di mangku besar dan ia berkata, "Makanlah, karena ini adalah bulan yang dahulu diagungkan kaum jahiliyah."

Juga hadist berikut
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 513)
حدثنا وكيع عن سفيان عن زيد بن أسلم قال سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صوم رجب فقال : " أين أنتم من شعبان
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/513)
Menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Zaid bin Aslam, katanya, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ditanya tentang puasa pada bulan Rajab. Maka beliau menjawab, “Dimana kalian pada bulan Sya’ban?””

Jumat, 18 Mei 2012

Berapa Persen Anda Mendapat Warisan

Pembagian Warisan
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Ada kekeliruhan yang terjadi ditengah masyarakat kita. Misalnya di Sumatra Barat, Buya Hamka pernah mengatakan,” Jika ada anak laki-laki yang paling sengsara maka dialah laki-laki Minang. Karena ketika kecil dia harus sudah diurus oleh paman (dari ibu) dan bukan oleh orang tuanya. Karena ketika menikah dia menjadi semanda di rumahnya sendiri. Karena ketika sudah tua dan sakit-sakitan dia harus siap menyingkir karena pembagian rumah dan harta hanya untuk perempuan, Karenanya dia harus siap tidur di surau, Karenanya kalau mau makan harus pergi ke lapau.”
Misalnya yang terjadi pada masyarakat Jawa. Bila suami meninggal, biasanya harta suami seluruhnya di bawah penguasaan istri. Padahal Islam mengatur dalam al-Quran dan Sunnah maqbulah. Lalu bagaimana Islam mengatur pembagian warisan dan besarannya? Berikut adalah ringkasannya.
1.        Mendapatkan ½
a.      Suami mendapatkan setengah harta suami bila istri tidak meninggalkan anak
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ [النساء/12]
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
b.      Anak perempuan bila ia tidak punya saudara
وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ [النساء/11]
Jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
c.      Cucu perempuan, bila yang meninggal tidak punya anak laki-laki/perempuan
d.     Saudara perempuan seibu-bapak bila yang meninggal tidak punya anak
e.     Saudara perempuan seibu yang meninggal tidak punya anak
إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ [النساء/176]
jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya

2.        Mendapatkan ¼
a.      Suami bila istrinya yang meninggal anak
فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ [النساء/12]
Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.
b.      Istri bila suami tidak meninggalkan anak

3.        Mendapatkan 2/3
a.      Dua Anak perempuan atau lebih
فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ [النساء/11]
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan
b.      Dua saudara perempuan atau lebih seibu-bapak atau sebapak
فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ [النساء/176]
Jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.

4.        Mendapatkan 1/3
a.      Ibu bila tidak ada penghalang
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ [النساء/11]
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga
b.      Dua saudara seibu (saudara tiri)
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ  [النساء/12]
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.

5.        Mendapatkan 1/6
a.      Ibu - bila yang meninggal tidak memiliki anak atau saudara
وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ [النساء/11]
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
b.      Nenek – bila yang meninggal tidak memiliki ibu atau anak dan saudara
c.       Seorang Saudara seibu
وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ [النساء/12]
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
d.      Cucu perempuan – bila yang meninggal memiliki anak perempuan
e.      Saudara perempuan sebapak – bila yang meninggal hanya memiliki seorang saudara
صحيح البخاري - (ج 20 / ص 461)
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا
أَبُو قَيْسٍ سَمِعْتُ هُزَيْلَ بْنَ شُرَحْبِيلَ قَالَ: سُئِلَ أَبُو مُوسَى عَنْ بِنْتٍ وَابْنَةِ ابْنٍ وَأُخْتٍ فَقَالَ لِلْبِنْتِ النِّصْفُ وَلِلْأُخْتِ النِّصْفُ وَأْتِ ابْنَ مَسْعُودٍ فَسَيُتَابِعُنِي فَسُئِلَ ابْنُ مَسْعُودٍ وَأُخْبِرَ بِقَوْلِ أَبِي مُوسَى فَقَالَ لَقَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُهْتَدِينَ أَقْضِي فِيهَا بِمَا قَضَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْابْنَةِ النِّصْفُ وَلِابْنَةِ ابْنٍ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَمَا بَقِيَ فَلِلْأُخْتِ فَأَتَيْنَا أَبَا مُوسَى فَأَخْبَرْنَاهُ بِقَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ فَقَالَ لَا تَسْأَلُونِي مَا دَامَ هَذَا الْحَبْرُ فِيكُمْ
Abu Qais (berkata), “Aku mendengar Huzail bin Syurahbil, ia berkata, “Abu Musa pernah ditanya tentang (bagian) seorang anak perempuan dan cucu perempuan serta saudara perempuan. Maka ia menjawab, “Anak perempuan dapat separuh dam saudara perempuan separuh juga, dan temuilah Ibn Mas’ud maka dia akan sependapat denganku.” Setelah ditanyakan kepada Ibn Mas’ud dan disampaikan perkataan  Abu Musa, maka ia berkata, “Sungguh kalau begitu aku tersesat dan tidak termasuk orang-orang yang mendapat hidayah. Saya akan memutuskan dalam masalah tersebut dengan apa yang pernah diputuskan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam yaitu anak perempuan dapat separuh, cucu perempuan dari anak laki-laki dapat seperenam sebagai pelengkap dua pertiga (2/3), dan sisanya untuk saudara perempuan.” Kemudian kami mendatangi Abu Musa dan menyampaikan pernyataan Ibn Mas’ud kepadanya, maka Abu Musa berkata, “Janganlah kamu bertanya kepadaku selama orang yang berilmu ini berada di tengah-tengah kalian.””
f.        Ayah – jika yang meninggal memiliki anak
وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ  [النساء/11]
Dan bagi kedua orang tuanya, masing-masing seorang dari keduanya seperenam dari harta yang ditinggalkan (oleh anaknya), jika ia (anak itu) mempunyai anak.
g.      Kakek – jika yang meninggal tidak memiliki bapak

6.        Mendapatkan 1/8
Istri jika suaminya memiliki anak.
فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ [النساء/12]
Maka jika kamu memiliki anak, maka bagi mereka (istri-istrimu) mendapatkan seperdelapan (1/8) dari harta yang kamu miliki setelah wasiat dan hutang dilaksanakan dengannya.
Wallahu a’lam.

Maraji’
Tulisan ini banyak mengambil manfaat dari
1.        Kitab Fiqih al-Wajiz (al-Wajiz fi Fiqh as-Sunnah wa al-Kitab al-Aziz) karya ‘Abd al-‘Adlim bin Badawi al-Khalafi), Penerbit Pustaka as-Sunnah, Jakarta, Cetakan ke-2, 2006
2.        CD Program al-Maktabah asy-Syamilah

Kamis, 10 Mei 2012

Yang Berhak Menerima dan Yang Tidak Berhak Menerima Warisan


Penerima Warisan
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Langit Indah di Atas SMP Maarif Kalibawang Senin 7 Mei 2012

Pengertian Warisan
Kata warisan semakna dengan kata fardh, faraidh, faridhah. Secara istilah kata fardh berarti bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris (yang mewarisi).

Harta yang Sah Menjadi Warisan
... مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ... [النساء/11]
... (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya....

Yang Menyebabkan Menerima Warisan itu?
1.        Yang mempunyai hubungan darah (Nasab)
وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ [الأنفال/75]
Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
2.        Yang memerdekakan budaknya
Bila seorang budak yang telah dimerdekakan oleh tuannya meninggal, harta peninggalannya menjadi milik yang memerdekakannya.
السنن الكبرى للبيهقي - (ج 6 / ص 240)
(أخبرناه) أبو عبد الله الحافظ ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ثنا يحيى بن أبى طالب انا يزيد بن هارون
انا هشام بن حسان عن الحسن قال
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الولاء لحمة كلحمة النسب ....
As-Sunnan al-Kubra lil-Baihaqi (6/201): ... bahwa Hisyam bin Hasan dari al-Hasan, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Al-Wala’ (loyalitas budak yang dimeredekakan kepada orang yang memerdekannya) adalah kekerabatan seperti kekerabatan senasab.””
3.        Pernikahan
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ [النساء/12]
Dan bagimu setengah dari harta yang ditinggalkan isteri-isterimu

Yang Menghalangi Mendapat Warisan
1.        Perbudakan
Budak dan hartanya adalah milik tuannya. Sehingga bila kerabatnya memberi warisan, maka warisan itu menjadi milik tuannya juga, bukan menjadi miliknya (budak tersebut)
صحيح مسلم - (ج 8 / ص 121)
وَمَنْ ابْتَاعَ عَبْدًا فَمَالُهُ لِلَّذِي بَاعَهُ إِلَّا أَنْ يَشْتَرِطَ الْمُبْتَاعُ
Dan barangsiapa membeli budak, maka hartanya untuk yang menjual, kecuali bila pembeli mengajukan syarat

2.        Pembunuhan
سنن الترمذي - (ج 7 / ص 468) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ إِسْحَقَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الْقَاتِلُ لَا يَرِثُ
Sunan at-Tirmidzi (7/468) ... Dari Abu Hurairah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Orang yang membunuh tidak mendapat warisan.”

3.        Perbedaan Agama
صحيح مسلم - (ج 8 / ص 334) حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا يَرِثُ الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
Shahih Muslim (8/334): ... Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tidak boleh seorang Muslim mewarisi (harta) orang kafir, tidak boleh orang kafir mewarisi orang Muslim.”