Jumat, 20 Mei 2011

ADZAN DALAM SHALAT JUMAT: Satu Kali atau Dua Kali?


ADZAN DALAM SHALAT JUMAT: Satu Kali atau Dua Kali?
 oleh: Sugiyanta

Imam Bukhari (Abu Abdillah Muhammad Ismail bn Ibrahim bn al-Mugirah al-Fa’fi, lahir dan wafat: 194/256H) memberikan keterangan dalam Kitab Shahihnya bahwa pada masa Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam, Abu Bakar dan Umar radliallahu ‘anhuma, adzan dalam shalat jumat dilakukan sekali saja. Baru pada masa Usman bin Affan radliallahu ‘anhu, adzan dilakukan dua kali.
Dari Said bin Yazid radliallahu ‘anhu, beliau berkata”
Sesungguhnya orang yang menambahkan adzan kedua pada pada hari Jumat adalah sahabat Ustman bin Affan yang memerintahkannya tatkala semakin banyak jamaah masjid. Dan tidak ada pada zaman Nabi melainkan satu satu muadzin. Dan adzan pada hari Jumat itu ketika Imam duduk di atas mimbar.(HR Bukahri no. 915, Nasai no.1390)
Dan Imam Syafii lebih memilih adzan shalat Jumat yang dilakukan sekali saja yaitu ketika Imam (khatib) duduk di atas mimbar. Beliau berkata, “Dan aku menyukai satu adzan dari seorang muadzin ketika (khatib) di atas mimbar bukan oleh banyak muadzin.”  Kemudian beliau menyebutkan hadist di atas (al-Um 1/224). 
Perlu diketahui, bahwa adzan yang dilakukan pada masa Ustman bin Affan ini tidak dilakukan di masjid, melainkan di Zaura, suatu tempat yang terletak di (dekat) pasar. Dan ini dilakukannya karena:
1.   Pada saat pemerintahan Ustman, keberadaan manusia sangat banyak dan letak mereka berjauhan. (Umdatul Qari’ 3/233)
2.    Adzan tersebut dilakukan untuk memberitahukan kepada manusia (di pasar) bahwa jumat telah tiba.
3.     Agar manusia bergegas untuk menghadiri khutbah (al-Jami’ li Ahkamil Quran: 18/100).
Dan sekarang hampir setiap kampung mempunyai masjid, yang mengumandangkan adzan shalat Jumat. Masjid-masjid sudah memasang pengeras suara sehingga memungkinkan terdegarnya suara muadzin. Sedangkan pada masa Ustman radliallahu ‘anhu, masjid hanya satu dan rumah-rumah berjatuhan letaknya dari masjid, sehingga suara muadzin dari pintu masjid tidak sampai kepada pendengaran mareka.
Dengan begitu dengan sekali adzan pun, kini sudah tercapai tujuan Ustman bin Affan radliallahu ‘anhu untuk menambah satu adzan shalat Jumat dai Zaurah, yaitu memberitahukan manusia bahwa waktu shalat jumat telah tiba.
Terlebih pada masa sekarang ini – menambah adzan dari yang dicontohkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam merupakan penambahan syariat Rasulullah tanpa sebab yang dibenarkan. Karena itulah Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu, khalifah sesudah Ustman bin Affan radliallahu ‘anhu, ketika berada di Kufah Irak, mencukupkan diri dengan sunnah (contoh nabi) dan tidak menggunakan adzan yang diadakan Ustman radliallahu anhu, sebagaimana dikatakan oleh Imam Qurthubi rahimahullah di dalam tafsirnya (al-Jami’ li Ahkamil Quran: 18/100).

Kesimpulan:
1.     Pada masa Rasulullah, Abu Bakr, dan Umar bin al-Khaththab adzan dilakukan sekali yaitu pada saat Imam/Khatib duduk di atas mimbar.
2.     Pada masa khalifah Ustman bin Affan-lah, dilakukan dua kali adzan dalam shalat Jumat.
3.     Bahwa tambahan adzan yang dilakukan Utsman bin Affan tidak dilakukan  di masjid tetapi di dalam pasar.
4.     Muadzin yang di masjid bukan musdzin yang di pasar.
5.    Tujuan Ustman dengan menambah adzan untuk memberitahukan kepada banyak orang yang tidak mungkin mendengar adzan dari masjid karena jauhnya dari masjid atau hiruk pikuknya pasar.
6.    Tujuan Ustman menambahkan adzan sudah tercapai dengan banyak masjid dan pemakainan pengeras suara sekarang ini. 
Maraji:
Majalah as-Sunnah, edisi 10/Tahun VII/1424H/2003M.
Majalah al-Furqan, edisi 10/Th. II.

1 komentar: