Kamis, 27 Juni 2013

Ayo kita sambut Ramadhan 1434 H



Menyambut Ramadhan

Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd



Apa yang kita lakukan dalam bulan Sya’ban
1.     Bersungguh-sungguh dalam menentukan awal bulan Sya’ban
Salah satu yang harus dilakukan umat Islam dalam menyambut Ramadhan adalah bersungguh-sungguh menentukan awal bulan Ramadhan. Hal ini harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten yaitu orang-orang yang ahli - meliputi para ahli ru’uatul hilal dan juga para ahli hisab demikian juga.
Ini mengacu kepada hadist berikut:
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 111)
حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ حَجَّاجٍ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ أَحْصُوا هِلَالَ شَعْبَانَ لِرَمَضَانَ
Sunan at-Tirmidzi (3/111) – Muslim bin Hajjaj menceritakan kepada kami, Yahya bin Yahya menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin ‘Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, “Hitung-hitunglah hilal bulan Sya'ban untuk (menetapkan) Ramadhan'." (Imam al-Abani menyatakan hadist ini Hasan)
Bersungguh-sungguh menentukan awal Ramadhan berguna untuk mempermudah menetapkan awal Ramadhan. Tanggal 29 Sya’ban adalah hari untuk melihat hilal Ramadhan. Artinya bila saat itu hilal baru sudah nampak maka hari berikutnya sudah memasuki tanggal 1 Ramadhan, namun bila hilal belum nampak berarti hari berikutnya masih tanggal 30 Sya’ban.
Hal ini tergambar pada hadist berikut:
سنن أبي داود - (ج 6 / ص 262)
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنِي مُعَاوِيَةُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي قَيْسٍ قَالَ سَمِعْتُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لَا يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلَاثِينَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ
Sunan Abu Dawud (6/262)
Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada kami, ‘Abdurrahman bin Mahdiy menceritakan kepadaku, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku dari ‘Abdullah bin Abi Qais, ia berkata, “Aku mendengar ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata, “Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam sangat memperhatikan bulan Sya'ban dan tidak memperhatikan bulan yang lain. Beliau berpuasa dengan melihat hilal, namun bila terhalang mendung beliau menyempurnakan bilangan Sya'ban sampai tiga puluh hari, kemudian baru berpuasa (Ramadhan) (Imam al-Albani menyatakan bahwa hadist ini shahih).

2.     Mengganti Puasa Ramadhan yang tidak dilaksanan pada Ramadhan sebelumnya
Setidaknya kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mengganti puasa Ramadhan yang kita tidak lakukan pada Ramadhan sebelumnya. Ini mengikti apa yang diperbuat oleh istri Rasulullah yaitu ‘Aisyah radlallahu ‘anha.
سنن أبي داود - (ج 6 / ص 363)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا تَقُولُ: إِنْ كَانَ لَيَكُونُ عَلَيَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ حَتَّى يَأْتِيَ شَعْبَانُ
Sunan Abi Dawud (6/363)
‘Abdullah bin Maslamah al-Qa’nabiy menceritakan kepada kami dari Malik dari Yahya bin Sa’id dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bahwa ia mendengar ‘Aisyah radliallahu ‘anha berkata, "Jika aku mempunyai tanggungan (utang) puasa bulan Ramadhan dan aku tidak mampu membayarnya, maka aku membayamya saat bulan Sya'ban tiba."

3.     Tidak mengerjakan puasa pemanasan atau puasa pendahuluan
Tidak boleh mendahulu puasa Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari sebelum puasa Ramadhan.
صحيح مسلم - (ج 5 / ص 358)
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُبَارَكٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلَا يَوْمَيْنِ إِلَّا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
Shahih Muslim (5/358)
Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Abu Bakr berkata, “Waki’ menceritakan kepada kami dari ‘Aliy bin Mubarak dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Saamah dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa maka biarlah ia berpuasa.”””
Dalam kasus Ramadhan 1434 H, mungkin ada orang yang terbiasa puasa sunah Senin atau bertepatan dengan puasa Dawud, maka yang demikian tak mengapa ia berpuasa.

4.     Tidak berpuasa pada hari yang diragukan
Maksud hari yang diragukan adalah hari yang diragukan apakah hari itu sudah masuk bulan Ramadhan ataukah masih 30 Sya’ban. Wajib kita memulai puasa Ramadhan pada hari yang kita yakini bahwa hari sudah memasuki Ramadhan.
سنن أبي داود - (ج 6 / ص 273)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ صِلَةَ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ عَمَّارٍ فِي الْيَوْمِ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَأَتَى بِشَاةٍ فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمَ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunan Abu Dawud (6/273)
Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair menceritakan kepada kami, Abu Khalid al-Ahmar menceritakan kepada kami dari ‘Amru bin ‘Amru bin Qais dari Ishaq dari Shilah, ia berkata, “Kami bersama ‘Ammar pada hari yang diragukan di dalamnya, lalu disuguhkan daging kambing, maka sebagian orang menolak. Lalu ‘Ammar berkata, “Barangsiapa berpuasa pada hari ini sungguh dia telah durhaka kepada Abu al-Qasim shalallahu ‘alaihi wa salam.

Teks hadist dari CD Program Maktabah Syamilah

tentang - SEBAIK-BAIK BID’AH ADALAH SEPERTI INI



PERIHAL UCAPAN SAHABAT  ‘UMAR BIN KHATHTHAB RADLIALLAHU ‘ANHU:
"SEBAIK-BAIK BID’AH ADALAH SEPERTI INI"
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Teks Hadisr
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 135) وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Shahih al-Bukhari (7/135)
Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radliallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam.”

Takhrij Hadist
Hadist ini selain diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari seperti tersebut di atas, juga diriwayatkan oleh pencatat hadist lainnya walau dengan redaksi yang berbeda. Di antaranya oleh Imam Malik dalam al-Muwatha’, al-Firabi, Ibn Abi Syaiabah  dan Ibn Sa’ad.

Isi hadist
Pada masa pemerintahan ‘Umar bin al-Khaththab speninggal Abu Bakar ash-Shidiq radliallahu ‘anhuma, para sahabat menjalankan shalat tarawih berpencar-pencar walaupun dalam satu masjid, ada yang shalat sendiri, ada beberapa jamaah yang hanya diikuti kurang dari sepuluh orang. Lalu ‘Umar bin al-Khaththab menyatukan mereka di malam satu jamaah shalat dengan Imam Ubbay bin Ka’ab. Beliau merasa senang melihat hal ini lalu berkata, "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam.”
Namun begitu ‘Umar bin al-Khaththab tetap menilai bahwa yang mengerjakan shalat tarawih di akhir malam lebih baik dari pada yang shalat tarawih pada awal malam (setelah ‘Isya)

Pemahaman yang keliru tentang pernyataan ‘Umar bin al-Khaththab radliallahu lanhu: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini.”
Hanya saja di kalangan umat Islam sekarang ini salah memahami pernyataan, "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini” setidaknya dalam dua hal yaitu:
a.         Kesalahan pemahaman pertama: Berjamaah shalat tarawih adalah bid’ah yang tidak pernah ada di jaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
Tentu saja pemahaman ini keliru karena pada zaman Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam shalat tarawih berjamaah sudah ada, dan Rasulullah sendiri yang menjadi imam shalat. Beberapa hadist yang menerangkan bahwa Rasulullah shalat malam pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:
Pertama:
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 286)
حدثنا زيد بن حباب عن معاوية بن صالح قال حدثني نعيم بن زياد أبو طلحة الانماري قال سمعت النعمان بن بشير على منبر حمص يقول قمنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة ثلاث وعشرين إلى ثلث الليل الاول وقمنا معه ليلة خمس وعشرين إلى نصف الليل وقمنا معه ليلة سابعة وعشرين حتى ظننا أنه يفوتنا الفلاح وكنا نعده السحور.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/286)
… Nu’aim bin Ziyad Abu Thalhah al-Anmari menceitakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengan an-Nu’man bin Basyir di atas mimbar berkata, “Kami pernah shalat bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pada malam kedua puluh tiga sampai sepertiga malam awal, dan kami pernah shalat bersama beliau pada malam kedua puluh lima hingga separuh malam, dan kami shalat bersamany pada malam kedua puluh tujuh sampai kami menyangka bahwa kami tak mendapatkan kemenangan.” Dan dahulu kami menyebutnya (kemenangan) untuk waktu sahur.
Hadist ini menerangkan bahwa Rasulullah menjadi Imam shalat malam pada bulan Ramadhan baik pada awal malam, tengah malam maupun akhir malam.
Kedua:
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 290)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
Shahih al-Bukhari (4/290)
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah Ummul Mu'minin radliallahu 'anha berkata, "Pada suatu malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat di masjid, maka orang-oang mengikuti shalat Beliau. Pada malam berikutnya Beliau kembali melaksanakan shalat di masjid dan orang-orang yang mengikuti bertambah banyak. Pada malam ketiga atau keempat, orang-orang banyak sudah berkumpul namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika pagi harinya, Beliau bersabda, "Sungguh aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam dan tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar shalat bersama kalian. Hanya saja aku khawatir nanti diwajibkan atas kalian". Kejadian ini di bulan Ramadhan.
Hadist menerangkan bahwa Rasulullah mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan berjamaah bersama para sahabat yang mulia. Hanya saja Beliau tidak melaksanakan terus menerus karena khawatir shalat malam pada bulan Ramadhan dianggap wajib.
Kedua hadist sudah cukup untuk meyakinkan bahwa Rasulullah menjadi imam dalam shalat malam pada bulan Ramadhan. Dan anggapan bahwa shalat malam berjamaah pada bulan Ramadhan dimulai dari masa pemerintahan ‘Ibn al-Khaththab radlialahu ‘anhu rupanya tidak tepat.

b.     Kesalahan pemahaman kedua: bahwa di antara bid’ah itu ada yang terpuji
Dengan ucapan ‘Umar radliallahu ‘anhu, "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini”, banyak kalangan menilai adanya bid’ah yang terpuji. Padahal kata ‘bid’ah’ yang diucapkan ‘Umar radliallahu ‘anhu tadi bukanlah bid’ah dalam pengertian istilah yang bermakna mengada-adakan ibadah tanpa tuntunan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
Dan kita meyakini bahwa ‘Umar tak bermaksud mengada-adakan ibadah baru tersebut. Sebaliknya, ‘Umar radliallahu ‘anhu menghidupkan kembali sunah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, yaitu menghidup-hidupkan shalat malam berjamaah pada bulan Ramadhan seperti yang diterangkan oleh dua hadist di atas.
Kata bid’ah yang dimaksud dalam perkatan beliau itu adalah bid’ah dalam pengertian secara bahasa, yaitu satu kejadian yang belum dikenal sebelum beliau perkenalkan. Dalam pengertian bahwa shalat malam/tarawih pada bulan Ramadhan memang tidak dijalankan pada masa pemerintahan Abu Bakar ash-Shidiq dan awal-awal pemerintahan ‘Umar bin al-Khaththab sendiri. Salah satu dari beberapa alasan mengapa Abu Bakar belum menghidup-hidupkan shalat malam berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan adalah penumpasan-penumpasan pemberontak, dan peperangan terhadap beberapa golongan yang tak mau membayar zakat.
Dalam kacamata pengertian bahwa yang diperbuat itu sesuai apa yang dijalankan Rasululullah, yaitu mengangkat satu imam pada satu masjid untuk mengimami shalat malam/tarawih adalah menghidup-hidupkan sunnah, dan ini bukan bid’ah dalam pengertian menurut istilah agama. Karena shalat malam/tarawih berjamaah di masjid ada tuntunan dari Rasulullah maka yang diperbuat ‘Umar, sekali lagi bukan bid’ah, karena memang beliau tak bermaksud mengada-ada ibadah baru yang tak ada tuntunannya.
Abdul Wahhab as-Subki mengutip pendapat Ibn Abd al-Barr dalam kitabnya Isyraqul Mashabih fi Shalati at-Tarawih sebagai berikut: “Dalam hal itu ‘Umar tidak sedikitpun membuat-buat sesuatu melainkan sekedar menjalankan yang disunahkan, disukai, dan diridlai Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. Bahwa yang menghalangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melakukan secara terus menerus adalah semata-mata karena takut dianggap wajib atas umatnya. Sedangkan beliau adalah seseorang yang pengasih dan penyayang pada umatnya. Ketika ‘Umar mengetahui bahwa amalan-amalan yang wajib tak akan bertambah atau berkurang sesudah Nabi wafat, maka ia mulai menghidup-hidupkan shalat tarawih/shalat malam pada bulan Ramadhan berjamaah. Ini terjadi pada tahun 14 Hijriah …”

SHALAT MALAM ITU – PANJANG DAN LAMA



SHALAT MALAM ITU – PANJANG DAN LAMA
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh barokah dan bulan penuh ibadah. Marilah kita, kaum muslimin, untuk selalu menjalankan ibadah sesuai yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ajarkan. Salah satu ibadah yang banyak dikerjakan oleh kaum Muslimin adalah shalat tarawih.

Dalam hal ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda seperti yang dinukil oleh Imam al-Bukhari berikut:
صحيح البخاري - (ج 1 / ص 65) حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Shahih al-Bukhari (1/65) … dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang beribadah pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan perhitungan, niscaya akan diampuni baginya dosa-dosa yang terdahulu.”

Begitu besar nilai ibadah pada bulan Ramadhan ini, termasuk shalat Tarawih, marilah kita perbagus shalat kita, yaitu sesuai dengan apa yang diperintahkan dan dicontogkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam semampu kita.

Memperbagus dan Memperlama Shalat Tarawih

Di antara contoh Rasulullah dalam mengerjakan shalat tarawih adalah memperbagus dan memperlama shalat tarawih. Marilah kita perhatikan hadist berikut:
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 319) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Shahih al-Bukhari (4/319)
… dari Abu Salamah bin 'Abdurrahman bahwasanya dia mengabarkan kepadanya bahwa dia pernah bertanya kepada 'Aisyah radliallahu 'anha tentang cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di bulan Ramadhan. Maka 'Aisyah radliallahu 'anha menjawab, "Tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya lebih dari sebelas raka'at, Beliau shalat empat raka'at, dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat empat raka'at lagi dan jangan kamu tanya tentang bagus dan panjangnya kemudian Beliau shalat tiga raka'at". 'Aisyah radliallahu 'anha berkata; Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah anda tidur sebelum melaksanakan witir?" Beliau menjawab: "Wahai 'Aisyah, kedua mataku tidur, namun hatiku tidaklah tidur".
Beginilah ‘Aisyah radliallahu ‘anha menceritakan bagaimana Rasulullah melaksanakan shalat malam beliau sehari-harinya, baik pada bulan Ramadhan maupun bukan, shalatnya bagus dan lama atau panjang.

Berapa Ukuran Lama Shalat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Salam?

Barangkali untuk mengetahui berapa lama Rasulullah mengerjakan shalat malam, kita perlu mengetauhi surat-surat al-Quran yang dibaca dalam shalat tersebut:
مسند أحمد - (ج 47 / ص 355) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي حَمْزَةَ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ عَنْ رَجُلٍ مِنْ بَنِي عَبْسٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ صَلَّى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ قَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ ذُو الْمَلَكُوتِ وَالْجَبَرُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ قَالَ ثُمَّ قَرَأَ الْبَقَرَةَ ثُمَّ رَكَعَ وَكَانَ رُكُوعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ وَكَانَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَكَانَ قِيَامُهُ نَحْوًا مِنْ رُكُوعِهِ وَكَانَ يَقُولُ لِرَبِّيَ الْحَمْدُ لِرَبِّيَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ فَكَانَ سُجُودُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ وَكَانَ يَقُولُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَكَانَ مَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ نَحْوًا مِنْ السُّجُودِ وَكَانَ يَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي قَالَ حَتَّى قَرَأَ الْبَقَرَةَ وَآلَ عِمْرَانَ وَالنِّسَاءَ وَالْمَائِدَةَ وَالْأَنْعَامَ
Musnad Ahmad (47/355)
… dari Hudzaifah, bahwa ia bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pada suatu malam kemudian beliau masuk, dan dalam shalatnya beliau mengucapkan, “Allahu akbar dzul-malakuti, wal-jabaruti, wal-kibritati wal-adlamah.” Hudzaifah berkata, “Rasulullah lalu membaca al-Baqarah, lalu ruku’ dan ruku’nya panjang seperti saat berdiri, Beliau berdoa, “Subhana rabbiyal-‘adlim.”. Lalu Beliau mengangkat kepalanya, dan beliau berdiri lama seperti ruku’ya, lalu Beliau berdoa kepada Tuhan, “Al-hamdu li rabbiyal-hamdu.” Lalu beliau sujud, maka sujudnya lama seperti saat berdirinya, beliau berdoa, “Subhana rabbiyal-al’a’la, Subhana rabbiyal-al’a’la.” Lalu beliau mengangkat kepalanya, maka Beliau di antara dua sujudnya (duduk) lama seperti sujudnya, dan beliau berdoa, “Rabbighfirli, Rabbighfirli.” Hudzaifah berkata, “Sampai Beliau membaca al-Baqarah, Ali ‘Imran, an-Nisa’, al-Maidah, dan al-An’am …”

Beginilah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam shalat malam, dalam rakaat pertama Beliau membaca al-Baqarah, dan lama ruku’, berdiri dari ruku’, sujud, duduk di antara dua sujudnya sama seperti saat membaca al-Baqarah.

Pada masa pemerintahan Umar bin Kaththab pun, para sahabat dan tabi’in memanjangkan bacaan shalat Tarawih, sehingga dalam shalat tersebut, mereka membaca tak kurang dari tiga ratus ayat, sampai-sampai mereka terpaksa menggunakan tongkat-tongkat untuk menopang tubuhnya karena lamanya berdiri.

Lalu bagaimana diri kita, imam-imam kita di masjid? Maka alangkah indahnya bila kita shalat Tarawih sebelas rakaat sebagus, dan selama Rasulullah dan para Sahabat radliallahu ‘anhu shalat tarawih. Tentu saja itu sebatas kemampuan kita. Maka dari itu kita dilarang:
1.     Shalat Asal-Asalan

صحيح البخاري - (ج 20 / ص 358) حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَجَاءَ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ فَرَجَعَ فَصَلَّى ثُمَّ سَلَّمَ فَقَالَ وَعَلَيْكَ ارْجِعْ فَصَلِّ فَإِنَّكَ لَمْ تُصَلِّ قَالَ فِي الثَّالِثَةِ فَأَعْلِمْنِي قَالَ إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَأَسْبِغْ الْوُضُوءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ فَكَبِّرْ وَاقْرَأْ بِمَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ رَأْسَكَ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ وَتَطْمَئِنَّ جَالِسًا ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَسْتَوِيَ قَائِمًا ثُمَّ افْعَلْ ذَلِكَ فِي صَلَاتِكَ كُلِّهَا
Shahih al-Bukhari (20/358)
… dari Abu Hurairah bahwa ada seseorang laki-laki memasuki masjid, maka ia shalat, dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam berada di pojok masjid, maka (laki-laki itu) mendatangi dan mengucapkan salam kepadanya. Maka Rasulullah bersabda kepadanya, “Kembali dan shalatlah (lagi) karena sesungguhnya kamu belum shalat.” Maka ia kembali (ke tempatnya) dan melakukan shalat lalu mengucapkan salam (kepada Rasulullah). Maka Rasulullah bersabda, “Dan atas kamu, kembali dan shalatlah (lagi), sesungguhnya kamu belum shalat. Pada yang ketiga kalinya laki-laki itu berkata, “Ajarilah aku.” Maka Rasulullah bersabda, “Apabila kamu hendak shalat, maka berwudlulah, lalu menghadap kiblat, lalu bertakbirlah dan bacalah dengan al-Quran yang mudah bagimu, lalu rukuklah hingga tuma’ninah dalam ruku’, lalu angkatlah kepalamu hingga tegak/lurus berdiri, lalu sujudlah hingga tuma’ninah sujudnya, lalu duduk hingga tuma’ninah duduknya, lalu sujudlah hingga tuma’ninah sujudnya, lalu bangkitlah hingga tegak berdiri. Lalu lakukanlah itu dalam shalatmu seluruhnya.”

Adapun yang dilakukan umat Islam sekarang jauh berbeda jauh dengan tuntunan hadist ini. Kini tiada lagi berdiri sempurna saat bangun dari ruku’, tiada lagi tuma’ninah saat ruku’, sujud, dan duduk di antara dua sujud. Ketika ruku’ dan sujud, kini punggung tiada lagi diluruskan. Padahal hal ini sangat ditekankan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.

2.     Tidak Meluruskan Punggung saat Ruku’ dan Sujud

سنن أبي داود - (ج 3 / ص 24) حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النَّمَرِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا تُجْزِئُ صَلَاةُ الرَّجُلِ حَتَّى يُقِيمَ ظَهْرَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُودِ
Sunan Abu Dawud (3/24)
… dari Abu Mas’ud al-Badri, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Tidaklah sah salat seseorang sebelum ia meluruskan punggungnya dalam suku’ maupun sujud.””
Karena menginginkan shalat cepat selesai, meluruskan punggung saat ruku’ dan sujud pun ditinggalkan.

3.     Tidak Menyempurnakan Sujud dan Ruku
المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 2 / ص 353) حدثناه أبو بكر بن إسحاق، ثنا عبيد بن عبد الواحد، ثنا هشام بن عمارة، ثنا عبد الحميد بن أبي العشرين، عن الأوزاعي، عن يحيى بن أبي كثير، حدثني أبو سلمة، عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن أسوأ الناس سرقة الذي يسرق صلاته» قالوا: يا رسول الله، وكيف يسرق صلاته، قال: «لا يتم ركوعها وسجودها». «كلا الإسنادين صحيحان ولم يخرجاه»
Al-Mustadrak ‘alash-Shahihain lil-Hakim (2/353)
… dari Abi Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya sejelek-jelek manusia cara malingnya adalah orang yang mencuri dari shalatnya.” Mereka (para Sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencuri dari shalatnya?” Rasulullah mejawab, “Ia tidak menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.””

4.     Shalat Seperti Burung Gagak Mematuk Darah?
السنن الكبرى للبيهقي - (ج 2 / ص 89)
 (اخبرنا) أبو طاهر الفقيه انبأ أبو الحسن احمد بن محمد بن عبدوس الطرائفي ثنا عثمان بن سعيد الدارمي ثنا صفوان ابن صالح الدمشقي ثنا الوليد بن مسلم ثنا شيبة بن الاحنف الاوزاعي ثنا أبو سلام الاسود ثنا أبو صالح الاشعري عن ابن عبد الله الاشعري قال صلى الله عليه وسلم باصحابه ثم جلس في طائفة منهم فدخل رجل فقام يصلى فجعل لا يركع وينقرفي سجوده ورسول الله صلى الله عليه وسلم ينظر إليه فقال اترون هذا لو مات مات على غير ملة محمد ينقر صلوته كما ينقر الغراب الدم
As-Sunan al-Kubra lil-Baihaqi (2/89)
Dari Ibn ‘Abdullah al-Asy’ari, ia berkata, “Rasulullah shalat bersama para Sahabatnya lalu duduk di tengah mereka, maka datanglah seorang laki-laki lalu berdiri shalat, lalu tidak (menyempurnakan) ruku dan mematuk (tidak menyempurnakan) dalam sujudnya, dan Rasulullah menyaksikannya, maka Beliau bersabda, “…… Andai saja ia mati, ia mati di luar garis Muhammad, tidak mematuk dalam shalatnya seperti burung gagak mematuk darah.””