Selasa, 30 Agustus 2011

Warga Muhammadiyah di Kecamatan Kalibawang Melaksanaan Shalat Idul Fithri 1432 H Selasa 30 Agustus 2011

PCM Dekso News: Warga Muhammadiyah di Kecamatan Kalibawang Melaksanaan Shalat Idul Fithri 1432 H Selasa 30 Agustus 2011. Hal ini mengacu kepada Maklumat yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah. Ada empat lokasi pelaksanaan Shalat Idul Fithri 1432 H.
Di lapangan Dekso Banjararum - Imam dan Khotib oleh Ustadz H. Ir Azman dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Di halaman Masjid Masajidan-Nur di Degan Banjararum - Drs. H. Rinto Subronto, di halaman SD Muhammadiyah Ngentak Banjararum - Drs. H. Subarto MM, di halaman Masjid al-Iman Banjarasri di Paras Banjarasri - Drs. Ahmad Janadi M.SI, Halaman Balai Desa Banjaroya - H. Marimun Nurhadi, S.Ag.
Shalat Idul FithrihHalaman Masjid al-Iman Banjarasri di Paras Banjarasri dihadiri oleh warga Muhammadiyah dari delapan dusun yaitu Dukuh, Ganasasri, Kalisoka, Kepiton, Kisik, Ngroto, Paras, Tlagan, dan Tuksongo. Sebagian berasal dari desa Banjarharjo dan Banjrarum. Drs. Ahmad Janadi, MSI menyampaikan pentingnya mempertahankan nilai kualitas dan kuantitas ibadah pasca-Ramadhan 1432 H. Dihadiri oleh sekitar tiga ribu anggota jamaah menjadikan shalat dilaksanakan berjejal-jejal. Taqabbalallahu mina wa minkum.(Sugiyanta)

Kamis, 25 Agustus 2011

Waktu Pembayaran Zakat Fithri

Zakat Fithri (5)

Waktu Pembayaran Zakat Fithri
Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Waktu Wajib
Waktu wajib untuk membayar zakat fithri adalah sebelum shalat Idul Fithri. Adapum membayarkannya setelah shalat Idul Fithri hanya dianggap zakat biasa. Artinya zakat ini sudah harus ditunaikan sebelum shalat Idul Fithri. Hal ini berdasarkan hadist berikut:
سنن أبي داود - (ج 4 / ص 413)حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَّمْرَقَنْدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو يَزِيدَ الْخَوْلَانِيُّ وَكَانَ شَيْخَ صِدْقٍ وَكَانَ ابْنُ وَهْبٍ يَرْوِي عَنْهُ حَدَّثَنَا سَيَّارُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ مَحْمُودٌ الصَّدَفِيُّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Sunan Abi Dawud (4/413): ... dari Ibn Abbas, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan kotor dan memberi miskin untuk orang miskin. Barang siapa membayarkannya sebelum shalat (Idul Fithri) maka ia adalah zakat yang diterima (oleh Allah), dan siapa yang membayarkannya setelah shalat Idul Fithri dia adalah shadaqah biasa.

Membayar Zakat Fithri Sebelum Waktu Wajib
Disepakati bolehnya membayar zakat fithri sehari atau dua hari sebelum Idul Fithri berdasarkan hadist berikut:
صحيح البخاري - (ج 5 / ص 385)حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: فَرَضَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَةَ الْفِطْرِ أَوْ قَالَ رَمَضَانَ عَلَى الذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ فَعَدَلَ النَّاسُ بِهِ نِصْفَ صَاعٍ مِنْ بُرٍّ فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِي التَّمْرَ فَأَعْوَزَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ مِنْ التَّمْرِ فَأَعْطَى شَعِيرًا فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُعْطِي عَنْ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ حَتَّى إِنْ كَانَ لِيُعْطِي عَنْ بَنِيَّ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يُعْطِيهَا الَّذِينَ يَقْبَلُونَهَا وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Shahih Bukhari (5/385): dari Nafi ... , ia berkata: “Dulu Ibn ‘Umar radlallahu ‘anhuma membayarkannya (zakat fithri) kepada yang menerimanya, dan membayarkannya  sebelum (Idul) Fithri sehari atau dua hari.

Bagaimana untuk Bayi yang Baru Lahir Sebelum Idul Fithri?
1.        Kalau ia lahir setelah fajar sebelum hari Idul Fithri
Bayi yang lahir setelah fajar harus membayar zakat fithri. Dalam hal ini orang tua, atau wali, atau siapa yang menanggungnya yang mempunyai tanggung jawab. Berdasarkan hadist Ibn ‘Abbas radliallahu ‘anhuma:
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Barang siapa membayarkannya sebelum shalat (Idul Fithri) maka ia adalah zakat yang diterima (oleh Allah), dan siapa yang membayarkannya setelah shalat Idul Fithri dia adalah shadaqah biasa.

2.        Kalau ia lahir setelah terbenamnya matahari pada malam Idul Fithri
Menurut pendapat Syafi’iyah, Hanabilah, dan sebagian Malikiah, bayi yang lahir setelah fajar harus membayar zakat fithri. Dalam hal ini orang tua, atau wali, atau siapa yang menanggungnya yang mempunyai tanggung jawab. Adapun menurut pendapat Hanafiyah, bayi yang lahir setelah fajar tidak mempunyai kewajiban membayar atau dibayarkan zakat fithri-nya. (lih. Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, dalam Shahih Fiqh Sunnah)

3.        Kalau ia lahir sebelum terbenamnya matahari pada malam Idul Fithri
Adapun bayi yang lahir sebelum terbenamnya matahari, ia tidak wajib dizakati.

Wallahu a’lam bish-shawab

Minggu, 21 Agustus 2011

Memulai Khutbah Idul Fithri Dengan Takbir: Bid'ah

Sifat Khotbah Idain (Idul Fithri dan Idul Adha) Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Salam
Oleh: Abu Muhammad Fakhri Faiz
Mubaligh Hijrah dari Pondok Pesantren Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta: Ajik dari Jepara dan Hilmi dari Pinrang Sulawesi, sedang memberikan tanda tangan kepada peserta tarawih di Mushala al-Huda Paras Banjarasri Kalibawang
1.        Tidak Memulai Khutbah dengan Takbir
Membaca takbir untuk membuka khutbah Idul Fithri maupun Idul Adha sudah menjadi kebiasaan di negeri ini, padahal tidak ada hadist shahih maupun keterangan bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melakukannya. Yang ada adalah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam memulai khutnah Idul Fithri dan Idul Adha dengan bacaan tahmid (alhamdulillah atau innalhamdalillah).
سنن النسائي - (ج 6 / ص 21) أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ قَالَ حَدَّثَنَا عَطَاءٌ عَنْ جَابِرٍ قَالَ:شَهِدْتُ الصَّلَاةَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ وَحَثَّهُمْ عَلَى طَاعَتِهِ ثُمَّ مَالَ وَمَضَى إِلَى النِّسَاءِ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَأَمَرَهُنَّ بِتَقْوَى اللَّهِ وَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ حَثَّهُنَّ عَلَى طَاعَتِهِ ثُمَّ قَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ مِنْ سَفِلَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ بِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ فَجَعَلْنَ يَنْزِعْنَ قَلَائِدَهُنَّ وَأَقْرُطَهُنَّ وَخَوَاتِيمَهُنَّ يَقْذِفْنَهُ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ يَتَصَدَّقْنَ بِهِ
... dari Jabir, ia berkata: Saya mendatangi shalat hari raya bersama Nabi shalallahu 'alaihi wa salam, sebelum berkhutbah beliau memulai shalat tanpa adzan dan tanpa iqamah. Lalu manakala selesai shalat beliau berdiri dengan bersandar Bilal. Lalu beliau bertahmid dan memuji Allah, menyampaikan nasehat dan peringatan kepada jamaah serta mendorong mereka supaya patuh kepada-Nya, kemudian mendatangi para wanita dan bilal bersamanya, maka beliau memerintahkan mereka untuk bertakwa kepada Allah (HR an-Nasa'i) Lih. Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Tuntunan Ibadah di Bulan Ramadhan, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, 2006, hal. 171-172)

Faedah Hadist:
  1. Tidak ada adzan dan iqamat untuk shalat hari raya
  2. Shalat dikerjakan sebelum khuthbah
  3. Khthbah diawali dengan bacaan tahmid dan pujian kepada Allah
  4. Mengajak untuk taat kepada Allah subahanu wa ta’ala
  5. Khathib boleh perpindah tempat untuk sebuah keperluan

Hadist di atas menegaskan bahwa khutbah hari raya dimulai dengan tahmid dan tidak dimulai dengan takbir.

2.        Tidak memperbanyak bacaan takbir di dalam khutbah.
Memperbanyak takbir di tengah khutbah hari raya, bukanlah sunah Nabi shalallahu alaihi wa salam. Bagi yang perpendapat adanya keutamaan untuk memperbanyak bacaan takbir di tengah khutbah, harus mendasarkan diri pada hadist shahih. 
حدثنا هشام بن عمار. حدثنا عبد الرحمن بن سعد بن عمار بن سعد المؤذن. حدثني أبي عن أبيه عن جده قال: كان النبي صلى الله عليه و سلم يكبر بين أضعاف الخطبة. يكثر التكبير في خطبة العيدين.قال الشيخ الألباني: ضعيف. سنن ابن ماجه [1 /409]
Nabi shalallahu 'alaihi wa salam bertakbir pada banyak khutbah, dan memperbanyak takbir dalam khutbah dua hari raya (Sunnan Ibn Majah 1/409). Dan Imam Nashiruddin al-Albani mengatakan bahwa hadist ini dlaif/lemah.
Karena dhaif hadist ini tidak bisa digunakan sebagai dasar beramal kecuali bila ada hadist shahih yang semakna atau penguat.

3.        Dilakukan satu kali dan tidak dilakukan dua kali (seperti khutbah Jumat)

صحيح البخاري - (ج 4 / ص 16) حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ أَخْبَرَنِي زَيْدُ بْنُ أَسْلَمَ عَنْ عِيَاضِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي سَرْحٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ:كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةُ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وَيُوصِيهِمْ وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ يَأْمُرَ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
... dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata: “Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam keluar pada hari Idul Fithri dan Idul Adha menuju mushala (lapangan tempat shalat), maka hal pertama yang beliau lakukan adalah shalat. Kemudian manakala selesai, beliau berdiri menghadap orang banyak yang tetap duduk dalam shaf-shaf mereka, lalu menyampaikan nasihat dan pesan-pesan dan perintah kepada mereka. Lalu jika beliau hendak memberangkatkan angkatan perang atau hendak memerintahkan sesuatu beliau laksanakan lalu pulang. (HR Imam Bukhari no. 963 dan Imam Muslim no. 888) Dinukil dari Ghazali Mukri, Menikmati Ramadhan Bersama Nabi, Tiga Lentera Utama, Yogyakarta, 1999, hal. 120-121). Lihat Juga as-Sayid Salim, Abu Malik Kamal bin, Shahih fiqh as-Sunnah wa adillatuhu wa taudhih madzahib al-a'immah, (Shahih Fiqh Sunnah), Pustaka at-Tazkia, Jakarta, 2006, hal. 351-352)

Faedah Hadist
1.         Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabat radliallahu ‘anhum melakukan shalat di mushala yaitu tanah lapang (yang digunakan untuk shalat Idain) dan tidak di masjid
2.         Rasulullah dan para sahabat melakukan shalat terlenih dahulu sebelum khuthbah
3.         Khuthbah dilakukan setelah melaksanakan shalat
4.         Para jamaah tetap duduk di tempat shalatnya
5.         Isi khuthbah berupa pesan singkat dan padat dan tidak bertele-tela
6.         Secara lahir hadist itu menyatakan bahwa khuthbah dilakukan sekali berdiri dan tidak dua kali berdiri (seperti khuthbah jumat)

Juga hadist dari Jabir ibn Abdullah radhiallahu 'anhuma, ia berkata:
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 398)و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ:شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ فَقَامَتْ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ قَالَ فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِينَ فِي ثَوْبِ بِلَالٍ مِنْ أَقْرِطَتِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ
Saya menghadiri shalat hari raya bersama Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, sebelum khutbah Beliau memulai dengan shalat tanpa adzan dan iqamah, beliau melakukan shalat sebelum khuthbah tanpa didahului adzan dan iqamat, kemudian beliau berdiri dengan bersandar kepada Bilal. Lalu beliau mengajak supaya bertakwa kepada Allah, menyuruh taat kepada-Nya, menyampaikan nasihat dan peringatan untuk mereka, kemudian beliau berjalan mendatangi perempuan-perempuan lalu menyampaikan nasihat dan peringatan kepada mereka. Maka beliau berkata: Bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya kebanyakan dari kalian menghuni neraka Jahanam .... (HR Muslim dan Nasa'i) Dinukil dari Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, Tuntunan Ibadah di Bulan Ramadhan, SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta, 2006, hal. 171-172)

Faedah Hadist:
1.         Shalat Idain tidak didahului dengan adzan dan iqamat
2.         Shalat dikerjakan sebelum khutbah
3.         Khuthbah dilakukan dengan berdiri
4.         Khuthbah dimulai dengan ajakan untuk takwa, taat
5.         Khuthbah berisi nasehat dan peringatan
6.         Khathib boleh berpindah-pindah untuk sebuah keperluan

Dhahiriah hadist di atas menunjukkan bahwa khutbah Idul Fithri dan Idul Adha dilakukan sekali dan tidak dilakukan dua kali.

حدثنا يحيى بن حكيم. حدثنا أبو بحر. حدثنا عبيد الله بن عمرو الرقي. حدثنا إسماعيل ابن مسلم الخولاني. حدثنا أبو الزبير عن جابر قال: - خرج رسول الله صلى الله عليه و سلم يوم فطر أو أضحى. فخطب قائما ثم قعد قعدة ثم قام
في الزوائد رواه النسائي في الصغرى من حديث جابر إلا قوله (يوم فطر أو أضحى). وإسناد ابن ماجة فيه سعيد بن مسلم وقد أجمعوا على ضعفه. وأبو بحر ضعيف. قال الشيخ الألباني: منكر
سنن ابن ماجه [1 /409]
... dari Jabir radhiallahu 'anhu ia berkata: “Pada hari Idul Fithri dan Idul Adha, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam keluar (untuk shalat), lalu berkhotbah dengan berdiri, kemudian duduk sejenak, lalu bangun kembali (Sunnan Ibn Majah: 1/409)
Dalam az-Zawaid, an-Nasa’i meriwayatkanya dalam ash-Shugra (lafadz di atas dari Jabir kecuali perkatannya “hari Fithri dan Adha). Menurut al-Bushiri dalam Mishbahuz Zujajah fi Zawaid Ibn Majah (I/422) adalah hadist dhaif/lemah. Menurut Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Dhaif Ibn Majah no. 1287 adalah hadist munkar. Lihat Bali, Wahid Abdus Salam, Khamsun Khathaan fi Shalatil Idain (50 kesalahan dalam berhari raya), Pustaka Ibn Katsir, Bogor, 2005, hal. 37-39).  

Jumat, 19 Agustus 2011

Bagaimana Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam dan Para Shahabat Radliallahu 'anhum Mengukur Kadar Satu Sha'

Zakat Fithri (bag 4)

Ukuran/Kadar Zakat Fithri
oleh; Sugiyanta Purwosumarto, S.Ag, M.Pd

Masjid Jami' Al-Iman Banjarasri di Paras Banjarasri Kalibawang dari Arah Belakang Sejauh 350 m

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Mas. Tolong sampaikan kepada kami sebenarnya satu sha’ beras itu berapa kilo beras? Adakah dalilnya bahwa satu sha’ sama dengan 2.5 kg beras?

Jawaban:
Wa’alaikumussalam. Imam hadist Ibn Hajar al-Asqalani dalam Bulughul Maram mengutip hadist berikut:
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: ( كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم صَاعًا مِنْ طَعَامٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ. )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sha' makanan, atau satu sha' kurma, atau satu sha' sya'ir, atau satu sha' anggur kering. Muttafaq Alaihi. Lihat Bulughul Maram hadist no. 648

Berdasarkan hadist ini ukuran membayarkan zakat fithri ukurannya adalah satu sha’. 1. Berapakah satu sha itu?
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 90)
حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا سَالِمُ بْنُ نُوحٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مُنَادِيًا فِي فِجَاجِ مَكَّةَ أَلَا إِنَّ صَدَقَةَ الْفِطْرِ وَاجِبَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ مُدَّانِ مِنْ قَمْحٍ أَوْ سِوَاهُ صَاعٌ مِنْ طَعَامٍ
Sesungguhnya shadaqah (zakat fithri) itu wajib bagi setiap muslim ... dua mud ... atau satu sha makanan.

Dari hadist di atas diketahui bahwa satu sha’ sama dengan dua mud

2. Berapakah satu mud itu?
Ketia membicarakan zakat hasil pertanian Imam Hanafi rahimahullah dalam kitab Fathul-Qadir menyatakan bahwa satu wasak (bagor) sama dengan 60 sha’ dengan sha’ ukuran yang ditetapkan rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Dan setiap sha itu sama dengan empat cakupan dua telapak tangan berukuran sedang. 
فتح القدير - (ج 4 / ص 144): (قَوْلُهُ وَالْوَسْقُ سِتُّونَ صَاعًا بِصَاعِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) وَكُلُّ صَاعٍ أَرْبَعَةُ أَمْنَاءٍ
Katanya: “dan satu wasa’ itu (terdiri dari) 60 sha’ (yaitu) sya’ (ukuran) Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, dan satu sha (terdiri dari) empat cakupan dua telapak tangan

Kesimpulan:
Dari hadist dan keterangan Imam Hanafi di atas diketahui bahwa:
1 sha’ = 2 mud = 4 cakupan dua tangan

3. Berapa kilogramkah?
Perlu diketahui bahwa kebiasaan penduduk Madinah pada masa Rasulullah untuk menghitung jumlah barang adalah menggunakan takaran bukan dengan timbangan seperti penduduk Mekah lakukan saat itu. Dan lagi ukuran timbangan saat itu bukan dengan satuan gram.
Bila di Indonesia menggunakan beras, setelah diujicoba dengan berbagai ukuran ukuran jamaah di tempat kami, 1 sha’ = sekitar 2.30 sampai dengan 2.40 kg.

Wallahu a’lam bish shawab

Kamis, 18 Agustus 2011

Dengan Apa Zakat Dibayarkan

Dengan Apa Zakat Fithri Dibayarkan
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Imam hadist Ibn Hajar al-Asqalani dalam Bulughul Maram mengutip beberapa hadist berikut:
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: ( كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم صَاعًا مِنْ طَعَامٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ, أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ. )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِوَفِي رِوَايَةٍ: ( أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ ) قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: أَمَّا أَنَا فَلَا أَزَالُ أُخْرِجُهُ كَمَا كُنْتُ أُخْرِجُهُ فِي زَمَنِ رَسُولِ اَللَّهِ وَلِأَبِي دَاوُدَ: ( لَا أُخْرِجُ أَبَدًا إِلَّا صَاعًا )

Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu berkata: Pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sho' makanan, atau satu sho' kurma, atau satu sho' sya'ir, atau satu sho' anggur kering. Muttafaq Alaihi. Dalam suatu riwayat lain: Atau satu sho' susu kering. Abu Said berkata: Adapun saya masih mengeluarkan zakat fitrah seperti yang aku keluarkan pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Dalam riwayat Abu Dawud: Aku selamanya tidak mengeluarkan kecuali satu sho'. Lihat Bulughul Maram hadist no. 648

Jadi menunaikan zakat Fithri boleh dengan
1.        Satu sha’ kurma
2.        Satu sha’ sya’ir (gandum)
3.        Satu sha’ anggur kering
4.        Satu sha’ susu kering

Bagaimana dengan Jagung dan Beras atau Makanan Pokok Lain semisal Sagu?
Sebagian besar ulama membolehkan membayar zakat fithri dengan beras, gandum, atau sagu, atau ketela tergantung makanan pokok sehari-hari yang umum tempat tinggal.
Hal ini berdasarkan hadist di atas dengan ungkapan
كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم صَاعًا مِنْ طَعَامٍ
Pada zaman Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kami selalu mengeluarkan zakat fitrah satu sho' makanan
Hal ini sesuai dengan denda sumpah dengan memberikan makanan pokok pada 10 orang miskin seperi ayat berikut:
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka denda (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya) (al-Maidah: 89)

Senin, 15 Agustus 2011

Hukum Zakat Fithri


Zakat Fithri (Bagian ke-2)

Hukum Zakat Fithri
oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
سنن أبي داود - (ج 4 / ص 413) حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ خَالِدٍ الدِّمَشْقِيُّ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَّمْرَقَنْدِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَرْوَانُ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو يَزِيدَ الْخَوْلَانِيُّ وَكَانَ شَيْخَ صِدْقٍ وَكَانَ ابْنُ وَهْبٍ يَرْوِي عَنْهُ حَدَّثَنَا سَيَّارُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ مَحْمُودٌ الصَّدَفِيُّ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Sunan Abi Dawud (4/413): ... dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tidak berguna dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum sholat, ia menjadi zakat yang diterima dan barangsiapa mengeluarkannya setelah sholat, ia menjadi sedekah biasa.

Dari hadist di atas diperoleh faidah sebagai berikut:
1.    Zakat Fithri adalah wajib
2.    Guna zakat fithri sebagai
a.    pembersih bagi orang yang berpuasa dari perkataan yang tak bermanfaat dan kotor
b.    makanan bagi fakir miskin atau orang yang saat itu tak mempunyai persediaan makanan(tidak untuk amil, mukalaf, orang dalam perjalanan dll)
3.    Dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri dan dengannya fakir miskin akan tercukupi bahan makanan pada hari raya tersebut.

Yang Wajib Membayar Zakat Fithri

صحيح مسلم - (ج 3 / ص 308) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ:أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوْ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
Shahih Muslim (3/308) – dari Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam telah mewajibkan zakat Fithri pada bulan Ramadhan terhadap setiap jiwa muslimin: orang merdeka atau budak, laki-laki atau perempuan, kecil maupun besar sebanyak satu sha’ kurma atau gandum.
Faedah Hadist:
1.       Zakat Fithri adalah wajib
2.       Setiap muslim wajib membayar zakat fithri
3.       Ukuran zakat fithri adalah satu sha’ (dua mud – satu mud adalah dua cakupan kedua tangan orang dewasa)