Senin, 23 Juli 2012

Kesalahan-Kesalahan Yang Sering Dilakukan Saat Puasa Ramadlan (Bagian 3)


Kesalahan-Kesalahan Yang Sering Dilakukan Saat Puasa Ramadlan (Bagian 3)
Beberapa Kesalahan Imam Shalat Tarawih
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

1.         Membaca surat al-Fatihah dengan cepat, atau merangkai ayat-ayat, tanpa berhenti di setiap ayat
Sebagian imam tarawih membaca al-Fatihah dan surat lainnya dalam shalat tarawih dengan merangkai dua atau tiga ayat tujuannya untuk mempercepat shalat. Bahkan ada imam shalat tarawih membaca 7 ayat al-Fatihah hanya dalam satu nafat. Ini bertentangan dengan hadist berikut:
مسند أحمد - (ج 54 / ص 33)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأُمَوِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّهَا سُئِلَتْ عَنْ قِرَاءَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ كَانَ يُقَطِّعُ قِرَاءَتَهُ آيَةً آيَةً
{ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }
{ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ }
{ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ }
{ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ }
Musnad Ahmad (54/33) – Yahya bin Sa’id al-Umawiy menceritakan kepada kami, Ibn Juraij menceritakan kepada kami, dari Abdillah bin Abi Mulaikah dari Ummi Salamah, bahwa ia ditanya tentang bacaan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Maka ia berkata, “Dulu beliau memisahkan bacaannya ayat per ayat. Bismillahirahmanirrahim. Alhamdulillahirrabil’alamin. Arrahmanirrahim.
Lihat juga hadist Abu Dawud (2/169), al-Baihaqi (2/44), at-Tirmidzi (1/152), ad-Daruquthni (118).

2.         Meninggalkan Tuma’ninah
Untuk mempercepat shalat tarawih, sebagian imam meninggalkan tuma’ninah. Sebagian imam tarawih tidak menyempurnakan gerakan shalat. Misalkan tidak meluruskan punggungnya ketiku ruku’, ketika i’tidal, juga ketika sujud. Ini bertentangan dengan hadist berikut:
سنن أبي داود - (ج 3 / ص 24)
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النَّمَرِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُلَيْمَانَ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْبَدْرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُجْزِئُ صَلَاةُ الرَّجُلِ حَتَّى يُقِيمَ ظَهْرَهُ فِي الرُّكُوعِ وَالسُّجُود
Sunan Abi Dawud (3/24) – Hafsu bin ‘Umar an-Namariy menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami dari Sulaiman dari ‘Umrah bin ‘Umair dari Abi Ma’mar dari Abi Mas’ud al-Badriy, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Shalat seseorang itu tidak sah, sebelum ia meluruskan punggungnya dalam ruku’ dan sujudnya.””

3.         Mengimami dengan Cepat
Karena begitu cepatnya, sebagian imam shalat tarawih tidak menyempurnakan gerakan shalatnya. Ini bertentangan dengan hadist berikut:
المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 2 / ص 353)
حدثناه أبو بكر بن إسحاق ، ثنا عبيد بن عبد الواحد ، ثنا هشام بن عمارة ، ثنا عبد الحميد بن أبي العشرين ، عن الأوزاعي ، عن يحيى بن أبي كثير ، حدثني أبو سلمة ، عن أبي هريرة ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « إن أسوأ الناس سرقة الذي يسرق صلاته » قالوا : يا رسول الله ، وكيف يسرق صلاته ، قال : « لا يتم ركوعها وسجودها »
Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain lilhakim (2/353) – Abu Bakar bin Ishaq menceritakan kepada kami, ‘Ubaid bin ‘Abdul-Wahid menceritakan kepada kami, Hasyim bin ‘Imarah menceritakan kepada kami, Abdul-Hamid bin Abi al-‘Isyrin menceritakan kepada kami, dari al-Auza’i, dari Yahya bin Abi Katsir, Abu Salamah menceritakan kepada kami, dari Abi Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling jelek cara malingnya adalah orang yang mencuri dari shalatnya.” (Para Sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana ia mencur dalam shalatnya?” Rasulullah menjawab, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya.””

Wallahu a’lam.

Selasa, 17 Juli 2012

Tidur orang berpuasa ibadah? Menunda berbuka puasa?

Kesalahan-Kesalahan Yang Sering Dilakukan Saat Puasa Ramadlan (Bagian Ketiga)
Oleh: Sugiyanta Purwosumarto

1.         Memperbanyak tidur karena keyakinan tidurnya orang puasa adalah ibadah
Banyak dari kalangan penceramah di bulan Ramadhan, untuk menggambarkan keutamaan bulan ini, para penceramah menyebutkan hadist “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah.”
Berikut adalah komentar
تخريج أحاديث الإحياء - (ج 2 / ص 223)
حديث " نوم الصائم عبادة "
** رويناه في أمالي ابن مندة من رواية ابن المغيرة القواس عن عبد الله بن عمر بسند ضعيف ولعله عبد الله بن عمرو فإنهم لم يذكروا لابن المغيرة رواية إلا عنه ، ورواه أبو منصور الديلمي في مسند الفردوس من حديث عبد الله بن أبي أوفى وفيه سليمان بن عمرو النخعي أحد الكذابين .
Takhrij Ahadist al-Ihya’ (‘Ulumuddin) (2/223)
Hadist “Tidur orang berpuasa adalah ibadah”.
(Penulis Kitab Takhrij Ahadist al-Ihya’, Mahmud al-Haddad) mengatakan, “Kami meriwayatkannya dalam Amali Ibn Mandah dari riwayat Ibn al-Mughirah al-Qawas dari ‘Abdullah bin ‘Umar dengan sanad dlaif (lemah) atau barangkali ‘Abdullah  bin ‘Amru, maka sesungguhnya mereka tidak menyampaikan kepada Ibn al-Mughirah riwayat kecuali darinya,
Dan riawayat Manshur ad-Dailami dalam Musnad Firdaus dari hadist ‘Abdullah bin Abi Aufa dan di dalamnya ada Sulaiman bin ‘Amru an-Nakha’i salah seorang pendusta.

Adapun tidur siang sebentar untuk mengembalikan stamina tubuh selama menjalankan puasa diperbolehkan bahkan dianjurkan sebagaimana kita dianjurkan istirahat siang pada hari-hari selain Ramadhan. Akan tetapi hendaklah tidur digunakan untuk mempersiapkan diri dan menyegarkan semangat ibadah nanti setelah tubuh merasa pulih dari rasa lelah.
صحيح البخاري - (ج 13 / ص 241)
حَدَّثَنَا مُسْلِمٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَدَّهُ أَبَا مُوسَى وَمُعَاذًا إِلَى الْيَمَنِ فَقَالَ يَسِّرَا وَلَا تُعَسِّرَا وَبَشِّرَا وَلَا تُنَفِّرَا وَتَطَاوَعَا فَقَالَ أَبُو مُوسَى يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّ أَرْضَنَا بِهَا شَرَابٌ مِنْ الشَّعِيرِ الْمِزْرُ وَشَرَابٌ مِنْ الْعَسَلِ الْبِتْعُ فَقَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ فَانْطَلَقَا فَقَالَ مُعَاذٌ لِأَبِي مُوسَى كَيْفَ تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَالَ قَائِمًا وَقَاعِدًا وَعَلَى رَاحِلَتِي وَأَتَفَوَّقُهُ تَفَوُّقًا قَالَ أَمَّا أَنَا فَأَنَامُ وَأَقُومُ فَأَحْتَسِبُ نَوْمَتِي كَمَا أَحْتَسِبُ قَوْمَتِي
Shahih al-Bukhari (13/241) – Muslim menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, Sa’id bin Abi Burdah menceritakan kepada kami dari ayahnya, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam mengutus para pembesarnya, Abu Musa dan Mu’adz ke Yaman kemudian berkata, “Permudahlah dan jangan kau persulit, buatlah senang dan jangan buat benci, dan muliakanlah.” Kemudian Abu Musa berkata, “Wahai Nabi Allah, wilayah kami disana ada minuman dari tepung yang sering diistilahkan almizru dan ada minuman dari kurma yang sering diistilahkan albit’u? Lantas beliau bersabda: "Setiap yang memabukkan adalah haram." Keduanya pun berangkat. lalu Mu'adz berkata kepada Abu Musa; "Bagaimana engkau membaca Al Quran? Jawab Abu Musa; "Baik dalam keadaan berdiri, duduk, atau saat aku diatas hewan tungganganku, namun terkadang aku masih menambah." Sedang Muadz mengatakan: "Jika aku, kadang aku tidur d dalam tidur saya apa yang saya harapkan dalam bangunku.” ...

2.       2.    Menunda/mengakhirkan berbuka puasa untuk alasan berhati-hati,
Yang benar adalah menyegerakan berbuka puasa setelah matahari terbenam. Adapun menunda berbuka puasa adalah kesalahan, apalagi menundanya sampai waktu shalat Isya’ seperti yang dilakukan oleh kalangan syiah rafidhah dan beberapa kalangan masyarakat di Indonesia akhir-akhir ini. Dasarnya adalah:
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 59)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
Shahih al-Bukhari (7/59) –
‘Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, Malik mengabarkan kepada kami dari Abi Hazim dari Sahl bin Sa’d bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Senantiasa manusia dalam kebaikan manakala mereka segera berbuka puasa.”
Wallahu ‘alam.

Minggu, 15 Juli 2012

Masih Makan Saat Adzan Shubuh, Membatalkan Puasa karena Muntah?


Kesalahan-Kesalahan Yang Sering Dilakukan Saat Puasa Ramadlan (Bagian Kedua)
Oleh: Sugiyanta Purwosumarto



1.         Membuang Makanan di Mulut Saat Mendengar Tanda Imsa’
Tanda Imsa’ adalah perkara baru dalam Islam. Seperti yang ada dalam pembahasan terdahulu (bagian pertama), bahwa batas akhir makan sahur adalahbila waktu fajar atau shalar shubuh tiba yaitu fajar shadik jadi bukan sepuluh menit sebelum awal waktu adzan shubuh.
Lantas bagaimana kalau saat adzan Shubuh berkumandang di mulut kita, atau di tangan kita masih ada makanan, marilah kita perhatikan hadist berikut:
سنن أبي داود - )ج 6 / ص 297  (حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Sunan Abu Dawud (6/297) - Abdul al-A’la bin Hammad bercerita: “Dari Muhamad bin ‘Amri dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Jika salah seorang dari kalian mendengar seruan adzan, sementara bejana (piring atau mangkuk) masih ada di tangannya, maka janganlah ia meletakkannya hingga ia menyelesaikan keperluannya itu. (Diriwayatkan juga oleh al-Hakim no. 426/I)
Faidah hadist
Ternyata walaupun sudah adzan berkumandang, tetapi masih ada makanan/minuman di tangan kita, kita diperintahkan untuk meneruskan maka sahur kita. Saat adzan saja masih boleh meneruskan makan dan minum, apa lagi saat tanda imsa’ berbunyi.

Adapun dalil hadist yang menyatakan bahwa jarak antara makan sahur dan shalat subuh adalah sekedar membaca lima puluh ayat seperti dinyatakan dalam hadist:
صحيح مسلم - (ج 5 / ص 389) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ هِشَامٍ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ قُلْتُ: كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا؟ قَالَ: خَمْسِينَ آيَةً
Shahih Muslim (5/389) - Abu Bakar bin Abi Syaibah bercerita: Waki’ bercerita: Dari Hisyam dari Qatadah dari Anas dari Zaid bin Tsabit radliallahu ‘anhu, ia berkata: “Kami makan sahur bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam kemudian kami berdiri untuk shalat (shubuh)”. Aku bertanta: “Berapa lama kira-kira antara keduanya (antara shalat dan sahur – penulis)?” Beliau menawab: “Lima puluh ayat.”

Hadist di atas dapat dipahami bahwa jarak antara waktu paling akhir makan sahur yaitu adzan shubuh dengan shalat shubuh yaitu iqamah untuk menjalankan shalat shubuh adalah kira-kira selama bacaan lima puluh ayat sehingga bukan waktu imsa’ yang dipahami sekarang ini (adzan shubuh dikurangi 10 menit).
Kesimpulan
Umat Islam meyakini bahwa makan sahur adalah salah satu sunah Rasulullah yang semestinya kita lakukan walaupun hanya dengan seteguk air. Dan Rasulullah memerintahkan agar kita mengakhirkan makan sahur. Batas akhir makan sahur adalah fajar shadiq yang pada masa Rasulullah, Ibn Ummi Maktum selalu adzan pada saat fajar shadiq. Jadi batas akhir waktu makan sahur adalah waktu awal shalat shubuh. Bahkan Rasulullah mengijinkan kita untuk meneruskan kita minum (bahkan mungkin makan) walaupun adan shubuh sudah dikumandangkan.
Waktu imsak yang beredar saat ini adalah 10 sebelum adzan shubuh. Maka tidaklah dibenarkan muslimin dan muslimat mengakhiri makan sahur sepuluh menit sebelum adzan shubuh. Bahkan saat itu (10 menit sebelum adzan) adalah waktu terbaik kita melaksanakan makan sahur. Bukankah kita diperintahkan untuk mengakhirkan makan sahur. Bukankah kita tetap dibenarkan untuk sekedar menghabiskan minuman (mungkin juga makanan) yang masih ada di tangan walaupun adzan shubuh sedang/sudah berkumandang?

2.         Meninggalkan Makan Sahur
Banyak kamu muslimin meninggalkan makan sahur dengan berbagai alasan misalnya tak ada kesempatan, malas, sedang tidak selera makan atau apapun. Pada hal Rasulullah mengabarkan kepada kebaikan-kebaikan makan sahur.
صحيح مسلم - (ج 5 / ص 388) حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي قَيْسٍ مَوْلَى عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
Shahih Muslim (5/388) – Kutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Laits menceritakan kepada kami dari Musa bin ‘Ulay dari ayahnya dari Abi Qais Maula ‘Amr bin al-‘Ash dari ‘Amru bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau berkata, “Perbedaan antara puasa kita dan puasa ahli kitab adalah makan sahur.”
Juga hadist
سنن النسائي - (ج 7 / ص 329) أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ مَنْصُورٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ الْحَمِيدِ صَاحِبِ الزِّيَادِيِّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ الْحَارِثِ يُحَدِّثُ عَنْ رَجُلٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَسَحَّرُ فَقَالَ إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمْ اللَّهُ إِيَّاهَا فَلَا تَدَعُوهُ
Sunan an-Nasa’i (7/329) – Seorang sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Aku menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, dan beliau sedang makan sahur, maka beliau bersabda, “Sesungguhnya makan sahur itu barokah yang Allah limpahkan kepada kalian, maka jangan tinggalkan ia.”

3.         Membatalkan puasa karena terlupa makan
Banyak orang beranggapan bahwa makan dan minum karena terlupa saat berpuasa membatalkan puasa. Pada hal Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bahkan menyuruh kita untuk melanjutkan puasa.
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 17) حَدَّثَنَا عَبْدَانُ أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا ابْنُ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا نَسِيَ فَأَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ
Shahih al-Bukhari (7/17) – ‘Abdan menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai’ mengabarkan kepada kami, Hisyam menceritakan kepada kami, Ibn Sirin menceritakan kepada kami, dari Abi Hurairah radlallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau berkata, “Bila terlupa, lalu makan dan minum maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allah memberi makan dan minum kepadanya.”
4.         Membatalkan puasa karena muntah-muntah
Demikian juga dengan orang yang muntah-muntah. Muntah yang tidak disengaja tidak membatalkan puasa dan tidak wajib menggantinya.
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 162) حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ عَنْ هِشَامِ بْنِ حَسَّانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ
‘Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, ‘Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Hasan dari Muhammad bin Sirin dari Abi Hurairah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Siapa yang tidak sengaja muntah tidak ada qadla (puasa pengganti) baginya, dan siapa yang bersengaja muntah, hendaknya ia menggantinya (puasa).

Kamis, 12 Juli 2012

Kesalahan-Kesalahan Yang Sering Dilakukan Saat Puasa Ramadlan (Bag. 1)


Kesalahan-Kesalahan Yang Sering Dilakukan Saat Puasa Ramadlan (Bagian Pertama)
Oleh: Sugiyanta Purwosumarto

1.         Mendahului puasa dengan mengerjakan puasa satu atau dua hari dengan alasan untuk berhati-hati atas keraguan apakah pada hari itu tanggal 30 Sya’ban atau tanggal 1 Ramadhan.
Ini dilarang oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, bahkan kalau kita mengerjakannya, Rasulullah menganggap kita sudah durhaka kepada Beliau. Dalilnya adalah:
صحيح البخاري - (ج 6 / ص 489)
1781 - حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
Shahih al-Bukhari (6/489) - ... Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah engkau mendahului Ramadhan dengan shaum sehari atau dua hari, kecuali bagi orang yang terbiasa shaum, maka bolehlah ia shaum."
Adapun bagi orang yang yakin bahwa saat itu memang belum memasuki bulan Ramadhan, ia boleh puasa seperti puasa-puasa sunnah yang biasa dilakukannya, seperti piasa Dawud, puasa Senin, puasa Kamis atau puasa karena nadzar.
Berpuasa pada tanggal-tanggal 29 atau 30 Sya’ban karena ingin berhati-hati, atau kekhawatiran jangan-jangan puasa Ramadhan sudah tiba, atau ragu-ragu apakah hari itu masih tanggal 30 Sya’ban atau sudah 1 Ramadhan, yang demikian ini, juga dilarang berdasarkan hadist berikut:
سنن أبي داود - (ج 6 / ص 273)
1987 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ صِلَةَ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ عَمَّارٍ فِي الْيَوْمِ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَأَتَى بِشَاةٍ فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمَ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sunnan Abi Dawud (6/273) -... Muhammad bin ‘Abdillah bin Numair mengabarkan kepada kami, Abu Khalid al-Ahmar menceritakan kepada kami dari pada ‘Amru bin Qais dari Abi Ishaq dari Shilah, ia berkata, “Dahulu kami bersama-sama dengan ‘Ammar pada hari yang diragukan, maka didatangkan daging kambing, maka sebagian kaum menolaknya. Maka’Ammar berkata, “Barang siapa berpuasa pada hari ini, sungguh ia sudah durhaka kepada Abu al-Qasim shalallahu ‘alaihi wa salam.”
Juga berdasarakan hadist berikut:
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 109)
622 - حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ الْمُلَائِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ فَأُتِيَ بِشَاةٍ مَصْلِيَّةٍ فَقَالَ كُلُوا فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ إِنِّي صَائِمٌ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
 Sunan ath-Thirmidzi (3/109) – Abu Sa’id’Abdullah bin Sa’id al-Asyajju menceritakan kepada kami, Abu Khalid al-Ahmar menceritakan kepada kami, dari ‘Amru bin Qais al-Mula-iy dari Abi Ishaq dari Shilah bin Zufar, ia berkata: Dahulu kami bersama ‘Ammar bin Yasir kemudian didatangkan daging kambing, dan (‘Ammar) berkata, “Makanlah.” Lalu sebagian orang menolaknya sambil berkata, “Sungguh aku sedang puasa.” ‘Ammar berkata, “Siapapun yang berpuasa pada hari yang orang-orang ragu di dalamnya, sungguh ia telah derhaka kepada Abu al-Qasim shalallahu ‘alaihi wa salam.

2.         Melafalkan Niat Puasa
Melafalkan niat puasa, seperti halnya melafalkan niat shalat, wudlu, mandi. Ini tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabatnya radliallhu ‘anhum. Beliau dan para sahabatnya adalah teladan yang paling baik bagi umat ini. Maka selayaknya kita tidak melaksanakannya.

3.         Mengakhiri sahur karena waktu imsa’ sudah tiba
Banyak dijumpai bahwa orang-orang menganggap bahwa tanda imsa’ adalah batas akhir untuk makan sahur. Ini keliru. Karena Rasulullah justru memerintahkan kita untuk mengakhirkan makan sahur. Adapun waktu sahur tergambar dalam hadist berikut:
سنن النسائي - (ج 3 / ص 6)
 أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا أَذَّنَ بِلَالٌ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
Sunan an-Nasa’i (3/6) - Ya’qub bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, ia berkata: “Hafsh menceritakan dari Ubaidillah al-Qasim dari ‘Aisyah, ia berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Bila Bilal mengumandangkan adzan maka makan dan minumlah sampai Ibn Ummi Maktum mengumandangkan adzan.
Hadist ini menegaskan bahwa pada masa Nabi adzan pagi hari dilakukan dua kali – yang pertama adalah adzan sebelum waktu fajar oleh Bilal seperti tercantum dalam hadist berikut:
صحيح مسلم - (ج 5 / ص 383 (و حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ ابْنُ عُلَيَّةَ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَوَادَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَا يَغُرَّنَّكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ وَلَا هَذَا الْبَيَاضُ لِعَمُودِ الصُّبْحِ حَتَّى يَسْتَطِيرَ هَكَذَا
Shahih Muslim (5/383) - Dan Zuhair bin Harb menceritakan, Ismail ibn ‘Ulayyah menceritakan, ‘Abdullah bin Sawadah menceritakan kepadaku dari ayahnya dari Samurah bin Jundub radliallahu .anhu, ia berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Janganlah kamu tertipu dengan adzannya Bilal dan jangan pula (tertipu oleh) sinar putih itu untuk cahaya shalat Shubuh hingga terang seperti ini.
Adzan yang kedua adalah adzan saat fajar terbit yaitu saat waktu shubuh oleh Ibn Ummi Maktum Saat terdengar adzan oleh Bilal makan minum (sahur) masih diperkenankan dan dilarang makan dan minum saat adzan Ibn Ummi Maktum. Berdasar hadist di atas, batas makan sahur adalah saat adzan/waktu shubuh tiba yaitu fajar dan bukan 10 menit sebelum adzan shubuh.