Minggu, 31 Maret 2013

MENJAMAK DUA SHALAT


MENJAMAK DUA SHALAT
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Pengertian
Yang dimaksud menjamak dua shalat dalam tulissan ini adalah menggabungkan dua shalat yaitu shalat dzuhur dengan shalat asyar atau shalat maghrib dengan shalat isya’.

Kapan diperbolehkan menjamak dua shalat?
1.        Saat dalam perjalanan
a.      Caranya
Kita diperbolehkan menjamak shalat saat akan berangkat melakukan perjalanan, maupun saat melakukan perjalanan.
Hadist pertama
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 263) 1044 - حَدَّثَنَا حَسَّانُ الْوَاسِطِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا الْمُفَضَّلُ بْنُ فَضَالَةَ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا وَإِذَا زَاغَتْ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ
Shahih al-Bukhari (4/263) … dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Dahulu Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bila akan bepergian sebelum matahari bergeser (ke arah barat), mengakhirkan shalat dzuhur hingga waktu ‘asyar kemudian menggabungkan/menjamak keduanya dan bila (matahari) sudah bergeser (kea rah barat), beliau mengerjakan shalat dzuhur lalu berangkat.
Faidah hadist
1)        Bila bepergian sebelum memasuki waktu shalat dzuhur, Rasulullah mengerjakan shalat dzuhur dijamak dengan shalat asyar pada waktu shalat asyar telah tiba. Inilah yang disebut jamak ta’khir.
2)        Bila bepergian sesuah waktu zhuhur, Rasulullah mengerjakan shalat dzuhur dulu lalu berangkat.

Hadist kedua
سنن أبي داود - (ج 3 / ص 456) 1031 - حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ بْنِ أَبِي حَبِيبٍ عَنْ أَبِي الطُّفَيْلِ عَامِرِ بْنِ وَاثِلَةَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ فِي غَزْوَةِ تَبُوكَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى يَجْمَعَهَا إِلَى الْعَصْرِ فَيُصَلِّيَهُمَا جَمِيعًا وَإِذَا ارْتَحَلَ بَعْدَ زَيْغِ الشَّمْسِ صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ثُمَّ سَارَ وَكَانَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ الْمَغْرِبَ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْعِشَاءِ وَإِذَا ارْتَحَلَ بَعْدَ الْمَغْرِبِ عَجَّلَ الْعِشَاءَ فَصَلَّاهَا مَعَ الْمَغْرِبِ
Sunan Abu dawud (3/456) … dari Mu’adz bin Jabal, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dahulu pada perang Tabuk, bila akan bepergian sebelum sebelum matahari bergeser (ke arah barat), mengakhirkan shalat dzuhur hingga menjamaknya dengan shalat ‘ashar, maka beliau menjalankan shalat keduanya (shalat dzuhur dan ‘ashar) secara jama’, dan bila akan berangkat setelah matahari condong (ke barat), beliau shalat dzuhur dan ‘ashar secara jamak lalu berangkat. Dahulu bila berangkat sebelum waktu maghrib, beliau menunda shalar maghrib hingga beliau mengerjakannya dengan shalat ‘isya, dan bila berangkat setelah waktu maghrib, beliau memajukan shalat isya’, dan mengerjakannya bersama shalat maghrib.

Faidah hadist:
1)        Bila bepergian sebelum waktu dzuhur tiba, Rasulullah menjamak shalat dzuhur dan asyar pada waktu shalat ‘asyar tiba (jamak ta’khir)
2)        Bila bepergian sesudah waktu duzhur tiba, Rasulullah menjamak shalat dzhuhr dan ‘ashar pada waktu shalat dzuhur  (jamak taqdim)
3)        Bila bepergian sebelum waktu mahgrib tiba, Rasulullah menjamak shalat maghrib dan isya pada waktu shalat ‘isya tiba (jamak ta’khir)
4)        Bila bepergian sesudah waktu maghrib tiba, Rasulullah menjamak shalat maghrib dan ‘isya pada waktu shalat maghrib (jamak taqdim)

b.        Seberapa jauh perjalanan yang dibolehkan kita menjamak shalat
Barangkali batasan perjalanan dibolehkannya menjamak dua shalat, sama dengan batasan perjalanan dibolehkannya meringkas atau qashr shalat.
Hadist ketiga
صحيح البخاري – (ج 6 / ص 191) 1600 – حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ بِالْمَدِينَةِ أَرْبَعًا وَالْعَصْرَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ رَكْعَتَيْنِ
Shahih al-Bukhari (6/191) … dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam shalat dzuhur di Madinah empat rakaat dan shalat ‘ashar di Dzul Hulaifah dua rakaat.

Faidah hadist
Pada saat melakukan suatu perjalanan, Rasulullah mengerjakan shalat dzuhur empat rakaat ketika masih di Madinah, tetapi saat sampai Dzul Hulaifah, Rasulullah telah mengqashar atau meringkas shalat ashar menjadi dua rakaat. Padahal kita maklumi, jarak antara kedua kota tersebut hanya 3 mil saja.

2.        Saat hujan
‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘ahuma menyatakan bahwa bila penguasa/pemimpin minta untuk menjamak shalat karena hujan, maka hendaknya kita menjamak shalat bersama dengan mereka. Pada zaman Ibn ‘Umar radliallahu ‘anhuma, para penguasa geburnur, para hakim, dan lainnya memang menjalankan shalat jamaah di masjid, tidak seperti di negeri ini sekarang.
Hadist keempat
موطأ مالك - (ج 1 / ص 436) 301 - و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ
كَانَ إِذَا جَمَعَ الْأُمَرَاءُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ فِي الْمَطَرِ جَمَعَ مَعَهُمْ
Muwatha Malik (1/436) … dan Malik memceritakan kepada kami dari Nafi’ bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar, dahulu bila para penguasa menjamak shalat Maghrib dan ‘Isya pada hari hujan,  berjamaah bersama mereka.

Faidah hadist:
Pada zaman ‘Abdullah bin ‘Umar radliallahu ‘anhuma, ia mengikuti kebiasaan para penguasa yang menjamak shalat maghrib dan ‘isya di masjid bila hari sedang hujan.

Hadist kelima
مصنف عبد الرزاق - (ج 2 / ص 556) عبد الرزاق عن إبراهيم بن محمد عن صفوان بن سليم قال: جمع عمر بن الخطاب بين الظهر والعصر في يوم مطير.
Mushnaf ‘Abdur-Razaq (2/556) … dari Shufyan bin Salim, ia berkata, “’Umar bin al-Khaththab menjamak shalat dzuhur dan ‘asyar pada saat hari hujan.

Faidah hadist:
‘Umar bin al-Khaththab radliallahu ‘anhu bila hari hujan menjama shalat dzuhur dan ‘asyar.

Hadist keenam
سنن أبي داود - (ج 3 / ص 450) 1025 - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ. فَقِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ قَالَ أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
Sunan Abu Dawud (3/450) … dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam menjamak antara shalat dzuhur dan ‘asyar, dan shalat maghrib dan ‘isya di Madinah bukan karena rasa takut dan hujan. Ketika ditanyakan kepada Ibn ‘Abbas, “Mengapa Beliau melakukan begitu?” Ia menjawab, “Beliau melakukan begitu agar tidak memberatkan umatnya.””

Faidah hadist
Rasulullah pernah menjamak shalat walaupun tidak sedang bepergian, juga walaupun sedang tidak hujan, dan tidak dalam rasa takut. Berdasarkan hadist ini - bukan karena rasa takut dan hujan – kita mengetahui bahwa pada zaman Nabi, bila hujan Rasulullah dan para shabatanya sudah biasa menjamak shalat.

Catatan khusus dalam hal ini:
Menjamak shalat karena hujan, hanya diperbolehkan bila shalat dilakukan secara berjamaah di masjid berdasarkan hadist Ibn ‘Umar di atas. Adapun bila tidak berjamaah di masjid, kebolehan menjamak shalat menjadi gugur. Wallahu a’lam.

3.        Saat menghadapi keadaan yang menakutkan, udzur dan memiliki kepentingan yang tidak bias ditinggalkan.
Perahatikan sekali lagi hadist berikut:
سنن أبي داود - (ج 3 / ص 450) 1025 - حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ. فَقِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ قَالَ أَرَادَ أَنْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ
Sunan Abu Dawud (3/450) … dari Ibn ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa salam menjamak antara shalat dzuhur dan ‘asyar, dan shalat maghrib dan ‘isya di Madinah bukan karena rasa takut dan hujan. Ketika ditanyakan kepada Ibn ‘Abbas, “Mengapa Beliau melakukan begitu?” Ia menjawab, “Beliau melakukan begitu agar tidak memberatkan umatnya.””
Beliau melakukan begitu agar tidak memberatkan umatnya” adalah ungkapan untuk memberikan keringanan kepada kaum muslimin yang memiliki udzur, dan bukan ungkapan untuk orang-orang yang tidak memiliki udzur.

4.        Saat sedang sakit
Orang yang sakit boleh menjamak dua shalat, yaituorang yang merasa kesulitan utuk mengerjakan tiap-tiap shalat tepat pada waktunya. Contoh dalam hal ini adalah Hamnah binti Jahsi radliallahu ‘anha saat ia megalami istihadhah yang sangat parah.

Hadist ketujuh
سنن أبي داود - (ج 1 / ص 358) 248 - حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَغَيْرُهُ قَالَا حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ عَمِّهِ عِمْرَانَ بْنِ طَلْحَةَ عَنْ أُمِّهِ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي الظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي الْعَصْرَ فَتَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَتُؤَخِّرِينَ الْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ الْعِشَاءَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلَاتَيْنِ
Sunan Abu Dawud (1/359) … dari Hamnah binti Jahsi … Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersanda, “… jika kamu mampu mengakhirkan shalat dzuhur dan menyegerakan shalat ‘ashar, kemudian engkau mandi (seperti mandi junub) dan menjamak antara kedua shalat dzuhur dan ‘ashar, dan mengakhirkan shalat maghrib dan menyegerakan shalat ‘isya lalu mandi dan menjamak dua shalat itu, …

Bagaimana Cara Menjamak Dua Shalat?
1.        Menggabungkan dua shalat yaitu dzuhur dengan ‘ashar dan maghrib dan ‘isya
Yaitu dengan mengerjakan 4 rakaat shalat dzuhur lalu mengerjakan 4 rakaat ‘ashar, atau 3 rakaat maghrib dan 4 rakaat ‘isya secara sempurna.

Hadist kedelapan
صحيح البخاري - (ج 2 / ص 374) 510 - حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ هُوَ ابْنُ زَيْدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِالْمَدِينَةِ سَبْعًا وَثَمَانِيًا الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ
Shahih al-Bukhari (2/374) … dari Ibn ‘Abbas bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam shalat di Madinah tujuh dan delapan rakaat – dzuhur dan asyar, dan maghrib dab ‘isya,

Faidah hadist
Rasulullah pernah menjamak dua shalat di Madinah (berarti tidak sedang bepergian) – dzuhur dan ‘ashar dengan delapan rakaat, dan maghrib dan ‘isya dengan 7 rakaat. Dalam artian bahwa beliau mengerjakan shalat dzuhur empat rakaat ditutup dengan salam dilanjutkan dengna mengerjakan shalat ‘ashar empat rakaat juga.
  
2.        Jamak Taqdim
Yaitu menggabung dua shalat yang dikerjakan ketika memasuki waktu shalat yang lebih dulu, yaitu waktu shalat dzuhur atau shalat maghrib
3.        Jamak Ta’khir
Yaitu menggabung dua shalat yang dikerjakan ketika memasuki waktu shalat yang akhir, yaitu shalat ‘ashar atau shalat ‘isya
4.        Bila shalat dilakukan secara berjamaah, atau berjamaah di masjid seperti karena hari sedang hujan
a.       dikumandangkan sekali adzan saja
b.      dikumandangkan dua iqamah
c.       tidak mengerjakan shalat sunnat antara keduanya

Hadist kesembilan
سنن أبي داود - (ج 5 / ص 259) 1629 - حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ يَعْنِي ابْنَ بِلَالٍ ح و حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ الْمَعْنَى وَاحِدٌ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ بِعَرَفَةَ وَلَمْ يُسَبِّحْ بَيْنَهُمَا وَإِقَامَتَيْنِ وَصَلَّى الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ بِجَمْعٍ بِأَذَانٍ وَاحِدٍ وَإِقَامَتَيْنِ وَلَمْ يُسَبِّحْ بَيْنَهُمَا
Sunan Abu Dawud (5/259) … dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam mengerjakan shalat dzuhur dan ‘ashar dengan sekali adzan di Arafah, dan tidak mengerjakan shalat di antara keduanya, dan (dengan) dua iqamat, dan beliau mengerjakan shalat maghrib dan ‘isya secara jamak dengan sekali adzan dan dua iqamat dan tidak mengerjakan shalat sunat di antara keduanya.
Faidah hadist:
Rasulullah dan para sahabat saat menunaikan ibadah haji saat di ‘Arafah menjamak dua shalat dengan mengumandangkan sekali adzan dan dua kali iqamat, yaitu iqamat lalu dzuhur/maghrib, lalu iqamat lagi lalu mengerjakan ‘ashar/‘isya, beliau juga tidak mengerjakan shalat sunat di antara keduanya.
Catatan penting: Adzan disunnahkan tetap dikumandangkan walaupun seseorang shalat sendirian, demikian juga iqamah

Ditulis pada hari Ahad, 31 Maret 2013 di Kampunng Paras RT/RW: 54/27 Banjarasri Kalibawang Kulon Progo DIY

Selasa, 26 Maret 2013

BEBERAPA KEWAJIBAN MAKMUM SHALAT - BERKENAAN DENGAN SHAF


BEBERAPA KEWAJIBAN MAKMUM SHALAT
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

1.        Membuat Shaf Shalat
a.       Bila hanya ada satu makmum laki-laki – ia harus berada di sebelah kanan imam
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 112) حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِرَأْسِي فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ
Shahih al-Bukhari (3/108) … dari Ibn ‘Abbas radliallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku menginap di rumah bibiku (Maimunah – penulis), Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat malam. Maka aku datang untuk ikut shalat bersama beliau, aku berdiri di samping kirinya, lalu beliau memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah kanannya."

b.      Bila ada dua atau satu lebih makmum laki-laki – mereka berada di belakang imam
صحيح مسلم - (ج 14 / ص 295)
حَدَّثَنَا هَارُونُ فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ وَكَانَتْ عَلَيَّ بُرْدَةٌ ذَهَبْتُ أَنْ أُخَالِفَ بَيْنَ طَرَفَيْهَا فَلَمْ تَبْلُغْ لِي وَكَانَتْ لَهَا ذَبَاذِبُ فَنَكَّسْتُهَا ثُمَّ خَالَفْتُ بَيْنَ طَرَفَيْهَا ثُمَّ تَوَاقَصْتُ عَلَيْهَا ثُمَّ جِئْتُ حَتَّى قُمْتُ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ بِيَدِي فَأَدَارَنِي حَتَّى أَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ ثُمَّ جَاءَ جَبَّارُ بْنُ صَخْرٍ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ جَاءَ فَقَامَ عَنْ يَسَارِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْنَا جَمِيعًا فَدَفَعَنَا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ
Shahih Muslim (14/295) … (dari Jabir, ia berkata), “…Kemudian Rasulullah SAW berdiri untuk melaksanakan shalat. Saya mengenakan kain selendang yang ingin saya padukan antara lawan ujungnya akan tetapi tidak cukup. Kain selendang saya ada juntai-juntainya, lalu saya balik untuk saya pertemukan antara dua ujungnya dengan memendekkannya. Setelah itu, saya menghampiri untuk berdiri di sebelah kiri Rasulullah. Tetapi, beliau memegang tangan saya dan memutar saya ke sebelah kanan beliau. Kemudian Jabbar bin Shakhr datang lalu berwudhu, kemudian berdiri di sebelah kiri Rasulullah. Tetapi Rasulullah memegang tangan kami berdua lalu beliau mendorong kami hingga kami berada di belakang beliau …

c.       Menyempurnakan shaf pertama kemudian shaf berikutnya
سنن أبي داود - (ج 2 / ص 147) دَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ سُوَيْدِ بْنِ مَنْجُوفٍ السَّدُوسِيُّ حَدَّثَنَا عَوْنُ بْنُ كَهْمَسٍ عَنْ أَبِيهِ كَهْمَسٍ قَالَ قُمْنَا إِلَى الصَّلَاةِ بِمِنًى وَالْإِمَامُ لَمْ يَخْرُجْ فَقَعَدَ بَعْضُنَا فَقَالَ لِي شَيْخٌ مِنْ أَهْلِ الْكُوفَةِ مَا يُقْعِدُكَ قُلْتُ ابْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ هَذَا السُّمُودُ فَقَالَ لِي الشَّيْخُ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْسَجَةَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ كُنَّا نَقُومُ فِي الصُّفُوفِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَوِيلًا قَبْلَ أَنْ يُكَبِّرَ قَالَ وَقَالَ إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الَّذِينَ يَلُونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ
Sunan Abu Dawud (2/147) … dari al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata, “Kami berdiri di shaf yang panjang di belakang Rasululah shalallahu ‘alaihi wa salam sebelum bertakbir,” ia berkata, “Dan (Rasulullah) bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat atas oran-orang yang menempati shaf awal/pertama.”

d.      Meluruskan shaf
صحيح مسلم - (ج 2 / ص 427) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ
Shahih Muslim (2/427) … dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Luruskan shaf kalian karena sesungguhnya kelurusan dalam shaf termasuk kesempurnaan shalat.

صحيح مسلم - (ج 2 / ص 425) حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ التَّيْمِيِّ عَنْ أَبِي مَعْمَرٍ عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ اسْتَوُوا وَلَا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
Shahih Muslim (2/425) … dari Abu Mas’ud, ia berkata, “Dahulu Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa salam meluruskan bahu-bahu kami ketika akan memulai shalat sambil bersabda, “Luruskanlah, jangan berselisih, (kalau berselisih), maka hati-hatimu akan berselisih …”

e.       Menutup celah-celah shaf
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 154) حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
Shahih al-Bukhari (3/154) … dari Anas bin Malik dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda, “Tegakkan/luruskan barisan kalian, karena sesungguhnya saya melihatmu dari balik punggung(mu).” Dan dulu di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu sahabatnya, dan kakinya dengan kakinya.

f.       Seorang makmum wanita berada di belakang imam laki-laki dan makmum laki-laki
صحيح مسلم - (ج 3 / ص 401) حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُخْتَارِ سَمِعَ مُوسَى بْنَ أَنَسٍ يُحَدِّثُ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِ وَبِأُمِّهِ أَوْ خَالَتِهِ قَالَ فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ وَأَقَامَ الْمَرْأَةَ خَلْفَنَا
Shahih Muslim (3/401) … dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam shalat dengannya (seorang laki-laki) dengan ibunya atau bibinya. Ia (laki-laki itu) berkata, “Maka beliau (Rasulullah) menempatkanku disebelah kanannya, dan menempatkan wanita itu di belakang kami.”

g.      Makmum wanita yang memiliki imam wanita berada sebaris dengan imam wanita
h.      Bila ada seorang makmum wanita ia berdiri di sebelah kanan imam wanita
i.        Bila ada dua orang makmum wanita mereka berada di sebelah kanan dan kiri imam wanita
السنن الكبرى للبيهقي - (ج 3 / ص 131) باب المرأة تؤم النساء فتقوم وسطهن (اخبرنا) أبو عبد الله الحافط ثنا أبو العباس محمد بن يعقوب ثنا عبد الله بن احمد بن حنبل حدثني ابي ثنا وكيع ثنا سفيان عن ميسرة ابي حازم عَنْ رَائِطَةَ الْحَنِفِيَّةِ أَنَّ عَائِشَةَ أَمَّتْ نِسْوَةً فِي الْمَكْتُوبَةِ فَأَمَّتْهُنَّ بَيْنَهُنَّ وَسَطًا
As-Sunan al-Kubra li al-Baihaqi (3/131) Bab Wanita Mengimami Wanita … dari Raithah al-Hanifiyah bahwa ‘Aisyah menjadi imam bagi jamaah perempuan pada shalat wajib dengan berada di tengah-tengah mereka.

2.        Mengikuti Gerakan Imam
a.       Mengikuti gerakan imam
صحيح مسلم - (ج 2 / ص 384) دَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ جَمِيعًا عَنْ سُفْيَانَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُا سَقَطَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ فَرَسٍ فَجُحِشَ شِقُّهُ الْأَيْمَنُ فَدَخَلْنَا عَلَيْهِ نَعُودُهُ فَحَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَصَلَّى بِنَا قَاعِدًا فَصَلَّيْنَا وَرَاءَهُ قُعُودًا فَلَمَّا قَضَى الصَّلَاةَ قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا رَفَعَ فَارْفَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
Shahih Muslim (2/384) … Dari Anas bin Malik, dia berkata, "Nabi SAW pernah jatuh dari kuda sehingga bagian kanannya terluka, lalu kami datang menjenguk beliau. Kemudian tiba waktu shalat, lalu beliau shalat bersama kami sambil duduk dan kami pun shalat di belakang beliau sambil duduk. Ketika selesai shalat, beliau bersabda, "Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Kalau imam bertakbir maka bertakbirlah, kalau imam bersujud maka bersujudlah, kalau imam bangun maka bangunlah, kalau imam mengucapkan, sami'allahu liman hamidah ucapkanlah rabbanaa walakal hamdu. Apabila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kamu semua dengan duduk."

b.      Tidak menyamai atau mendahului gerakan imam
صحيح مسلم - (ج 2 / ص 389) حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ خَشْرَمٍ قَالَا أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا يَقُولُ لَا تُبَادِرُوا الْإِمَامَ إِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا قَالَ { وَلَا الضَّالِّينَ } فَقُولُوا آمِينَ وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
Shahih Muslim  … dari Abu Hurairah, dia berkata. "Rasulullah SAW pernah mengajarkan kepada kami, beliau bersabda, “Janganlah kamu mendahului imam. Jika imam sudah bertakbir maka bertakbirlah, apabila imam telah mengucapkan, wa ladhdhaalliin maka ucapkanlah aamiin. Kalau imam telah ruku' maka ruku 'lah, dan apabila imam telah mengucapkan, sami'allahu liman hamidah maka ucapkanlah, rabbanaa lakal hamdu.””