Rabu, 29 Juni 2011

Amalan-Amalan Bulan Sya’ban

Amalan-Amalan Bulan Sya’ban
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Sebentar lagi bulan Sya’ban datang. Kemudian bulan yang ditunggu-tunggu, Ramadlan. Lalu apa yang mesti kita perbuat:
1.         Bersungguh-sungguh menentukan tanggal 1 Sya’ban
Hal ini harus dilakukan guna mempermudah dalam penentuan awal Ramadlan. Karena sesuai Rasulullah sabdakan bahwa satu bulan kadang-kadang berjumlah dua puluh sembilan hari kadang-kadang tiga puluh hari. Hal ini sesuai dengan ilmu astronomi bahwa bulan mengitari bumi selama 29,5 .. hari. Pada hari ke-dua puluh sembilan umat Islam melakukan ru’yatul hilal untuk menentukan apakah esoh hari sudah bulan baru (Ramadlan) ataukah masih tanggal tiga puluh sya’ban.

2.         Berdoa menyambut hilal baru
Sebagaimana yang disebutkan dalam:
سنن الترمذي - (ج 11 / ص 347) حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ الْعَقَدِيُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سُفْيَانَ الْمَدِينِيُّ حَدَّثَنِي بِلَالُ بْنِ يَحْيَى بْنِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَأَى الْهِلَالَ قَالَ اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ
Sunnad at-Tirmidzi – (11/347) – menceritakankan kepada kami Muhammad bin Basysyar, menceritakan kepada kami Abu ‘Amir al-‘Aqadi, menceritakan kepada kami Sulaiman bin Sufyan al-Madini, menceritakan kepadaku Bilal bin Yahya bin Thalhah bin ‘Ubaidillah dari ayahnya dari kakeknya Thalhah bin ‘Ubaidillah: bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam dulu bila melihat hilal, beliau berkata:(اللَّهُمَّ أَهْلِلْهُ عَلَيْنَا بِالْيُمْنِ وَالْإِيمَانِ وَالسَّلَامَةِ وَالْإِسْلَامِ رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ) Ya Allah, terbitkanlah hilal itu kepada kami, dengan keberkahan, keimanan, keselamatan, dan keislaman. (Jadikanlah dia) hilal kebaikan dan petunjuk. Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Abu ‘Isa berkata: hadist ini hasan gharib
Catatan: Doa ini bukan doa khusus bulan Ramadlan, tetapi doa setiap kita melihat hilal.  

3.         Mengganti puasa Ramadlan sebelumnya yang tertinggal.
Sungguh melalui hadist shahih Ummul Mu’minin Aisyah radliallahu ‘anha sering mengganti puasa Ramadlan yang tertinggal pada bulan Sya’ban karena bulan-bulan sebelumnya beliau lebih banyak bertugas mendampingi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

4.         Memperbanyak puasa
صحيح البخاري - (ج 7 / ص 78) حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لَا يَصُومُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
Dalam Shahih al-Bukhari – (7/78) menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf, mengabarkan kepada kami Malik dari Abi an-Nashr dari Abi Salamah dari ‘Aaisyah radlallahu ‘anhu: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam selalu berpuasa hingga kami berkata: Beliau tidak pernah berbuka. Beliau selalu berbuka hingga kami berkata: Beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah melihat Rasulullah shalallahu alaihi wa salam berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadlan, dan aku tidak pernah melihatnya memperbanyak puasa kecuali dalam Sya’ban.
Dan masih banyak lagi hadist yang menerangkan untuk memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.

5.         Tidak perlu melakukan puasa nishfu sya’ban.
Puasa nishfu sya’ban adalah puasa yang dilakukann pada tanggal 13, 14, 15 bulan sya’ban dengan keyakinan bahwa Allah akan turun ke bumi saat matahari terbenam dan akan mengampuni dosa-dosa orang yang melakukan puasa pada pertengahan Sya’ban, seperti hadist-hadist berikut:
إذا كانت ليلة النصف من شعبان، فقوموا ليلها، وصوموا يومها: فإن الله تبارك و تعالى ينزل فيها الشمس إلى السماء الدنيا، فيقول: ألا من مستغفر فأغفرله، 
Apabila datang malam nishfu sha’ban (pertengahan bulan Sya’ban), maka lakukanlah sholat di malamnya, dan berpuasalah di siang harinya. Sebab Allah tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia pada waktu terbenamnya matahari, dan berkata: Adakah orang yang meminta ampunan sehingga Aku akan mengampuninya. …(HR Ibn Majjah)
Hadist ini diriwayatkan Imam Ibn Majjah dalam Sunannya hadist no. 1388. Akan tetapi para ulama hadist menegaskan bahwa hadist ini dhaif jiddan (lemah sekali) atau bahkan maudlu (palsu). Dalam jalur sanadnya ada Abu Bakr bin Abdullah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah. Para ulama menuduhnya telah memalsukan hadist. Imam Ahmad, Imam Ibn Hibban, Imam al-Hakim dan Ibn ‘Adli menuduhnya sebagai pemalsu hadist, sebagaimana disebutkan dalam Tahdzib at-Tahdzib. Menurut Imam al-Mundziri, hadist tersebut dhaif. Demikian pula menurut al-Bushairy dalam Kitab Zawaid Ibn Majjah. Kesimpulan hadist tersebut dhaif (lemah) atau bahkan maudhu (palsu). Wallahu a’lam bishawab. (Dinukil dari Bagaimana Memahami Hadist Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam karya DR. Yusuf Qardhawi, Karisma, Bandung, 1999, lihat Juga Puasa Sunnah Hukum dan Keutamaannya, Karya Usamah Abdul Aziz, Darul Haq, Jakarta, 2004, Hal 62.)
Atau mungkin berkeyakinan bahwa puasa nishfu sya’ban sama dengan puasa selama 120 tahun seperti yang dkatakan oleh hadist palsu berikut:
Ali bin Abi Thalib radliallahu ’anhu bahwa Rasulullah bersabda:
فإنْ أصْبح فِي ذلك اليومِ صائما كانَ كِصيامِ سِتِّينَ سَنَةً مَاضِيَةً و ستين سنة مُسْتَقْبَلَةً
Bila pada hari itu seseorang berpuasa maka ia seperti berpuasa selama enam puluh tahun yang lalu dan enam puluh tahun yang akan datang. HR Ibn al-Jauzi dalam al-Maudlu’at (hadist-hadist palsu) Hadist ini dikumpulkan oleh Ibn al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at yaitu kitab memuat hadist-hadist palsu. Jadi hadist di atas MAUDLU atau palsu.
Hadist-hadist berkenaan dengan puasa Nisfu Sya’ban berderajad dlaif/lemah dan maudlu/palsu. Sehingga tidak syah melaksanakan puasa nisfu sya’ban berdasarkan hadist tersebut. Keutamaan puasa nisfu Sya’ban sama dengan puasa pertengahan bulan (puasa putih yaitu tanggal 13, 14, 15) sama dengan keutamaan pertengahn bulan lainnya.

6.         Tidak perlu melakuan shalat alfiyah
Shalat alfiyah adalah shalat malam yang dilakukakan pada pertengahan guna menghidup-hidupkan pertengahan Sya’ban. Disebut shalat alfiyah atau shalat seribu karena di dalam shalat malam yang dilakukan dalam 100 rakaat itu dibacakan surat al-Ikhlas seribu kali yaitu setiap rakaatnya membaca surat al-Ikhlas 10 kali.
Adapun hadist-hadist yang berkenaan dengan shalat nishfu sya’ban berdasarkan hadist palsu berikut:
سنن ابن ماجه - (ج 4 / ص 301)حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ أَبِي سَبْرَةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Dalam Sunan Ibn Majah (4/301) – Menceritakan kepada kami al-Hasan bin ‘Ali, menceritakan kepada kami ‘Abdurrazaq menegaskan kepada kami dari Ibn Abi Sabrah dari Ibrahim bin Muhammad dari Mu’awiyah bin ‘Abdillah bin Ja’far dari ayahnnya dari ‘Ali bin Abi Thalib, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Bila malam pertengahan bulan Sya’ban tiba maka lakukanlah shalat di malamnya dan puasa pada siangnya, karena sesungguhnya Allah turun pada malam itu saat matahari tenggelam ke langit dunia, lalu berfirman: Adakah orang memohon ampun? Maka Aku pasti mengampuninya, Adakah orang yang meminta-minta? Maka Aku pasti memberinya. Adakah orang yang tertimpa musibah? Maka Aku pasti menyelamatkannya. Adakah seperti ini? Adakah seperti ini? Hingga tebit fajar.
Akan tetapi hadist ini dhaif jiddan/lemah sekali. Sisi kelemahan hadist ini pada Ibn Abi Sabrah (beliau adalah Abu Bakar bin Abdillah bin Muhammad bin Ibn Abi Sabrah). Ibn Ma’in mengatakan: Hadistnya sangat lemah. Ibn al-Madini berkata: Dia perwai yang lemah hadistnya. Ibn Adi berkata: mayoritas riwayatnya tidak shahih dan dia termasuk para pemalsu hadist.
الموضوعات - (ج 2 / ص 127) أما طريق على عليه السلام: أنبأنا محمد بن ناصر الحافظ أنبأنا أبو على الحسن بن أحمد بن الحسن الحداد أنبأنا أبو بكر أحمد بن الفضل بن محمد المقرى أنبأنا أبو عمرو عبدالرحمن بن طلحة الطليحى أنبأنا الفضل بن محمد الزعفراني حدثنا هارون بن سليمان حدثنا على بن الحسن عن سفيان الثور عن ليث عن مجاهد عن على بن أبى طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال - ما يملى - ) يا على ( من صلى مائة ركعة في ليلة النصف، يقرأ في كل ركعة بفاتحة الكتاب وقل هو الله أحد عشر مرات قال النبي صلى الله عليه وسلم: يا على ما من عبد يصلى هذه الصلوات إلا قضى الله عز وجل له كل حاجة
Dalam Kitab al-Maudlu’at karya Ibnul Jauzi (2/129) – melaui jalur Ali ‘alaihis-salam: Muammad bin Nashir al-Hafidz – Abu Ali al Hasan bin Ahmad bin al-Hasan al-Hadad – Abu Bakar bin al-Fadhl bin Muhammad al-Mukri – Abu Amru ‘Abdurrahman bi Thalhah al-Thalihi – al-Fadhl bin Muhammad al-Za’farani – Harun bin Sulaman – Ali bin al-hasan dari Sufyan ats-Tsauri dari Laits dari Mujahid dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi shalallahu ‘aialihi wa salam, bahsanya beliau bersabda: Wahai ‘Ali. Siapa yang shalat seratus rakaat dalam malam nishfu (pertengahan sya’ban), dengan membaca pada setiap rakaatnya dengan al-Fatihah dan ‘qul huwallahu ahad seratus kali? Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam: Wahai ‘Ali tidaklah dari seorang hamba melakukan shalat dengan shalat ini kecuali Allah ‘aza wa jala akan memenuhi baginya seluruh keperluannya.
Ibnul Jauzi menuliskannya dalam al-Maudhu’at karena keyakinannya bahwa hadist ini maudhu’/palsu. Ibnul Qayyim dalam al-Manarul Munif (hal 98-99) berkata: Diantara contoh hadist-hadist maudhu’ adalah tentang shalat nishfu sya’ban. ... Padahal shalat seperti ini baru disusupkan dalam Islam setelah tahun 400 h ... Imam an-Nawawi dalam Fatawa (hal 26) berkata: Shalat Rajab dan Sya’ban keduanya merupakan bid’ah yang jelek dan munkar.

7.         Tidak mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya’ban
Sebagaimana diketahui ziarah kubur diperbolehkan untuk dua manfaat. Yaitu ibrah (pelajaran – bahwa kita akan mati), mendoakan orang Islam yang meninggal. Ziarah kubur diperbolehkan kapan saja dan dimana saja asalkan yang berdekatan dengan rumah kita atau kebetulan saja kita lewat kuburan. Adapun menyengaja mengunjungi kuburan para orang shalih yang jauh-jauh (seperti ziarah wisata) tidak ada contoh dari Nabi atau shahabat yang melakukannya. Demikian juga mengkhususkan ziarah kubur pada bulan Sya’ban, juga tidak pernah dicontohkan oleh nabi dan para shahabat.
Meyakini mengunjungi makam tertentu pada waktu tertentu dengan keutamaan tertentu harus disertai dalil-dalil dari as-Sunnah al-Makbulah.

8.         Tidak melakukan puasa satu dua hari untuk mendahului puasa Ramadlan sebagai bentuk kehati-hatian.
Sungguh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam melarang melakukannya.
سنن الترمذي - (ج 3 / ص 109) حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْأَشَجُّ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ الْمُلَائِيِّ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ ... فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dalam Sunnan al-Tirmidzi (3/109) – menceritakan kepada kami Abu Sa’id Abdullah bin Said al-Asyajj mengabarkan kepada kami Abu Khalid al- Ahmar dari Amr bin Qais al-Mulai dari Abi Ishaq dari Shilah bin Zufar, ia berkata: Dulu kami bersama ‘Ammar bin Yasir ... maka ‘Ammar berkata: Barangsiapa puasa pada hari yang manusia ragukan sungguh dia sudah durhaka kepada Abu al-Qasim shalallahu alahi wa salam.
Hari yang manusia ragukan adalah hari sesudah tanggal 29 Sya’ban yaitu ketika saat itu orang-orang ragu-ragu apakah hari itu tanggal 30 Sya’ban ataukah 1 Ramadlan. Islam mengatur hendaknya kita puasa sesudah kita yakin bahwa saat itu sudah tanggal 1 Ramadlan yaitu ditandai terlihatnya hilal pada maghrib. Dan Abu al-Qasim adalah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam. Wallahu a’lam bishshawab

Senin, 27 Juni 2011

.Benarkah Perceraian Suami-Istri bisa Mengguncang ‘Arsy?

Benarkah Perceraian Suami-Istri bisa Mengguncang ‘Arsy?
Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

 Sungai Progo di Banjarasri Kalibawang Setelah Banjir Bandang 22 Desember 2010

‘Arsy adalah tempat Allah bersemayam setelah menciptakan bumi, langit dan seisinya. Hal ini tersebut dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala:
 ...هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ ... [الحديد/4]
... Dia (Allah) lah yang telah menciptakan seluruh langit dan bumi dalam enam masa/hari, kemudia Dia (Allah) bersemayam di al-‘Arsy ...

Lalu benarkah ‘Arsy, tempat Allah subhanahu wa ta’ala bersemayam tergoncang disebabkan oleh perceraian hambanya? Sebagian besar umat Islam membenarkannya karena adanya hadist berikut:
السلسلة الضعيفة - (ج 1 / ص 224) " تزوجوا و لا تطلقوا فإن الطلاق يهتز له العرش " .
Dalam as-Silsilah adl-Dlaifah (1/224) disebutkan hadist: Manikahlah dan janganlah kalian cerai, karena perceraian mengguncang al-Arsy

Hadist di atas diriwayatkan oleh Imam ad-Dailami (2/30), juga al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (12/191). Sanadnya dari Amr bin Jami’ dari Juwaibir dari adl-Dlahak dari Nazal bin Sabrah, dari ‘Ali bin Abi Thalib secara marfu’.

Sanad Hadist
Hadist ini banyak diperbincangkan oleh para ahli hadist. Sisi cacatnya ada pada Amr bin Jami’ dan Juwaibir.

1.      Al-Khathib menyatakan bahwa Amr bin Jami’ meriwayatkah hadist-hadist munkar dan maudlu dan. Ibn Ma’in mengatakan bahwa ia pendusta dan jelek. Sedangkan Juwaibir adalah orang yang sangat lemah.
2.         Ibn al-Jauzi mengatakan bahwa hadist ini tidak shahih
3.    Imam ash-Shaghani memasukkan hadist di atas pada al-Maudlu’at (kitab yang memuat hadist-hadist palsu) halaman 8, Imam as-Suyuthi dalam al-La’ali (2/179)

Matan Hadist
Hadist ini juga bertentangan dengan praktik Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, para Shahabat radliallahu ‘anhum, para Tabiin dan para salaf shalih lainnya. Rasulullah, para Shahabat, para Tabiin, dan para salaf shalih lainnya, di antara mereka juga pernah bercerai. Telah shahih pula bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah menceraikan Hafshah binti ‘Umar radliallahu ‘anhuma (Lihat hadist riwayat Imam Abu Dawud no. 2283, an-Nasa’i (2/117), ad-Darimi (2/160), Ibn Majah no. 2016, al-hakim (2/197).
Al-Hakim berkata: Shahih menurut syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim, demikian juga Imam adz-Dzahabi.
Muhammad Nashiruddin al-Albani mengatakan: Hadist ini (hadist tentang perceraian Nabi dengan Hafshah – penulis) menunjukkan bolehnya seorang menceraikan istrinya sekalipun dia banyak berpuasa dan shalat malam, hal itu karena kurang cocok antara keduanya atau ada masalah-masalah lain. Oleh karena itu, mengikat sahnya perceraian harus dengan persetujuan hakim (pengadilan agama, pimpinan) termasuk hal jelek untuk didengar pada zaman sekarang.
Namun begitu pembahasan ini bukanlah anjuran untuk bercerai, karena bercerai sangat bertentangan dengan tujuan pernikahan. Tetapi bagaimana kalau dalam rumah tangga sudah tidak lagi dipersatukan setelah melalui banyak usaha. Jadi perceraian adalah jalan yang terbaik. Janganlah perceraian dipersulit, diperumit kalau perceraian merupakan jalan terbaik. Penulis banyak mengambil manfaat dari Kitab Koreksi hadist-Hadist Dha’if Populer, karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi, dan Hadist Lemah dan Palsu yang Populer di Indonesia karya Ahmad sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf. Wallahu a’lam bish-Shawab.

Minggu, 26 Juni 2011

Bagaimana Mencintai Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam

Bagaimana Mencintai Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Salah satu rukun Islam adalah iman terhadap para rasul tentu saja juga kepada muhammad salalluhu ‘alaihi wa salam. Salah satu bentuk iman kita kepada beliau shalallahu ‘alaihi wa salam adalah cinta kepadanya melebihi cinta kita terhadap yang lainnya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كَنَ ءَابَاؤُكُمْ وَ أَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَنُكُم وَ أَزْوَجُكُم وَعَشِيرَتُكُم وَ أَمْوَلٌ أَقْتَرَفْتُمُوهَا وَ تِجَرَةٌ تَخْشَونَ كَسَادَهَا وَ مَسَكِنَ تَرْضَوْنَهَا أَخَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَ رَسُولِهِ وَ جِهَادٍ فِي سِبِيلِهِ فَتَرْبَصُوا حَتَّى يَأْتِى بِأَمْرِهِ ، وَ اللهُ لاَ يَهْدِى الْقَومِ الْفَسِقِين.
Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah, dan rasulnya, dan berjihad di jalannya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.. (at-Taubah: 24)
Tentu saja bentuk cinta kita kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam harus berada dalam syariat Islam, bukan kecintaan berdasar hawa nafsu. Adapun ungkapan cinta yang diada-adakan tanpa mendasar pada syariat merupakan kesalahan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
من عمِل عملا ليس عليه أمرن فهو رد.
Barangsiapa yang melakukan sebuah amalan yang kami tidak perintahkan, maka amalan tersebut tertolak. (HR Muslim).

Seseorag yang mengaku cinta kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam hendaknya membuktikan cintanya itu dengan cara:
1.       Mentaati beliau shalallahu ‘alaihi wa salam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا ءَاتَكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا.
Apa yang diwawa Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (al-Hasyr: 7)
2.       Membenarkan semua berita yang shahih yang datang dari beliau shalallahu ‘alaihi wa salam. Karena Allah subhanahu wa ta’ala memberikan jaminan bahwa apa saja yang beliu shalallahu alaihi wa salam sampaikan adalah kebenaran yang datangnya dari Allah. Allah berfirman:
وَمَا يَنْطِقِ عَنِ الْهَوَى. إِنَّ هُوَ إِلاَ وَحْىُ يُوْحَى.
Dan bukanlah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya. Sungguh bukanlah ucapannya itu kecuali wahyu yang diwahyukan. (an-Najm: 3-4)
3.       Mendahaulukan perkataan beliau shalallahu’alaihi wa salam.
Yaitu dengan menolak seluruh perkataan manusia yang bertentangan dengan apa yang beliau sampaikan, baik yang berhubungan dengan ibadah maupun tuntunan hidup sevara umum. Maka mendahulukan perkataan para filosoh, para pakar, cendekia atau siapa saja yang bertentangan dengan al-Quran dan sabda beliau muhammad shalallahu’alaihi wa salam adalah indikasi tidak ada cinta kepada rasulullah.
4.       Mencintai para salafu shalih
Salah satu bentuk dan cara yang dilakukan oleh mereka yang ingin menghilangkan bentuk kecintaan kepada rasulullah adalah hujatan-hujatan yang dialamatkan kepada para sahabat radhiallahu ‘anhum – seperti yang dilakukan para penanut syiah yang sangat membenci abu bakar, umar dan ustman radhiallahu anhum. Hal yang demikian sekarang banyak dilakukan oleh kalangan orientalis maupun atau oleh umat islam sendiri.
5.       Beramal hanya dengan tuntunan Sunah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
Adapun beramal hanya membatasi diri dengan Sunah rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam adalah tidak beribadah kecuali dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, karena segala yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah adalah hanya hasil akal-akalan manusia dan ini adalah perbuatan yang tiada balasan pahala bahkan amalan tersebut tertolak walaupun dilandasi niat yang baik.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس فيه فهو رد
Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami, maka hal tersebut tertolak. (HR Bukhari)

Jumat, 24 Juni 2011

Derajat Hadist "Shalat adalah Tiang Agama


Derajat Hadist “Sholat adalah Tiang Agama”
Oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Alhamdulillah, Padi Menguning di Paras Banjarasri Kalibawang 22 Juni 2011
Teks Hadist:
الصلاة عماد الدين, من أقامها فقد أقام الدين, ومن تركها(هدمها) فقد هدم الدين
Shalat adalah tiang agama, barangsiapa menegakkannya berarti telah menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkannya (merobohkannya) berarti dia telah merobohkan agama.
Hadist ini masyur/terkenal di kalangan penceramah dan sering disampakain dalam berbagai acara pengajian khususnya dalam topik kedudukan shalat dalam Islam. Bunyi hadist lengkap seperti di atas tidak/belum dijumpai dalam kitab-kitab hadist. Hanya Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam Syu’abul Iman berhenti pada penggalan pertama – ash-shalatu ‘imaduddin.
تخريج أحاديث الإحياء - (ج 1 / ص 368) حديث " الصلاة عماد الدين "
رواه البيهقي في الشعب بسند ضعفه من حديث عمر قال الحاكم : عكرمة لم يسمع من عمر قال ورواه ابن عمر لم يقف عليه ابن الصلاح فقال في مشكل الوسيط إنه غير معروف .
Imam al-‘Iraqi dalam Takhrij Ahadist al-Ihya’ (1/368) menyatakan bahwa hadist di atas diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam asy-Syu’ab (al-Iman) dengan sanad (jalur) dhaif/lemah dari hadist Umar. Al-Hakim berkata: ‘Ikrimah tidak mendengar dari ‘Umar ...
Imam as-Sakhowi dalam al-Maqashid mengatakan: hadist ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang lemah dari ‘Ikrimah dari Umar secara marfu’. Beliau juga mengutip pendapat Imam an-Nawawi bahwa hadist ini bathil. Jadi penggalan pertama hadist di atas tidah shahih, bahkan para imam hadist menegaskan bahwa hadist di atas dhaif/lemah dan bathil.
Adapun tambahan lafadz “man aqamaha faqad aqmaddin ...” dan seterusnya tidak diketahui asal-usulnya alias maudhu/palsu
Maka cukup bagi kita menggunakan hadist shahih dari Muadz bin Jabal
سنن الترمذي - (ج 9 / ص 202) ...رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ ...
Intisari perkara adalah Islam dan tiangnya adalah shalat (HR Ahmad-V/231,237; HR Tirmidzi-IX/202; Ibn Majah hadist no. 3973)
Wallahu a’lam bi shawab

Kamis, 23 Juni 2011

Derajat Hadist Membacakan Surat Yasin Orang Yang (akan/telah) meninggal

Mentalkinkan Orang hampir sampai ajal
Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Bila saudara kita sesama Muslim hampir meninggal, hendaknya kita mentalkinkannya dengan bacaan la ilaaha illallah. Yaitu membimbing untuk mengucapkannya, dan tidak hanya mengumandangkannya di hadapan si sakit 1.lih. Talhshih Ahkam al-Janaiz, Syaihk Muhammad Nashiruddin al-Albani, bab 2 Mentalkinkan Orang yang Sedang Sakaratul Maut, 14
Hal ini berdasarkan hadist shahih sebagai berikut:  
عن أبى سعيد عن النب صلى الله عليه و سلم قال: لقنوا موتكم – لا إله إلا الله
Dari Abu Said radhiallahu 'anhu dari Nabi shalallahu 'alaihi wa salam bahwa beliau bersabda, “Talkinkanlah mayatmu (orang yang akan meninggal) dengan bacaan laa illaha illallah”.
HR Jamaah kecuali Bukhari. 2.lih. MPT Muhammadiyah hal. 235, lih juga Riraddhush Shalihin, Imam am-Nawawi, hadist no. 923)
Dan yang sering dilakukan umat ini adalah membacakan surat Yasin. Barangkali karena berdasarkan hadist riwayat Ibn Hibban sebagai berikut:
صحيح ابن حبان - (ج 12 / ص 496) أخبرنا عمران بن موسى بن مجاشع السختياني ، قال : حدثنا أبو بكر بن خلاد الباهلي ، قال : حدثنا يحيى القطان ، قال : حدثنا سليمان التيمي ، قال : حدثنا أبو عثمان ، عن معقل بن يسار ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « اقرءوا على موتاكم يس » .
Dalam Shahih ibn Hibban (12/496) – mengabarkan kepada kami ‘Imran bin Musa bin Mujasyi’ as-Sahtayani, ia berkata: Mengabarkan kepada kami Abu Bakar bin Khalid al-Bahali, ia berkata: Mengabarkan kepada kami Yahya al-Qaththan, ia berkata: Mengabarkan kepada kami: Sulaiman at-Taimi, ia berkata: Mengabarkan kepada kami Abu ‘Ustman, dari Muqbil bin Yasar, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Bacakan atas orang mati di antaramu surat Yasin.
Hadist ini dinilai ber‘illat oleh Ibn al-Qaththan karena membingungkan, terputus sanadnya. Al-Daruquthni mengatakan bahwa hadist ini mudhtharib (membingungkan) sanadnya dan tidak dikenal matannya, serta tidak shahih.
Para ulama hadist sepakat bahwa hadist yang menerangkan mentalkin dengan membacakan surat Yasin adalah dhaif/lemah.  3. Lihat, Catatan kaki yang diberikan Muhammad Hamid al-Faqiy, mengenai hadist no. 574, Kitab Bulughul Maram, Karya Ibn Hajar al-Atsqalani, lihat juga Subulus Salam karya Imam Muahammad bin Ismail ash-Shan’ani bab Jenazah, lih. juga Talkhish Ahkam al-Janaiz karya Syaihk Nashir al-Din al-Albani, bab 2 Mentalkinkan orang yang sedang sakaratul maut, lih. juga Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, hal. 235).

Rabu, 22 Juni 2011

Makna Persaksian bahwa Muhammad Hamba dan Rasul-Nya

Makna 
وأن محمدا عبده ورسوله
oleh Sugiyanta
1. Bahwa Muhammad bin Abdullah bin Abda al-Muthalib al-Quraishi al-Hasyimi, adalah عبده artinya beliau bukanlah sekutu bagi Allah (lih, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh, Syarah Kitab Tauhid, al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid Jilid 1, Darul Falah, Jakarta, 2003, hal. 41), dia adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain(lih. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Dr., Kitab Tauhid 1, Darul Haq, Jakrta, 2003, hal. 61).
Maka beliau pun merasakan lapar, haus, mengantuk, memerlukan istri dan anak, seperti kita manusia pada umumnya. Sebagaimana firman-Nya:
قُل إِنَّمَا أَنَاْ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusi seperti kamu …”(QS al-Kahfi: 110) dan beliaupun tidak berhak untuk diibadahi atau disembah atau dimintai pertolongannya dan beliaupun hanya beribadah kepada Allah semata. 
Bahkan beliau bersabda kepada kita:
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَ إِذَا اسْتَعِنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
Apabila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah dan apabila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah (HR at-Trimidzi, ia berkata kadist ini shahih).
قُلْ: لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِى نَفْعًا وَ لاَ ضَرًّا إِلاَّ مَاشَاءَ اللهُ، وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبِ لاَسْتَكَثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِى السُّوْءُ،إِنْ أَنَا إِلاَ نَذِيرٌ وَ بَشِيْرٌ لِقَوْمِ يُؤْمِنُونَ.
Katakanlah: Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku, dan tidak pula menolak kemudlorotan kecuali yang Allah kehendaki, dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya, dan aku tidak akan ditimpa kemudlaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (al-A’raf: 188) Maka dapatlah disimpulkan:
1.         Bahwa nabi adalah manusia seperti manusia lainnya. Beliau pun merasakan ngantuk, lelah, lapar, dahaga, beristri, beranak seperti manusia lainnya.
2.         Kita tidak boleh beribadah kepadanya akan tetapi hendaknya kita hanya beribadah kepada Allah semata.
3.         Beliau tidak dapat menolak kemudlaratan, dan tidak bisa mengambil sermua yang bermanfaat selain seperti yang dikehendaki Allah.
4.         Beliau tidak mengetahui yang ghaib sebelum ada pemberitahuan dari Allah.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا. إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِنَ رَّسُوْلِ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا.
(Allah) Maha mengetahui hal-hal yang ghaib, maka tidak diperlihatkan rahasia keghaiban itu kepada seorangpun. Kecuali kepada rasul yang diridlai-Nya. Sesungguhnya Dia mengadakan pengawal (malaikat) dihadapan dan dibelakang rasul itu. (QS jin 26-27)

2. Bahwa Muhammad adalah رسول الله artinya bahwa beliau diutus kepada manusia (dengan berdasar wahyu yang ditutunkan kepada beliau, dengan misi dakwah kepada Allah (mentauhidkan Allah) sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan). (Lih. Shalih bin … Ibid hal. 62).
   إِنْ أَنَا إِلاَ نَذِيرٌ وَ بَشِيْرٌ لِقَوْمِ يُؤْمِنُونَ.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.
Karena Beliau yang paling mengetahui seluk beluk dalam agama ini, karena beliau menerima wahyu Allah, maka hendaklah dalam beragama, beribadah, berkeyakinan, dalam menentukan halal dan haram, maka kita hendaknya mentaati, membenarkannya, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan mengamalkan sunahnya, dan meninggalkan yang lain dari hal-hal bid’ah dan muhdastat (baru), serta mendahulukan sabdanya di atas segala pendapat orang lain. Kita selalu berdasarkan atau mencontoh kepada sunahnya tanpa membuat bentuk ibadah yang baru.