Jumat, 30 Maret 2012

Yang Bermanfaat Bagi Orang Yang Telah Wafat

Yang Bermanfaat Bagi Orang Yang Telah Wafat
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

1.         Amalan saat masih hidup
صحيح مسلم - (ج 8 / ص 405
دَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ هُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Apabila seorang manusia mati, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal:
Sedekah jariah, ilmu bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.

2.         Doa orang Islam (termasuk keluarganya) lainnya
a.       Shalat Jenazah
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا: سَمِعْتُ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: ( مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ, فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا, لَا يُشْرِكُونَ بِاَللَّهِ شَيْئًا, إِلَّا شَفَّعَهُمْ اَللَّهُ فِيهِ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa dia mendengar Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika ada seorang muslim meninggal, lalu ada empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah sholat atas jenazahnya niscaya Allah akan menerima permohonan ampunan mereka untuknya. Riwayat Muslim.
b.      Doa ketika akan berziarah kubur
وَعَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى اَلمَقَابِرِ: ( اَلسَّلَامُ عَلَى أَهْلِ اَلدِّيَارِ مِنَ اَلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ, وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اَللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ, أَسْأَلُ اَللَّهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ )  رَوَاهُ مُسْلِم
Sulaiman Ibnu Buraidah dari ayahnya Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajari mereka bila keluar ke kuburan agar mengucapkan: (Artinya = Semoga sejahtera terlimpah atasmu wahai penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin, insyaAllah kami akan menyusulmu, kami mohon kepada Allah keselamatan bagi kami dan kamu sekalian). Riwayat Muslim.
c.       Doa harian, misalnya:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ  [الحشر/10]
"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."
Atau:
رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ [إبراهيم/41]
Ya Rabb kami, beri ampunanlah aku dan kedua orang tuaku dan bagi seluruh kaum mukmin pada hari dilaksanakan penghitungan
d.      Puasa
Puasa yang dilakukan seseorang untuk mengganti kewajiban puasa nadzar yang telah dinadzarkan oleh orang yang telah meninggal
صحيح البخاري - (ج 7 / ص51
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُوسَى بْنِ أَعْيَنَ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي جَعْفَرٍ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جَعْفَرٍ حَدَّثَهُ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ
Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, “Barangsiapa meninggal dan memiliki tanggungan puasa maka wali (keluarga) yang mengganti (puasanya)
e.      Meneruskan kebiasaan yang baik (misalnya: Bersedekah, bersilaturahmi dan amalan baik lainnya bila yang meninggal biasa bersedekah dan melakukan amalan baik selama hidupnya. Amalan Keluarganya)

Kamis, 29 Maret 2012

Hukum Menghujat Pemerintah

Hukum Menghujat Pemerintah
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Semua kaum Muslimin meyakini bahwa Islam adalah agama yang kaffah atau sempurna. Islam tidak lagi memerlukan perbaikan-perbaikan aturan, Islam tidak pula memerlukan tambahan-tambahan. Kita juga tidak bisa mengurangi aturan-aturan yang ada dalam Islam. Islam telah mengatur segala hal dari perkara kecil (seperti bagaimana masuk toilet, keluar darinya, berangkat tidur, bangun, bagaimana cara masuk rumah dan keluar darinya), hingga perkara-perkara yang kita anggap besar.

Apakah agama ini mengatur hubungan kita dengan pemerintah?
Kalau perkara yang kita anggap kecil dan itu hanya menyangkut diri kita sendiri saja diatur oleh agama ini, pastilah hubungan kita dengan pemerintah yang mengatur negara termasuk diri kita dan seluruh warga negara diatur juga oleh agama kita ini.

Hukum menghujat pemerintah/penguasa
Menghujat adalah mengatakan sesuatu atas seseorang yang dia tidak sukai yang mungkin dapat berupa doa yang jelek, laknat, hinaan, menyebarkan luaskan aib, kekurangan dan kejelekannya, bahkan mungkin mengajak memberontak. Dan semua itu dilakukan secara terbuka seperti yang dilakukan dalam sebagian besar demostrasi (tentang Bahan Bakar Minyak) akhir-akhir ini. Apakah Islam membolehkannya?

Menghina?
سنن الترمذي - (ج 8 / ص 164)
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ مِهْرَانَ عَنْ سَعْدِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ زِيَادِ بْنِ كُسَيْبٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ
كُنْتُ مَعَ أَبِي بَكْرَةَ تَحْتَ مِنْبَرِ ابْنِ عَامِرٍ وَهُوَ يَخْطُبُ وَعَلَيْهِ ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَقَالَ أَبُو بِلَالٍ انْظُرُوا إِلَى أَمِيرِنَا يَلْبَسُ ثِيَابَ الْفُسَّاقِ فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ اسْكُتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الْأَرْضِ أَهَانَهُ اللَّهُ
Sunan al-Tirmidzi (8/164) – Bundar menceritakan kepada kami, Abu Dawud menceritakan kepada kami, Humaid bin Mihran menceritakan kepada kami dari Sa’di bin Uwais dari Ziyad bin Kusaib al-‘Adawi, ia berkata,
“Dahulu aku bersama Abi Bakrah, Ibn ‘Amir dan ia khutbah dengan memakai pakaian tipis (transparan). Maka Abu Bilal berkata, “Lihatlah pemimpin kita. Ia memakai baju orang fasiq. Maka Abu Bakrah menjawab, “Diamlah. Aku pernah mendengar Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa menghina sulthan (penguasa)-Ku di muka bumi, Allah akan menghinakannya.””
Lalu bagaimana kalau kita membakar gambar foto presiden kita, lalu bagaimana kalau kita menyamakan presiden kita dengan kerbau, lalu bagaimana kalau kita menambah taring pada gambar presiden kita, lalu bagaimana kalau kita menginjak-injak gambar presiden kita?

Membicarakan kejelekkannya?
Sunan at-Tirmidzi (7/178) – Qutaibah menceritakan kepada kami, ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari al-‘Alai bin Abdir-Rahman dari ayahnya dari Abi Hurairah, ia berkata, “
سنن الترمذي - (ج 7 / ص 178)
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ الْعَلَاءِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْغِيبَةُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
Sunan at-Tirmidzi (7/178) – Qutaibah menceritakan kepada kami, ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari al-‘Alai bin Abdir-Rahman dari ayahnya dari Abi Hurairah, ia berkata, “
Dikatakan, “Wahai Rasulullah, apakah ghibah (menggunjing) itu?” Rasulullah menjawab, “Engkau membicarakan saudaramu yang ia membencinya.” (Salah seorang) berkata, “Kalau pembicaraan itu seperti yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Jika yang dikatakan itu seperti yang aku katakan, maka sungguh engkau ghibah (menggunjing), dan jika pembicaraannya tidak seperti yang engkau katakan, maka sungguh engkau telah berdusta.””
Padahal Allah ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ  [الحجرات/12]
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Kitab kita jelas-jelas menerangkan jeleknya menggunjing. Menggunjing diibaratkan memakan daging saudaranya yang telah mati.
Lalu bagaimana kita bisa berteriak, “Presiden kita tak becus mengurus negeri ini, pemerintah adalah orang-orang bodoh, presiden kita tak memperhatikan nasib rakyatnya, presiden kita adalah presiden korup?”

Ingin memberi nasehat?
مسند أحمد - (ج 30 / ص 346)
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ
Musnad Ahmad (30/346) – Barangsiapa ingin menasehati penguasa tentang suatu urusan, janganlah menampilkannya secara terang-terangan, tetapi hendaknya menggandeng tangannya dan untuk berduaan (menyepi) dengannya. Apabila ia menerima darinya maka itulah (yang diharapkan). Kalau tidak, ia telah melaksanakan tugasnya.
Hadist ini dengan tegas menyatakan bila kita ingin menasehati penguasa hendaknya secara sembunyi-sembunyi jauh dari keramaian dengan cara yang santun.
Lalu bagaimana kalau kita berteriak-teriak di jalanan dengan mengatakan, “Pemerintah harus memperhatikan rakyatnya, pemerintah tidak boleh menaikkan harga BBM karena akan akan menyengsarakan rakyat.”

Rabu, 28 Maret 2012

Menggerak-Gerakkan Jali Telunjuk Saat Tasyahud

Menggerak-Gerakkan Jari Telunjuk Saat Tasyahud
Oleh: Sugiyanta, S.Ag M.Pd


Ada seorang achwat bertanya kepada kami melalui akun Facebook PCM Dekso tentang adanya dalil menggerak-gerakkan jari telunjuk tangan kanan saat tasyahud.
Lichah Suryani:  minta tolong tuliskan hadis ttg cara salat nabi saat du2k tahyat awal dan akhir dg cara memutar-mutarkan telunjuknya. mengapa demikian. terima kasih sebelumnya
Maka jawaban kami adalah sebagai berikut:

1.    Ada dalil (hadist) yang menerangkan menggerak-gerakkan jari telunjuk tangan kanan saat tasyahud.
Teks Hadist
Berikut cuplikan bagian hadist panjang
مسند أحمد - (ج 38 / ص 331)
حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ حَدَّثَنَا عَاصِمُ بْنُ كُلَيْبٍ أَخْبَرَنِي أَبِي أَنَّ وَائِلَ بْنَ حُجْرٍ الْحَضْرَمِيَّ أخْبَرَهُ قَالَ
قُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَيْفَ يُصَلِّي ...ثُمَّ قَعَدَ فَافْتَرَشَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى فَوَضَعَ كَفَّهُ الْيُسْرَى عَلَى فَخِذِهِ وَرُكْبَتِهِ الْيُسْرَى وَجَعَلَ حَدَّ مِرْفَقِهِ الْأَيْمَنِ عَلَى فَخِذِهِ الْيُمْنَى ثُمَّ قَبَضَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَحَلَّقَ حَلْقَةً ثُمَّ رَفَعَ إِصْبَعَهُ فَرَأَيْتُهُ يُحَرِّكُهَا يَدْعُو بِهَا
ثُمَّ جِئْتُ بَعْدَ ذَلِكَ فِي زَمَانٍ فِيهِ بَرْدٌ فَرَأَيْتُ النَّاسَ عَلَيْهِمْ الثِّيَابُ تُحَرَّكُ أَيْدِيهِمْ مِنْ تَحْتِ الثِّيَابِ مِنْ الْبَرْدِ
Wail bin Hujr al-Hadlramiy berkata, “Saya katakan, “Sungguh kami akan memperhatikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bagaimana beliau shalat.” Ia (Wail bin Hujr al-Hadlrami melanjutkan) berkata, “... kemudian beliau (Rasulullah) duduk dengan beralaskan kaki kirinya, lalu meletakkan telapak tangan kirinya di atas paha dan lutut kirinya. Beliau menjadikan batas siku tangan kanannya di atas paha kanannya, lalu mengangkat jari (telunjuk)nya. Saya melihat beliau menggerak-gerakkannya sambil berdoa. 
Kemudian saya datang pada musim dingin, melihat orang-orang memakai pakaian (selimut) sedangkan tangan-tangan mereka bergerak-gerak dari balik pakaian mereka karena kedinginan.””

2.    Sanad Hadist
Hadist di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdush-Shamad dari Zaidah dari ‘Ashim bin Kulaib dari ayahnya dari Wail bin Hujr al-Hadlramiy dan beliau melihat langsung bagaimana Rasulullah melakukan shalat.

3.    Derajat hadist
Imam hadist Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menyatakan dalam kitab al-Irwa’ bahwa hadist ini shahih

4.    Faidah Hadist
Wail bin Hujr al-Hadlramiy menggambarkan tasyahud Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam secara akurat, yaitu bahwa Rasulullah saat tasyahud:
a.      Meletakkan siku di atas paha
b.      Telapak tangan kiri memegang paha atau lutut kaki kiri
c.       Mengangkat dan menggerak-gerakkan jari telunjuk tangan kanan dan terus menggerakkan hingga akhir doa tasyahud
d.      Tetap menggerakkan tangan (misalnya saat takbiratul ihram, akan rukuk, berdiri dari rukuk) walaupun menggunakan pakaian atau selimut tebal

Kesimpulan
Benar ada dalil shahih yang menerangkan menggerak-gerakkan jari telunjuk saat tasyahud. Hanya saja imam ash-Shan’ani dalam Subul as-Salam berpendapat bolehnya memilih menggerak-gerakkan atau tidak. Allah lebih dan paling mengetahui. Wallahu a’lam bi shawab

Selasa, 27 Maret 2012

Kapan Makmum Mengucapkan Salam

Kapan Makmum Mengucapkan Salam
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Paras Banjarasri Kalibawang di Pagi Hari (Ngepung Paras)
Selama ini banyak makmum mengucapkan salam pada shalat setelah imam mengucapkan salam yang kedua. Hal yang demikian pun sering disampaikan dan diajarkan oleh para ustadz dalam setiap pengajian. Tulisan ini membahas masalah kapan makmum mengucapkan salam. Semoga bermanfaat.

Beberapa kaidah menjadi makmum
1.    Mengikuti imam
صحيح البخاري - (ج 3 / ص 149)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِذَا صَلَّى جَالِسًا فَصَلُّوا جُلُوسًا أَجْمَعُونَ وَأَقِيمُوا الصَّفَّ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ إِقَامَةَ الصَّفِّ مِنْ حُسْنِ الصَّلَاةِ
Shahih Bukhari (3/149) - ... Dari Abi Hurairah dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau bersabda, “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihinya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah. Dan bila ia mengucapkan, “Sami’allahu lima hamidah”, maka ucapkanlah, “Rabbana wa lakal hamdu.” Apabila ia sujud, maka sujudlah. Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk semuanya.”
Hadist ini dengan tegas memerintahkan kita untuk mengikuti seluruh gerakan imam (yang sesuai syariat)
2.    Tidak mendahului atau membarengi imam
سنن أبي داود - (ج 2 / ص 224)
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ وَمُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْمَعْنَى عَنْ وُهَيْبٍ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي صَالِحٍ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَلَا تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَلَا تَرْكَعُوا حَتَّى يَرْكَعَ وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ قَالَ مُسْلِمٌ وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَلَا تَسْجُدُوا حَتَّى يَسْجُدَ وَإِذَا صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَإِذَا صَلَّى قَاعِدًا فَصَلُّوا قُعُودًا أَجْمَعُونَ
Sunan Abi Dawud (2/224) - ... dari Abi Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, bila ia takbir, maka takbirlah, dan janganlah bertakbir sampai ia bertakbir. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah, dan janganlah ruku’ sampai ia (imam) ruku. Dan bila ia mengucapkan, “Sami’allahu lima hamidah”, maka ucapkanlah, “Rabbana wa lakal hamdu.” Apabila ia sujud, maka sujudlah, dan janganlah kalian sujud sampai ia (imam) (sudah dalam posisi) sujud Dan bila ia shalat dengan duduk, maka shalatlah dengan duduk semuanya.”
Hadist ini menegaskan bahwa makmum wajib mengikuti imam, hanya saja makmum tidak boleh menyamai (bersamaan) dengan gerakan imam. Artinya bila imam sudah bertakbir maka kita pun wajib bertakbir, hanya saja kita dilarang bertakbir bersamaan dengan takbirnya imam. Kita bertakbir bila imam sudah bertakbir. Demikian juga kita ruku, bila imam dalam posisi ruku’, kita sujud bila imam sudah dalam posisi sujud.
Bahkan ada sangsi bagi makmum yang mendahului gerakan imam, seperti disebutkan dalam hadist berikut:
صحيح مسلم - (ج 2 / ص 415)
حَدَّثَنَا خَلَفُ بْنُ هِشَامٍ وَأَبُو الرَّبِيعِ الزَّهْرَانِيُّ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كُلُّهُمْ عَنْ حَمَّادٍ قَالَ خَلَفٌ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ زِيَادٍ
حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا يَخْشَى الَّذِي يَرْفَعُ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يُحَوِّلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ
Shahih Muslim (2/415) - ... menyampaikan kepada kami Abu Hurairah, ia berkata, “Muhammad shalallahu ‘alaiahi wa salam bersabda, “Tidakkah khawatir orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam akan Allah ubah kepalanya menjadi kepala keledai.””

Kapan Imam Mengucapkan Salam
Hadist kedua di atas menegaskan membawa pengertian hendaknya kita bergegas mengikuti perbuatan imam termasuk dalam mengucapkan salam. Imam bertakbir, makmum (segera) bertakbir. Imam ruku’, makmum segera ruku’. Imam bangkit, makmum pun segera bangkit. Begitu juga salam. Imam mengucapkan salam dan menoleh ke kanan, makmum segera mengikuti mengucapkan salam dan menoleh ke kanan. Makmum wajib mengikuti gerakan imam (yang disyariatkan).

Kesimpulan
Makmum hendaknya mengucapkan salam pertamanya segera setelah imam selesai mengucapkan mengucapkan salam pertamanya tanpa menunggu imam (selesai) mengucapkan salam kedua. Wallahu a’lam.

Maraji. Tulisan ini banyak mengambil manfaat dari CD Program Maktabah Shamilah