Minggu, 23 September 2012

MENYEBUT NAMA ALLAH SAAT MENYEMBELIH

Adab-Adab Penyembelihan (Bagian ke-4):
MENYEBUT NAMA ALLAH SAAT MENYEMBELIH
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd

Pelabuhan Gorontalo

Di antara batas kehalalan dan keharaman binatang yang disembelih adalah penyebutan asma Allah (di antaranya adalah Bismillah atau Allahu Akbar). Binatang yang disembelih tanpa disebutkan nama Allah atau nama Allah disebutkan tetapi menyebut makhluk lain, maka binatang tersebut menjadi haram dikonsumsi.
Hal ini berdasarkan kepada firman Allah ta’ala:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ  [المائدة/3]
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
                                                                                        
Suatu saat, ketika penulis masih kecil, menyaksikan penyembelihan ayam jago untuk keperluan genduri. Dalam penyembelihan ayam tersebut, seorang tetua kampung berdoa atau mengikrarkan penyembelihannya kira-kira sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim. Niat ingsung mblelih ayam. Kanthi ayam punika kula sedaya nyuwun kasugengan lan kesahenan dhumateng gusti Allah lan dhumateng sukma ingkang jagi dhusun puniki. Pramila rahipun kula aturaken dhumateng gusti Allah piyambak ingkang murbaing dumadi, wondene sirahipun kangge ingkang njagi lepen Progo, wondene sikilipun kangge ... wondene swiwinipun kangge ....
(Bismillahirrahmanirrahim, saya bernat menyembeih ayam. Dengan ayam tersebut kami semua minta keselamatan dan kebaikan kepada Allah, dan kepada ruh yang menguasai desa ini. Maka darahnya saya persembahkan kepada tuhan Allah sendiri yang maha pencipta, sedangkan kepalanya buat yang menjaga sungai Progo, sedangkan kakinnya buat ... sedangkan sayapnya buat ....). Dan ternyata penyembelihan seperti ini juga dipraktikan dalam acara merti desa atau bersih desa yaitu acara desa untuk menolak balak agar desa terga dan selamat.
Mereka mempersembahkan sebagian untuk Allah, dan mempersembahkan sebagian-sebagian yang lain untuk selain Allah. Dan ternyata, hal seperti ini disinggung oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam al-Quran.
وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا فَمَا كَانَ لِشُرَكَائِهِمْ فَلَا يَصِلُ إِلَى اللَّهِ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَى شُرَكَائِهِمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُون [الأنعام/136]
Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami." Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.
Kesimpulan dari dua ayat di atas adalah penyembelihan yang dilakukan dengan tidak menyebut nama Allah atau nama Allah disebut tetapi menyebutkan nama selain Allah menjadi penyembelihan yang tidak sah dan daging hewa sembelihan itu menjadi haram untuk dikonsumsi.
Berikut adalah salah satu contoh bagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menyembelih saat beliau berkorban saat Idul Adha. Beliau memberikan contoh dengan membaca bismillah saja.
صحيح مسلم - (ج 10 / ص 149)
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ قَالَ قَالَ حَيْوَةُ أَخْبَرَنِي أَبُو صَخْرٍ عَنْ يَزِيدَ بْنِ قُسَيْطٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ
Shahih Muslim (10/149)
Harun bin Ma’ruf bercerita kepada kami, ‘Abdullah bin Wahb bercerita kepada kami, ia berkata, “Haiwah berkata, “Mengabarkan kepadaku Abu Shahr dari Yazid bin Qusaith dari ‘Urwah bin az-Zubair dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan (untuk membawa) dua kambing kibas bertanduk, hitam kakinya, hitam perutnya, dan hitam matanya. Maka dibawakan kambing tersebut untuk disembelih, maka beliau bersabda, “Wahai Aisyiyah, bawalah pisau.” Kemudian beliau berkata, “Asahlah dengan batu.” ‘Aisyah pun melakukannya, lalu beliau mengambilnya dan mengambil kambing kibas itu, lalu merebahkannya lalu menyembelihnya. Kemudian Nabi mengucapkan, “Dengan nama Allah, terimalah dari Muhammad dan dari keluarga Muhammad, serta dari umat Muhammad.” Kemudian beliau menyembelihnya.”
Penulis banyak mengambil manfaat dari
1.        Kitab Mausu’at al-dab al-Islamiyah (Ensiklopedi Adab Islam), karya ‘Abdul Aziz Fathi as-Sayyid Nada, PT Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2009
2.        Kitab Shahih Fiqih Sunnah 3, Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Pustaka at-Tazkia, Jakarta, 2006
3.        CD Program Maktabah Syamilah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar