Ilmu Laduni
Oleh: Sugiyanta,
S.Ag, M.Pd
A beautuful Scene, sunrise from Paras Banjarasri Kalibawang Kulon Progo
Pengantar
Suatu saat penulis berkendara
seseorang yang mengaku datang dari Tangerang dan bercerita tentang
kyai/ustadz/ulamanya yang hebat karena ia sudah mendapatkan dari Allah ilmu
laduni. Berikut kisah teman seperjalan tersebut. Semoga ia bercerita benar
tetapi di sisi lain penulis berharap semoga ceritanya tersebut tidak benar.
Ada seorang kyai
besar/ustadz/ulama sedang berpidato di hadapan orang banyak. Ternyata dia
disuguhi minuman keras oleh panitia. Ia tanpa merasa risih meminumnya di depan
halayak. Ditanyakan kepadanya mengapa ia minum minuman yang diharamkan oleh
agama. Maka ia menjawab bahwa dia meminumnya agar kuat bicara lama. Minuman
keras hanya diharamkan kepada hadirin semua yang belum mengetahui ilmu hakekat.
Karena sang kyai sudah mengetahui ilmu hakekat (ilmu laduni, menurutnya) yang datangnya
dari Allah, maka syariat agama yang dibawa Rasulullah tidak berlaku bagi kyai
tersebut. Karena ia telah mengetahui hakekat mengapa khamr (minuman keras)
diharamkan, maka minuman keras tidak dilarang bagi kyai tersebut.
Ada beberapa pertanyaan tentang
sikap kyai tersebut:
1.
darimana dia tahu kalau
ilham itu dari Allah dan bukan dari hawa nafsu atau setan?
2.
apakah dia lebih hebat dari
Rasulullah, pembawa agama Islam di bumi ini? Padahal beliau shalallahu ‘alaihi
wa salam juga menjauhi khamr dan taat pada syariat agama.
Pengertian
Ilmu laduni sering dilontarkan
oleh orang-orang sufi. Ilmu laduni bagi penganut sufi sering juga disebut ilmu
batin atau ilmu hakikat. Ibn Qayyim rahimahullah (beliau adalah Syamsuddin Abu
Abdillah Muhammad bin Abu Bakar az-Zar'i Ibn Qayyim al-Jauziyah, wafat tahun
751 H) mengatakan, “Yang dimaksud oleh mereka (sufi) dengan ilmu laduni adalah
ilmu yang diperoleh sesorang dengan tidak melalui sebab (belajar) melainkan
dengan melalui ilham dari Allah. Berupa pemberitahuan dari Allah bagi seseorang
sebagaimana Nabi Khidhir ‘alaihi salam tanpa melalui belajar kepada Nabi Musa
‘alaihi salam.”
Ibn Qayyim rahimahullah
memberikan pengertian tersendiri, menurutnya ilmu laduni adalah buah
kesungguhan dalam beribadah dan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
salam, jujur bersama Allah dan ikhlas kepada-Nya. Juga bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu yang datang Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam. Serta kesempurnaan
ketundukkan kepada beliau sehingga dibukakan untuknya memahami al-Quran dan
as-Sunnah yang diberikan secara khusus kepadanya. Sebagaimana perkataan ‘Ali
bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu ketika dia ditanya, “Apakah Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa salam mengkhususkan engkau dengan sesuatu dari manusia
lainnya?. Ali bin Abi Thalib menjawab, “Tidak, demi Dzat yang membolak-balikkan
bijian dan yang menyembuhkan jiwa. Kecuali pemahaman yang diberikan Allah
kepada seseorang tentang kitab suci-Nya.”
Jadi ilmu laduni yang benar
adalah ilmu orang yang tidak menyimpang dari al-Quran dan as-Sunnah. Bila
menyimpang darinya dan tidak terkait dengan keduanya maka itu adalah ilmu
laduni yang datang dari bisikan nafsu sesat dan dari setan. Jadi ilmu laduni
bisa diketahui dari Allah hanya dengan mencocokkan dengan apa yang dibawa oleh
Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam.
Dua Macam Ilmu Laduni
Maka ilmu laduni terbagi menjadi
dua, yaitu laduni dari Allah dan laduni dari setan. Yang menjadi pembeda antara
keduanya adalah wahyu dan tidak ada lagi wahyu setelah Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam.
Tentang Kisah Khiddir dan Musa
‘alaihi salam
Kisah perdebatan Khiddir dan Musa
tentang pembunuhan anak kecil, juga pembocoran tidak perahu bisa dijadikan dasar pengakuan adanya
ilmu laduni. Seperti kita ketahui bahwa Musa adalah Nabi/Rasul untuk bangsa
Israil. Sedangkan Khiddir untuk selainnya. Ini diketahui ketika Khiddir
bertanya kepada Musa, “Engkau Musa Nabi Bani Israil?” Musa menjawab, “Ya”.
Karena Khiddir, yang dalam kisah tersebut nampak lebih pandai dari pada Musa,
bukan dari Bani Israil, tidak wajib bagi Khiddir mengikuti syariat Nabi Musa.
Wallahu a’lam. Adapun Muhammad Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam adalah
Rasul dan Nabi bagi seluruh makhluk dan alam. Maka kerasulannya adalah untuk
seluruh jin dan manusia dalam setiap masa setelah Nabi Muhammad. Lalu bagaimana
dengan kyai yang minum khamr tadi? Benarkah ia mendapat ilham dari Allah, pada
hal dia menerjang syari’ah.
Kesimpulan
Belakangan semakin banyak orang
yang mengakui bahwa ia memiliki ilmu laduni. Sepertinya ilmu laduni terjual dengan
amat murah. Namun cukup bagi kita, ia mendapatkan ilmu laduni dari sisi Allah
apabila apa yang ia kerjakan sesuai dengan al-Quran dan as-Sunnah makbullah.
Bila tidak, pastillah ilmu laduni yang dimiliknya pasti ilmu laduni dari hawa
nafsunya dan dari setan. Wallahu a’lam.
Teks Hadist Pertemuan Musa
‘alaihis-Salam dengan Khidhir ‘alaihis-Salam
Hadist Riwayat al-Bukhari No. Hadist: 4358
حَدَّثَنِي قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
قَالَ حَدَّثَنِي سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ عَمْرِو بْنِ دِينَارٍ عَنْ
سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍإِنَّ نَوْفًا الْبَكَالِيَّ
يَزْعُمُ أَنَّ مُوسَى بَنِي إِسْرَائِيلَ لَيْسَ بِمُوسَى الْخَضِرِ فَقَالَ
كَذَبَ عَدُوُّ اللَّهِ حَدَّثَنَا أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍعَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَامَ مُوسَى خَطِيبًا فِي بَنِي
إِسْرَائِيلَ فَقِيلَ لَهُ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ قَالَ أَنَا فَعَتَبَ اللَّهُ
عَلَيْهِ إِذْ لَمْ يَرُدَّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ وَأَوْحَى إِلَيْهِ بَلَى عَبْدٌ
مِنْ عِبَادِي بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ قَالَ أَيْ رَبِّ
كَيْفَ السَّبِيلُ إِلَيْهِ قَالَ تَأْخُذُ حُوتًا فِي مِكْتَلٍ فَحَيْثُمَا
فَقَدْتَ الْحُوتَ فَاتَّبِعْهُ قَالَ فَخَرَجَ مُوسَى وَمَعَهُ فَتَاهُ يُوشَعُ
بْنُ نُونٍ وَمَعَهُمَا الْحُوتُ حَتَّى انْتَهَيَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَنَزَلَا
عِنْدَهَا قَالَ فَوَضَعَ مُوسَى رَأْسَهُ فَنَامَ قَالَ سُفْيَانُ وَفِي حَدِيثِ
غَيْرِ عَمْرٍو قَالَ وَفِي أَصْلِ الصَّخْرَةِ عَيْنٌ يُقَالُ لَهَا الْحَيَاةُ
لَا يُصِيبُ مِنْ مَائِهَا شَيْءٌ إِلَّا حَيِيَ فَأَصَابَ الْحُوتَ مِنْ مَاءِ
تِلْكَ الْعَيْنِ قَالَ فَتَحَرَّكَ وَانْسَلَّ مِنْ الْمِكْتَلِ فَدَخَلَ
الْبَحْرَ فَلَمَّا اسْتَيْقَظَ مُوسَى قَالَ} لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا {الْآيَةَ قَالَ وَلَمْ يَجِدْ النَّصَبَ حَتَّى جَاوَزَ
مَا أُمِرَ بِهِ قَالَ لَهُ فَتَاهُ يُوشَعُ بْنُ نُونٍ} أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي
نَسِيتُ الْحُوتَ {الْآيَةَ قَالَ فَرَجَعَا يَقُصَّانِ
فِي آثَارِهِمَا فَوَجَدَا فِي الْبَحْرِ كَالطَّاقِ مَمَرَّ الْحُوتِ فَكَانَ
لِفَتَاهُ عَجَبًا وَلِلْحُوتِ سَرَبًا قَالَ فَلَمَّا انْتَهَيَا إِلَى
الصَّخْرَةِ إِذْ هُمَا بِرَجُلٍ مُسَجًّى بِثَوْبٍ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ مُوسَى
قَالَ وَأَنَّى بِأَرْضِكَ السَّلَامُ فَقَالَ أَنَا مُوسَى قَالَ مُوسَى بَنِي
إِسْرَائِيلَ قَالَ نَعَمْ قَالَ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِي مِمَّا
عُلِّمْتَ رَشَدًا قَالَ لَهُ الْخَضِرُ يَا مُوسَى إِنَّكَ عَلَى عِلْمٍ مِنْ
عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَكَهُ اللَّهُ لَا أَعْلَمُهُ وَأَنَا عَلَى عِلْمٍ مِنْ
عِلْمِ اللَّهِ عَلَّمَنِيهِ اللَّهُ لَا تَعْلَمُهُ قَالَ بَلْ أَتَّبِعُكَ قَالَ} فَإِنْ اتَّبَعْتَنِي فَلَا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ
حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا {فَانْطَلَقَا
يَمْشِيَانِ عَلَى السَّاحِلِ فَمَرَّتْ بِهِمْ سَفِينَةٌ فَعُرِفَ الْخَضِرُ
فَحَمَلُوهُمْ فِي سَفِينَتِهِمْ بِغَيْرِ نَوْلٍ يَقُولُ بِغَيْرِ أَجْرٍ
فَرَكِبَا السَّفِينَةَ قَالَ وَوَقَعَ عُصْفُورٌ عَلَى حَرْفِ السَّفِينَةِ
فَغَمَسَ مِنْقَارَهُ فِي الْبَحْرِ فَقَالَ الْخَضِرُ لِمُوسَى مَا عِلْمُكَ
وَعِلْمِي وَعِلْمُ الْخَلَائِقِ فِي عِلْمِ اللَّهِ إِلَّا مِقْدَارُ مَا غَمَسَ
هَذَا الْعُصْفُورُ مِنْقَارَهُ قَالَ فَلَمْ يَفْجَأْ مُوسَى إِذْ عَمَدَ
الْخَضِرُ إِلَى قَدُومٍ فَخَرَقَ السَّفِينَةَ فَقَالَ لَهُ مُوسَى قَوْمٌ
حَمَلُونَا بِغَيْرِ نَوْلٍ عَمَدْتَ إِلَى سَفِينَتِهِمْ فَخَرَقْتَهَا} لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ {الْآيَةَ فَانْطَلَقَا إِذَا هُمَا بِغُلَامٍ يَلْعَبُ
مَعَ الْغِلْمَانِ فَأَخَذَ الْخَضِرُ بِرَأْسِهِ فَقَطَعَهُ قَالَ لَهُ مُوسَى} أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ
جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِي
صَبْرًا إِلَى قَوْلِهِ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا
يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ {فَقَالَ بِيَدِهِ
هَكَذَا فَأَقَامَهُ فَقَالَ لَهُ مُوسَى إِنَّا دَخَلْنَا هَذِهِ الْقَرْيَةَ
فَلَمْ يُضَيِّفُونَا وَلَمْ يُطْعِمُونَا} لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا قَالَ هَذَا
فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ
صَبْرًا {فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدِدْنَا أَنَّ مُوسَى صَبَرَ حَتَّى يُقَصَّ
عَلَيْنَا مِنْ أَمْرِهِمَا قَالَ وَكَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يَقْرَأُ وَكَانَ
أَمَامَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصْبًا وَأَمَّا
الْغُلَامُ فَكَانَ كَافِرًا
Telah menceritakan kepadaku Qutaibah bin Sa'id dia berkata; Telah
menceritakan kepadaku Sufyan bin 'Uyainah dari 'Amru bin Dinar dari Sa'id bin
Jubair dia berkata; "Saya telah berkata kepada Ibnu Abbas bahwasanya Nauf
Al Bikali mengatakan bahwa Musa 'Alaihis Salam yang berada di tengah kaum Bani
Israil bukanlah Musa yang menyertai Nabi Khidhir." Ibnu Abbas berkata;
'Berdustalah musuh Allah. Telah menceritakan kepada kami Ubay bin Ka'ab dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Suatu ketika Nabi Musa
'Alaihis Salam berdiri untuk berpidato di hadapan kaum Bani israil.' Setalah
itu, seseorang bertanya kepadanya; 'Hai Musa, siapakah orang yang paling banyak
ilmunya di muka bumi ini? ' Nabi Musa menjawab; 'Akulah orang yang paling
banyak ilmunya di muka bumi ini.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
berkata: Oleh karena itu, Allah sangat mencela Musa 'Alaihis Salam. Karena ia
tidak menyadari bahwa ilmu yang diperolehnya itu adalah pemberian Allah. Lalu
Allah mewahyukan kepada Musa; 'Hai Musa, sesungguhnya ada seorang hamba-Ku yang
lebih banyak ilmunya dan lebih pandai darimu dan ia sekarang berada di
pertemuan dua lautan.' Nabi Musa 'Alaihis Salam bertanya; 'Ya Tuhan, bagaimana
caranya saya dapat bertemu dengan hambaMu itu? ' Dijawab; 'bawalah seekor ikan
di dalam keranjang dari daun kurma. Manakala ikan tersebut lompat, maka di
situlah hambaKu berada.' Kemudian Musa pun berangkat ke tempat itu dengan
ditemani seorang muridnya yang bernama Yusya' bin Nun. Nabi Musa sendiri
membawa seekor ikan di dalam keranjang yang terbuat dari daun kurma. Keduanya
berjalan kaki menuju tempat tersebut. Ketika keduanya sampai di sebuah batu
besar, maka keduanya pun tertidur lelap. Sufyan berkata pada hadits selain
hadits Amru, dia berkata; Tiba-tiba ikan yang berada di dalam keranjang
tersebut berguncang keluar, lalu masuk ke dalam air laut. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Allah telah menahan air yang dilalui
ikan tersebut, hingga menjadi terowongan. Ikan itu menempuh jalannya di lautan,
sementara Musa dan muridnya kagum melihat pemandangan yang unik itu. Akhirnya
mereka berdua melanjutkan perjalanannya siang dan malam. Rupanya murid Nabi
Musa lupa untuk memberitahukannya. Pada pagi harinya, Nabi Musa berkata kepada muridnya;
'Bawalah makanan kita kemari! Sesungguhnya kita merasa letih karena perjalanan
kita ini.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Belum berapa jauh
Musa melewati tempat yang diperintahkan untuk mencarinya, muridnya berkata;
'Tahukah Anda tatkala kita mencari tempat berlindung di batu besar tadi, maka
sesungguhnya saya lupa menceritakan tentang ikan itu dan tidak ada yang membuat
saya lupa untuk menceritakannya kecuali syetan, sedangkan ikan tersebut
mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.' Musa berkata; 'Itulah
tempat yang sedang kita cari.' Lalu keduanya kembali mengikuti jalan mereka
semula. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Kemudian keduanya
menelusuri jejak mereka semula.' Setelah keduanya tiba di batu besar tadi, maka
mereka melihat seorang laki-laki yang sedang tertidur berselimutkan kain. Lalu
Nabi Musa 'Alaihis Salam mengucapkan salam kepadanya. Nabi Khidhir bertanya
kepada Musa; 'Dari manakah salam di negerimu? ' Musa berkata; 'Saya adalah
Musa.' Nabi Khidhir terperanjat dan bertanya; 'Musa Bani Israil.' Nabi Musa
menjawab; 'Ya.' Nabi Khidhir berkata kepada Musa; 'Sesungguhnya kamu
mendapatkan sebagian ilmu Allah yang diajarkanNya kepadamu yang tidak aku
ketahui dan aku mendapatkan sebagian ilmu Allah yang diajarkanNya kepadaku yang
kamu tidak ketahui.' Musa berkata kepada Khidhir; 'Bolehkah aku mengikutimu
agar kamu dapat mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang
telah diajarkan kepadamu? ' Nabi Khidhir menjawab; 'Sesungguhnya sekali-kali
kamu tidak akan sanggup dan sabar bersamaku. Bagaimana kamu bisa sabar atas
sesuatu yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu? '
Musa berkata; 'Insya Allah kamu akan mendapatiku sebagai orang yang sabar dan
aku pun tidak akan menentangmu dalam suatu urusan pun.' Khidhir menjawab; 'Jika
kamu tetap mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan sesuatu hingga aku
sendiri yang akan menerangkannya kepadamu.' Musa menjawab; 'Baiklah.'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Kemudian Musa dan Khidhir
berjalan menusuri pantai. Tak lama kemudian ada sebuah perahu yang lewat. Lalu
keduanya meminta tumpangan perahu. Ternyata orang-orang perahu itu mengenal
baik Nabi Khidhir, hingga akhirnya mereka mengangkut keduanya tanpa meminta
upah.' Lalu Nabi Khidhir mendekat ke salah satu papan di bagian perahu itu dan
setelah itu mencabutnya. Melihat hal itu, Musa menegur dan memarahinya; 'Mereka
ini adalah orang-orang yang mengangkut kita tanpa meminta upah, tetapi mengapa
kamu malah melubangi perahu mereka untuk kamu tenggelamkan penumpangnya? '
Khidhir menjawab; 'Bukankah telah aku katakan kepadamu bahwasanya kamu
sekali-kali tidak akan sabar ikut bersamaku.' Musa berkata sambil merayu;
'Janganlah kamu menghukumku karena kealpaanku dan janganlah kamu membebaniku
dengan suatu kesulitan dalam urusanku.' Tak lama kemudian, keduanya pun turun
dari perahu tersebut. Ketika keduanya sedang berjalan-jalan di tepi pantai,
tiba-tiba ada seorang anak kecil yang sedang bermain dengan teman-temannya yang
lain. Kemudian, Nabi Khidhir segera memegang dan membekuk kepala anak kecil itu
dengan tangannya hingga menemui ajalnya. Dengan gusarnya Nabi Musa berupaya
menghardik Nabi Khidhir; 'Mengapa kamu bunuh jiwa yang tak berdosa, sedangkan
anak kecil itu belum pernah membunuh? Sungguh kamu telah melakukan perbuatan
yang munkar? ' Khidhir berkata; 'Bukankah sudah aku katakan bahwasanya kamu
tidak akan mampu untuk bersabar dalam mengikutiku. Dan ini melebihi dari yang
sebelumnya.' Musa berkata; 'Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah
ini, maka janganlah kamu perbolehkan aku untuk menyertaimu. Sesungguhnya kamu
sudah cukup memberikan uzur (maaf) kepadaku.' Selanjutnya Nabi Musa dan Khidhir
melanjutkan perjalanannya. Ketika kami berdua tiba di suatu negeri, maka
keduanya pun meminta jamuan dari penduduk negeri tersebut, tapi sayangnya
mereka enggan menjamu keduanya. Lalu keduanya mendapatkan sebuah dinding rumah
yang hampir roboh dan Nabi Khidhir pun langsung menegakkannya (memperbaikinya).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Dinding itu miring (sambil
memberi isyarat dengan tangannya) lalu ditegakkan oleh Khidhir.' Musa berkata
kepada Khidhir; 'Kamu telah mengetahui bahwa para penduduk negeri yang kita
datangi ini enggan menyambut dan menjamu kita. Kalau kamu mau, sebaiknya kamu
minta upah dari hasil perbaikan dinding rumah tersebut. Akhirnya Khidhir
berkata; 'Inilah perpisahan antara aku dan kamu. Aku akan beritahukan kepadamu
tentang rahasia segala perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya.' Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Semoga Allah memberikan rahmat dan
karuniaNya kepada Nabi Musa 'Alaihis Salam. Sebenarnya aku lebih senang jika
Musa dapat sedikit bersabar, hingga kisah Musa dan Khidhir bisa diceritakan
kepada kita dengan lebih panjang lagi. Ubay bin Ka'ab berkata; 'Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Penyebab perpisahan tersebut adalah
karena Musa alpa.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: 'Tak lama
kemudian, datanglah burung kecil tersebut mematuk air laut dengan paruhnya.
Lalu Khidhir berkata kepada Musa; 'Sesungguhnya ilmuku dan ilmumu dan ilmu yang
kita peroleh dari Allah itu hanyalah seperti seteguk air laut yang diperoleh
burung kecil itu di antara hamparan lautan ilmu yang dimiliki Allah.' Sa'id bin
Zubair berkata; 'Ibnu Abbas membacakan ayat Al Qur'an yang artinya; 'Di depan
mereka ada seorang penguasa yang merampas setiap perahu yang bagus. Dan adapun
'Anak kecil yang dibunuh Nabi Khidhir itu adalah kafir.'
Tidak ada komentar:
Posting Komentar