KEMURKAAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Oleh: Abu Faiz Sugiyanta Purwosumarto
Allah
subhanahu wa ta’ala memiliki sifat cinta, benci, ridha, murka dan sifat lainnya-lainnya.
Sifat-sifat tersebut tercantum dalam dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Allah
Murka?
Allah
subhanahu wa ta’ala sendiri menerangkan sifat diri-Nya yaitu murka. Allah
subhanahu wa ta’ala berfirman,
قُلْ
هَلْ أُنَبِّئُكُمْ بِشَرٍّ مِنْ ذَلِكَ مَثُوبَةً عِنْدَ اللَّهِ مَنْ لَعَنَهُ اللَّهُ
وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ
أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ [المائدة/60]
Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu
tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu
disisi Allah, yaitu Allah melaknatnya dan murka kepadanya, di antara mereka
(ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?"
Mereka itu lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.
Ungkapan لَعَنَهُ اللَّهُ
وَغَضِبَ عَلَيْهِ menunjukkan bahwa Allah benar-benar
memiliki sifat murka.
Sebagian
Orang Mentakwilkannya
Sebagian
kaum Muslimin mentakwilkan sifat Allah murka dengan keinginan membalas
kesalahan hamba. Menurutnya sifat murka tak pantas untuk dijadikan sifat Allah,
karena sifat marah adalah sifat manusia, dimana murka adalah bergolaknya darah
di jantung manusia dan marah adalah kecenderungan hati dan syahwat. Sifat itu
tak kayak untuk Allah subhanahu wa ta’ala. Ini pendapat yang aneh. Mereka
menolak sifat Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan untuk diri-Nya ta’ala sendiri.
Padahal
mereka menetapkan bahwa di antara sifat Allah adalah berkehendak. Lalu
bagaimana bisa mereka menolak bahwa Allah juga berkehendak melaknat dan juga
marah. Kalau Allah berkehendak siapa yang akan menolak? Tentu saja kehendak
Allah jauh berbeda dengan kehendak maskhluk-Nya sebagaimana kemurkaan Allah
jauh berbeda dengan kemurkaan makhluk-Nya, meski sama-samak makna yang nyata.
Pendapat
Kaum Jahmiyah
Jahm
bin Shafwan dan pengikutnya menolak segala sifat Allah subhanahu wa ta’ala yang
Allah subhanahu wa ta’ala sifatkan untuk diri-Nya. Seperti sifat marah atau
murka. Mereka menyatakan, “Sesungguhnya semua sifat Allah itu hanyalah
perkara-perkara yang diciptakan yang terpisah dari-Nya. Pada diri-Nya, tidak
tersifat dengan sifat-sifat tersebut. Mereka berpebdapat bahwa sifat-Nya adalah
makhluk-Nya. Pendapat yang aneh.
Pendapat
Kullabiyyah
Ibn
Kullab dan para pengikutnya menyatakan, “Pada asalnya, Allah tidaklah disifati
dengan sesuatu yang berkaitan dengan keinginan dan kekuasaan. Namun justru
semuanya adalah sifat-sifat yang lazim yang ada pada diri-Nya. Sifat itu tidak
berawal dan selalu abadi. Allah tidak hanya marah pada sesuatu, tidak pula hanya
ridha pada waktu tertentu.” Katanya juga, “Tidak hanya bicara ketika Dia
menghendaki, tidak hanya tertawa ketika Dia menghendaki, tidak hanya marah
ketika Dia menghendaki, dan juga tidak hanya ridha ketika Dia menghendaki.”
Merka menjadikan marah, ridha, tertawa, tidak ridha dan sifat-sifat Allah
menjadi satu sifat ke dalam sifat bahwa Allah berkehendak. Artinya bila Allah
berkehendak, secara bersamaan Allah marah, benci, ridha, sekaligus tidak ridha.
Allah tak bisa marah saja, atau ridha saja. Mereka juga meyakini bahwa
kemarahan Allah adalah abadi sepanjang masa.
Keterangan
Rasulullah Tentang Sifat Marah Allah Subhanahu wa ta’ala
Ada
suatu hadist yang menerangkan bahwa keridlaan Allah hanya ada pada saat-saat
tertentu. Kadang Allah subhanahu wa ta’ala sudah menetapkan keridhaan-Nya lalu
dia murka. Sedangkan para penghuni surga telah ditetapkan bagi mereka
keridhaan-Na yang tidak akan diiringi lagi dengan kemurkaan-Nya.
صحيح
البخاري - (ج 20 / ص 216)
حَدَّثَنَا
مُعَاذُ بْنُ أَسَدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ
زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَقُولُ لِأَهْلِ الْجَنَّةِ يَا أَهْلَ
الْجَنَّةِ فَيَقُولُونَ لَبَّيْكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ فَيَقُولُ هَلْ رَضِيتُمْ
فَيَقُولُونَ وَمَا لَنَا لَا نَرْضَى وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أَحَدًا
مِنْ خَلْقِكَ فَيَقُولُ أَنَا أُعْطِيكُمْ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالُوا يَا رَبِّ
وَأَيُّ شَيْءٍ أَفْضَلُ مِنْ ذَلِكَ فَيَقُولُ أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلَا
أَسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أَبَدًا
Shahih
al-Bukahri (20/216)
Mu’adz
bin Asad menceritakan kepada kami, ‘Abdullah mengabarkan kepada kami, Malik bin
Anas mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari ‘Atha bin Yasar dari Abu Sa’id
al-Khudri, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya
Allah tabarak wa ta’ala berfirman kepada penghuni surga, “Wahai penghuni surga.”
Mereka menjawab, “Kami menyambut panggilan-Mu, wahai Tuhan kami, dan
kebaikan-Mu.” Maka Allah berfirman, “Apakah kalian senang?” Mereka menjawab, “Mengapa
kami tidak puas? Dan sungguh Kau memberi kami apa-apa yang Kau tak pernah
berikan kepada satu pun dari makhluk-makhluk-Mu. Maka Allah berfirman, “Aku akan
beri kalian yang lebih utama dari itu.” Mereka berkata, “Wahai Tuhan kami,
apakah yang lebih utama dari itu?” Allah berfirman, “Ku tetapkan bagimu
sekalian keridhaan-Ku, maka Aku tak akan pernah murka kepada kalian selamanya.