Waktu, Syarat, Tata Cara Penyembelihan, Syarat Menjadi Penyembelih, dan Pembagian Daging Kurban
oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Shalat Idul Fitri di Halaman Masjid al-Iman Paras Banjarasri Kalibawang KP
1. Menyembelih Hewan Qurban
a. Waktu Penyembelihan
Waktu penyembelihan hewan korban adalah tanggal 10 sesudah melaksanakan shalat Idul Adha dan 11, 12, 13 Zul Hijjah atau pada hari tasyrik. Adapun penyembelihan yang dilakukan sebelum shalat Idul Adha tidak dianggap korban, akan tetapi hanya penyembelihan biasa.
صحيح البخاري - (ج 17 / ص 235)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
Shahih a-Bukhari (7/235):
... Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, ia berkata, "Nabi shalallahu 'alaihi wa salam besabda: "Barangsiapa menyembelih (hewan korban) sebelum shalat (Idul Adha), maka ia menyembelih untuk dirinya sendiri. Dan orang yang menyembelihnya sesudah shalat (Idul Adha), maka sesungguhnya sempurnalah ibadahnya dan telah mengikuti sunnah kaum muslimin.
مسند أحمد - (ج 34 / ص 107)
قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ قَالَ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ بْنُ مُوسَى عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ عَرَفَاتٍ مَوْقِفٌ وَارْفَعُوا عَنْ بَطْنِ عُرَنَةَ وَكُلُّ مُزْدَلِفَةَ مَوْقِفٌ وَارْفَعُوا عَنْ مُحَسِّرٍ وَكُلُّ فِجَاجِ مِنًى مَنْحَرٌ وَكُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ
Musnad Ahmad: (34/107):
... Dari Jubair ibn Muthim radliallahu anhu, bahwa Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam besabda: “... dan setiap hari tasyrik adalah waktu penyembelihan".
b. Tempat Penyembelihan
Tempat penyembelihan yang utama adalah di tempat melaksanakan sholat Idul Adha sebagaimana yang diperbuat oleh Rasulullahi shalallahu 'alaihi wa salam.
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 58)
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ قَالَ حَدَّثَنِي كَثِيرُ بْنُ فَرْقَدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَنْحَرُ أَوْ يَذْبَحُ بِالْمُصَلَّى
Shahih a-Bukhari (7/235):
... Dari Nafi’ Dari Ibn Umar bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa salam menyembelih korban di tempat shalat (lihat juga HR Nasai no. 4290, Abu Dawud no. 2428, Ibn Majah no. 3152, Ahmad no. 5609).
Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma meneruskan kebiasaan Rasulullah menggunakan tempat penyembelihan sebagaimana dilakukan oleh Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa salam. Seorang Imam atau pemimpin seyogyanya melakukan demikian juga sebagai tanda bahwa hari itu benar-benar sebagai hari penyembelihan. Adapun menyembelih hewan korban di tempat yang lain juga sah.
c. Yang Berhak Menyembelih
1) Yang paling utama melakukan penyembelihan adalah orang yang berkorban.
Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pun menyembelih hewan korbannya sendiri. Berdasarkan hadist
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ رضي الله عنه (أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ, أَقْرَنَيْنِ, وَيُسَمِّي, وَيُكَبِّرُ, وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا. وَفِي لَفْظٍ:ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه وَفِي لَفْظِ: (سَمِينَيْنِ) وَلِأَبِي عَوَانَةَ فِي صَحِيحِهِ: (ثَمِينَيْنِ) بِالْمُثَلَّثَةِ بَدَلَ اَلسِّين ِ وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ, وَيَقُولُ: (بِسْمِ اَللَّهِ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ)
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam biasanya berkurban dua ekor kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Dalam suatu lafadz: Dua ekor kambing gemuk. Menurut riwayat Abu Awanah dalam kitab Shahihnya: Dua ekor kambing mahal -dengan menggunakan huruf tsa' bukan sin- Dalam suatu lafadz riwayat Muslim: Beliau membaca bismillahi wallaahu akbar (lihat Ibn Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram hadist no. 1374)
2) Apabila orang yang berkorban tidak sanggup atau berhalangan untuk melakukan penyembelihan, ia boleh meminta seseorang untuk menyembelihkan hewan korbannya.
صحيح مسلم - (ج 6 / ص 470)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Shahih Muslim (6/470)
Dari ‘Ali, ia berkata: “Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam memerintahkan aku untuk mengurus unta (untuk kurban) dan agar aku menyedekahkan daging, kulit, dan kain penutupnya. Juga agar aku tidak memberi upah untuk tukang potong dari hal itu semua, beliau bersabda: Kami memberinya dari harta kami.”
Hadist ini berhubungan dengan saat Rasulullah naik haji wada’, dan beliau menyembelih seratus ekor unta. Beliau berusaha menyembelihnya sendiri, tetapi setelah penyembelih yang keenam puluh, Rasulullah minta Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu untuk meneruskan penyembelihan unta yang tersisa.
3) Apabila orang yang berkorban tidak sanggup atau berhalangan untuk melakukan penyembelihan, hendaknya ia ikut menyaksikan jalannya penyembelihan ((Lih. Agung Danarto, Drs. M.Ag., Ibadah Qurban Menurut Rasulullah, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, 2003 hal. 31-32)
d. Syarat Menjadi Penyembelih
1) Orang laki-laki atau perempuan yang menyembelih hendaknya orang Muslim
فَكُلُوا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ بِآَيَاتِهِ مُؤْمِنِينَ [الأنعام/118]
Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatNya.
2) Atau kafir kitabi (yaitu orang menisbatkan dirinya kepada Nasrani atau Yahudi).
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آَتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلَا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ [المائدة/5]
Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.
Tetapi Agung Danarto mengutip pendapat al-Zuhaili bahwa orang kafir (termasuk kafir kitabi, ahli kitab) tidak diperbolehkan menyembelih hewan korban. Wallahu a’lam.
3) Orang yang berakal sehat dan bisa membedakan hal yang berbahaya dan yang tidak, yang baik dan buruk (tamyiz). (Lihat Syaikh al-Ustaimin Tatacara Qurban Tuntunan Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam (Talkhis Kitab Ahkam al-Adlhiyah al-Dzakah), Media Hidayah, Yogyakarta, 2003.hal. 76)
e. Tata Cara Penyembelihan
1) Adanya kesengajaan (niat) untuk menyembelih.
Bersungguh-sungguh dalam niat menyembelih karena Allah dam bukan karena yang lainnya. Salah satu contoh menyembelih karena Allah dengan membaca bismillah, takbir (Lihat Syaikh al-Ustaimin Tatacara Qurban Tuntunan Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam (Talkhis Kitab Ahkam al-Adlhiyah al-Dzakah), Media Hidayah, Yogyakarta, 2003.hal. 79)
2) Hewan yang akan disembelih dihadapkan ke arah kiblat
Sebagian ulama, menyatakan bahwa hadist yang berkenaan dengan menghadapkan hewan korban ke arah kiblat saat akan disembelih adalah hadist dlaif, yang lainnya meyatakan hasan
3) Disembelih untuk Allah
Karena firman-Nya
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ [المائدة/3]
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
4) Tidak disebutkan padanya nama selain Allah seperti nama nabi, malaikat, orang-orang shalih, jin dan sebagainya.
5) Disebutkan nama Allah ketika penyembelihan dilakukan dengan mengucapkan bismillah.
Berdasarkan hadist
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكٍ رضي الله عنه (أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُضَحِّي بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ, أَقْرَنَيْنِ, وَيُسَمِّي, وَيُكَبِّرُ, وَيَضَعُ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا. وَفِي لَفْظٍ: ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ) مُتَّفَقٌ عَلَيْه وَفِي لَفْظِ: (سَمِينَيْنِ) وَلِأَبِي عَوَانَةَ فِي صَحِيحِهِ: (ثَمِينَيْنِ) بِالْمُثَلَّثَةِ بَدَلَ اَلسِّين ِ وَفِي لَفْظٍ لِمُسْلِمٍ, وَيَقُولُ: (بِسْمِ اَللَّهِ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ)
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam biasanya berkurban dua ekor kambing kibas bertanduk. Beliau menyebut nama Allah dan bertakbir, dan beliau meletakkan kaki beliau di atas dahi binatang itu. Dalam suatu lafadz: Beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri. Dalam suatu lafadz: Dua ekor kambing gemuk. Menurut riwayat Abu Awanah dalam kitab Shahihnya: Dua ekor kambing mahal -dengan menggunakan huruf tsa' bukan sin- Dalam suatu lafadz riwayat Muslim: Beliau membaca bismillahi wallaahu akbar (lihat Ibn Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram hadist no. 1374)
6) Menggunakan alat yang tajam yang mampu mengalirkan darah.
Nabi shalallahu’alaihi wa salam bersabda,
إن الله كتب الإحسان على كل شيء. فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة, وليحد أحدكم شفرتة، وليرح ذبيحتة.
Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat baik terhadap segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, maka baguskanlah pembunuhannya. Dan apabila kalian menyembelih, maka baguskanlah penyembelihannya. Hendaklah seseorang di antara kalian menajamkan pisaunya dan hendaklah ia menenangkan hewan sembelihannya (Hadist shahih HR Muslim no. 1995, Abu Dawuud no. 2815, at-Tirmidzi no. 1409, an-Nasa’I no. 4405, Ibn Majah no. 3170).
7) menenangkan hewan korban misalnya dengan tidak membiarkan hewan korban melihat hewan korban lain yang sedang disebelih.
f. Upah bagi Tukang Jagal/Penyembelih
Tukang potong (termasuk panitia), menggunakan bagian hewan korban (daging, kulit, kain penutup)
صحيح مسلم - (ج 6 / ص 470)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا, قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Ali radhiallahu’anhu berkata: “Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam memerintahkan aku untuk mengurus unta (untuk kurban) dan agar aku menyedekahkan daging, kulit, dan kain penutupnya. Juga agar aku tidak memberi upah untuk tukang potong dari hal itu semua, beliau bersabda: “Kami memberinya dari harta kami.”
Hadist ini dengan tegas menyatakan bahwa penyembelih tidak boleh diberi upah dari apa saja yang berkaitan dengan hewan korban baik daging, kulit, dan kain penutupnya. Maka sepatutnya dihindari upah terselubung misalkan pekotheh. Pekotheh berasal dari bahasa Jawa bagian tertentu yang diperuntukkan khusus bagi penyembelih atau panitia. Demikian juga hal yang berlaku di daerah tertentu bahwa yang menyembelih (seperti diwajibkan) mendapatkan upah berupa kepala hewan korban. Upah sebaiknya disediakan oleh yang berkorban atau siapa saja dalam bentuk apa saja (misalnya uang, beras) tetapi tidak berasal dari hewan korban.
g. Pembagian daging kurban
Allah ta’ala berfirman:
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [الحج/36]
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan untu-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.
Berdasarkan ayat di atas yang berhak untuk mendapatkan daging korban adalah
1) Yang berkorban
Karena فَكُلُوا مِنْهَا ( maka makanlah sebagiannya) menunjukkan bahwa yang berkorban pun berhak mendapatkan pembagian daging kurban. Artinya ia boleh mengambil sebagian daging korbannya. Dan menurut Imam Ibn Katsir rahimahullah, ia boleh mengambil paling banyak sepertiganya.
Hal ini juga karena adanya hadist yang menyatakan bahwa yang berkorban hendaknya mengambil untuk dimakan, disimpan dan disedekahkan.
صحيح مسلم - (ج 10 / ص 158)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ أَكْلِ لُحُومِ الضَّحَايَا بَعْدَ ثَلَاثٍ ثُمَّ قَالَ بَعْدُ كُلُوا وَتَزَوَّدُوا وَادَّخِرُوا
Shahih Muslim (10/158):
... dari Jabir dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa beliau (pernah) melarang makan daging kurban setelah tiga hari kemudian beliau berkata: ‘(Sekarang) makanlah, berikanlah, dan simpanlah.”
Arti melarang makan daging kurban setelah tiga hari adalah makan daging yang disimpan selama tiga hari. Pada saat itu para sahabat radliallahu ‘anhum dilarang menyimpan karena sedang berada pada masa paceklik, maka menyimpannya berarti tidak peduli dengan kekurangan makan orang yang sedang kelaparan. Kebolehan menyimpan hanya selain pada masa paceklik.
2) Orang yang tidak meminta-minta
Kalimat وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ (beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta)). Ibn Abbas menafsirkannya mereka itu adalah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya. Al-Mujahid menegaskan bisa jadi mereka adalah orang kaya tetapi bisa juga orang miskin tetapi merasa cukup dengan apa yang ada padanya.
3) Orang yang meminta
Kata وَالْمُعْتَرَّ adalah orang-orang yang berkunjung dan meminta bagian daging korban.
Catatan bagi panitia:
Tentu saja pembagian daging korban harus memperhatikan skala prioritas. Artinya bila ada keterbatasan daging korban maka ada yang harus didahulukan di antara penerima yang berhak. Menurut hemat penulis, yang didahulukan untuk mendapatkan daging korban adalah:
1. Yang berkorban bila ia menghendaki untuk mengolah bagi keluarganya
2. Fakir miskin yang meminta
3. Fakir miskin yang tidak minta
4. Bukan fakir miskin tetapi minta
5. Masyarakat sekitar
h. Membagi daging kurban dalam keadaan mentah
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam biasa membagi daging kurban dalam keadaan mentah dan belum dimasak. Hal ini bisa dipahami dari hadist
صحيح مسلم - (ج 6 / ص 470)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَلِيٍّ قَالَ: أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا, قَالَ: نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Ali radhiallahu’anhu berkata: “Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam memerintahkan aku untuk mengurus unta (untuk kurban) dan agar aku menyedekahkan daging, kulit, dan kain penutupnya. Juga agar aku tidak memberi upah untuk tukang potong dari hal itu semua, beliau bersabda: “Kami memberinya dari harta kami.”
Namun begitu boleh juga membaginya setelah dimasak. Wallahu a’lam.