Senin, 15 Oktober 2012

KESALAHAN-KESALAHAN SEPUTAR PENYEMBELIHAN HEWAN KORBAN


 
KESALAHAN-KESALAHAN SEPUTAR PENYEMBELIHAN HEWAN KORBAN
Oleh: Sugiyanta S.Ag, M.Pd

1.        Meninggalkan/Tidak berkorban pada hal mampu
Para ulama telah bersepakat dalam disyariatkannya kurban, tetapi mereka berbeda pendapat dalam hukum bagi orang yang sanggup berkurban. Dalam hal ini ada dua pendapat:
a.      Berkorban adalah wajib dan berdosa bila meninggalkannya.
Sebagian besar pengikut madzhab Imam Abu Haniah berpendapat yang demikian. Dan Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah lebih condong kepada pendapat ini.
b.      Berkorban adalah sunnah muakkadah
Sebagian besar pengikut madzhab Imam asy-Syafi’i lebih memilih kepada bahwa berkorban bagi yang mampu berkorban adalah sunnah muakkadah. Demikan juga sebagian besar pengikut madzhab Imam Malik.
Bagi orang yang mampu berkorban sangat tidak disukai bila ia meninggalkan penyembelihan hewan korban, karena:
a.      Allah berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ .فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ [الكوثر/1، 2]
Sesungguhnya telah Kami limpahkan kepada nikmat yang banyak. Maka shalatlah dan berkorbanlah karena Tuhanmu.
b.      Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam selalu berkorban selama sepuluh tahun beliau di kota Madinah, hingga belia wafat
c.       Berkorban adalah salah satu bentuk syi’ar Islam
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ [الحج/32]
Demikianlah (perintah Allah), dan barangsiapa mengagungkan syiar syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati
d.      Adanya hadist berikut
السنن الكبرى للبيهقي - (ج 9 / ص 260(
(أخبرنا) أبو عبد الله الحافظ أنبأ الحسن بن يعقوب العدل ثنا يحيى بن أبى طالب ثنا زيد بن الحباب عن عبد الله بن عياش المصرى عن عبد الرحمن الاعرج عن أبى هريرة رضى الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من وجد سعة لان يضحى فلم يضح فلا يحضر مصلانا
As-Sunnan al-Kubra lil-Baihaqi (9/260) – Abu ‘Abdullah al-hafidl Anba’ al-Hasan bin Ya’qub al-‘Adl mengabarkan kepada kami, Yahya bin Abi Thalib menceritakan kepada kami, Zaid bin al-Habab menceritakan kepada kami dari ‘Abdullah bin ‘Iyasy al-Mishri dari ‘Abdurrahman al-A’raj dari Abi Hurairah radliallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa memiliki kemampuan untuk berkorban, tetapi tidak berkorban, maka janganlah mendatangi tempat shalat kami.””
(Hadist ini juga diriwayatkan oleh Imam al-Hakim (4/233), Ibn Majah hadist no. 3123)

2.        Orang yang hendak berkorban (mencukur, mencabut, atau menggunting) rambut dan kukunya sendiri
Padahal tersebut dilarang oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Seperti tersebut dalam hadist berikut:
صحيح مسلم - (ج 10 / ص 172) و حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الْعَنْبَرِيُّ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو اللَّيْثِيُّ عَنْ عُمَرَ بْنِ مُسْلِمِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ أُكَيْمَةَ اللَّيْثِيِّ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيَّبِ يَقُولُ سَمِعْتُ أُمَّ سَلَمَةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ فَإِذَا أُهِلَّ هِلَالُ ذِي الْحِجَّةِ فَلَا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ
Shahih Muslim (10/172): Dan ‘Ubaidullah bin Mu’adz al-‘Anbariy menceritakan kepadaku, Muhammad ‘Amr dan al-Laist menceritakan kepada kami dari ‘Umar bin Muslim bin ‘Ammar bin Ukaimah al-Laits, ia berkata: “Aku mendengar Sa’id bin al-Musayyib, ia berkata: “Aku mendengar Ummu Salamah, istri Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa memiliki binatang sembelihan (kurban) dan akan menyembelihnya (berkorban) maka bila terbit (terlihat hilal) hilal Dzulhijjah, maka janganlah memotong sesuatu dari rambutnya dan kukunya sampai ia selesai berkorban.”
Saat menerangkan hadist di atas Imam an-Nawawi rahimahullah dalah Syarah Muslim menyampaikan, “... dan maksud larangan untuk mengambil kuku dan rambut adalah larangan memotong kuku dengan gunting kuku dan sejenisnya. Adapun larangan mengambil rambut adalah baik dengan cara menggundul, memendekkan, mencabut, membakar, menggunakan bahan perontok rambut ataupun yang lainnya. Sama saja, baik itu rambut ketiak, kumis, rambut kemaluan, rambut kepala maupun rambut lainnya yang ada di badannya.”

3.        Menghiasi hewan korban dengan bunga-bunga
Diakui atau tidak, entah ini dilakukan sebagai keyakinan maupun hanya sebagai bahan bercanda, sebagian orang melakukannya. Hal ini merupakan kesalahan disebabkan dua sebab:
a.      Perbuatan ini tidak bersumber dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan para sahabat radlilallahu ‘anhum
b.      Perbuatan ini menyerupai orang-orang ‘ajm (selain orang Arab, karena kebiasaan mereka, umumnya bertentangan dengan Islam) dalam hari raya mereka, dimana mereka menghiasi hewan yang akan disembelih. Seperti warga Hindu di India dan Bali.

4.        Berkorban dengan hewan yang cacat
Hewan korban haruslah bebas dari cacat, karena hewan korban dipersembahkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Oleh karenanya hewan korban yang dipersmbahkan harus sebanding dengan derajat takwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ [الحج/37]
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan darimulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ada juga yang berkorban tetapi tidak berusaha untuk mencari hewan korban yang sehat dan baik. Barangkali hewan cacat dipilih karena harga yang murah. Akan tetapi Rasulullah telah memberikan rambu-rambu empat macam binatang yang cacat, yang tidak boleh untuk berkorban.
سنن أبي داود - (ج 7 / ص 467) حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النَّمَرِيُّ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ فَيْرُوزَ قَالَ: سَأَلْتُ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ مَا لَا يَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصَابِعِي أَقْصَرُ مِنْ أَصَابِعِهِ وَأَنَامِلِي أَقْصَرُ مِنْ أَنَامِلِهِ فَقَالَ أَرْبَعٌ لَا تَجُوزُ فِي الْأَضَاحِيِّ فَقَالَ الْعَوْرَاءُ بَيِّنٌ عَوَرُهَا وَالْمَرِيضَةُ بَيِّنٌ مَرَضُهَا وَالْعَرْجَاءُ بَيِّنٌ ظَلْعُهَا وَالْكَسِيرُ الَّتِي لَا تَنْقَى
Sunan Abi Dawud (7/467): ... dari Abdirrahman, dari ‘Ubaid bin Fairuz, ia berkata: “Aku tanyakan kepada al-Barra' bin ‘Azib: “Apa saja (oleh Rasulullah) dalam penyembelihan hewan korban. Al-Barra' berkata, "Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam berdiri ... kemudian beliau bersabda: Empat hal yang tidak boleh, hewan yang buta sebelah matanya, yang jelas kebutaannya, hewan sakit yang nyata sakitnya, hewan pincang yang nyata kepincangannya, hewan kurus yang tidak berdaging (lihat juga HR Nasai no. 4293, HR Tirmidzi no. 1417, HR Ibn Majah no. 3135)

5.        Berkurban dengan hewan yang masih kecil
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam telah menerangkan kepada kita usia hewan korban yang diperbolehkan.
صحيح مسلم - (ج 10 / ص 142) حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا أَبُو الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ
Shahih Muslim (10/142) ... dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Janganlah kalian menyembelih korban kecuali berupa musinnah. Namun apabila kalian kesulitan mendapatkannya maka sembelihlah domba yang jadza'ah.
Definisi: Musinnah adalah hewan yang telah mengalami tsaniyah (lepasnya dua gigi geraham atau sering disebut poel dalam bahasa Jawa) yaitu:
Unta minimal       : usia 5 tahun
Sapi minimal        : usia 2 tahun
Kambing minimal            : usia 1 tahun
Tetapi apabila kesulitan untuk mendapatkan yang musinnah kita boleh berkorban dengan binatang yang umurnya kurang dari itu yaitu minimal setengah tahun untuk kambing (disebut jadza'ah) (Lihat Syaikh al-Ustaimin Tatacara Qurban Tuntunan Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam (Talkhis Kitab Ahkam al-Adlhiyah al-Dzakah), Media Hidayah, Yogyakarta, 2003.hal. 26-27)
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 27)
حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا زُبَيْدٌ قَالَ سَمِعْتُ الشَّعْبِيَّ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَوَّلَ مَا نَبْدَأُ فِي يَوْمِنَا هَذَا أَنْ نُصَلِّيَ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ أَصَابَ سُنَّتَنَا وَمَنْ نَحَرَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنْ النُّسْكِ فِي شَيْءٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُ أَبُو بُرْدَةَ بْنُ نِيَارٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَبَحْتُ وَعِنْدِي جَذَعَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُسِنَّةٍ فَقَالَ اجْعَلْهُ مَكَانَهُ وَلَنْ تُوفِيَ أَوْ تَجْزِيَ عَنْ أَحَدٍ بَعْدَكَ
Shahih al-Bukhari (4/27) – Adam bercerita kepada kami, ia berkata, “Syu’bah bercerita kepada kami, ia berkata, “Zubaid bercerita kepadakami, ia berkata, “Aku mendengar asy-Sya’biy dari al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, "Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini adalah mengerjakan shalat kemudian pulang dan menyembelih binatang kurban, barangsiapa melakukan hal itu, maka dia telah bertindak sesuai dengan sunnah kita, dan barangsiapa menyembelih biantang kurban sebelum shalat, maka sesembelihannya itu hanya berupa daging yang ia berikan kepada keluarganya, tidak ada hubungannya dengan ibadah kurban sedikitpun." Lalu Abu Burdah bin Niyar berkata; "Wahai Rasulullah, saya telah menyembelih (sebelum shalat) dan aku masih memiliki jad'ah (kambing setengah umur) yang lebih baik daripada binatang musinah (dua giginya sudah tanggal)”, maka beliau bersabda: "Jadikanlah ia (sebagai) penggantinya, dan itu belum mencukupi” atau “namun hal itu tidak untuk orang lain setelahmu.

6.        Tidak menenangkan hewan korban saat (akan) menyembelihnya
Di antara adab menyembelih adalah menenangkan hewan sembelihannya yaitu dengan cara
a.      tidak menajamkan pisau sembelihan di depan hewan korban
المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 422)
حدثنا محمد بن صالح بن هانئ، ثنا يحيى بن محمد بن يحيى الشهيد، رحمه الله، ثنا عبد الرحمن بن المبارك العائشي، ثنا حماد بن زيد، عن عاصم، عن عكرمة، عن عبد الله بن عباس، رضي الله عنهما أن رجلا أضجع شاة يريد أن يذبحها وهو يحد شفرته، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: «أتريد أن تميتها موتات هلا حددت شفرتك قبل أن تضجعها» «هذا حديث صحيح على شرط البخاري ولم يخرجاه»
Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain lil-Hakim (17/422)
Muhammad bin Shalih bin Hani’ bercerita kepada kami, Yahya bin Muhammad bin Yahya asy-Syahid rahimahullah bercerita kepada kami, ‘Abdurrahman bin al-Mubarak al-‘Aisyiy bercerita kepada kami, Hammad bin Zaid bercerita kepada kami, dari ‘Ashim, dari ‘Ikrimah, dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radliallahu ‘anhuma bahwa ada seseorang yang sudah merebahkan kambing yang akan disembelih, semetera ia sedang menajamkan pisaunya. Melihat hal itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Apakah engkau ingin membuatnya mati berkali-kali? Mengapa engkau tidak menajamkan pisaumu itu sebelum engkau merebahkannya?
Al-Hakim berkata, “Hadist ini shahih menurut jalan al-Bukhari tetapi ia tidak meriwayatkannya.”
Hadist di atas mengandung makna lain yaitu:
b.      tidak menyembelih hewan di depan hewan lainnya
c.       lemah lembut terhadap hewan sembelihan

7.        Perempuan Tidak Boleh Menyembelih
Sebagian kaum muslimin di antara laki-laki maupun perempuan menyangka dan meyakini bahwa perempuan tak boleh menyembelih. Perempuan sebenarnya dibolehkan menyembelih, sebagaimana laki-laki. Pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pun, kaum perempuan sudah terbiasa menyembelih seperti digambarkan dengan hadist berikut.
صحيح البخاري - (ج 17 / ص 174)
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ امْرَأَةً ذَبَحَتْ شَاةً بِحَجَرٍ فَسُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَأَمَرَ بِأَكْلِهَا
 وَقَالَ اللَّيْثُ حَدَّثَنَا نَافِعٌ أَنَّهُ سَمِعَ رَجُلًا مِنْ الْأَنْصَارِ يُخْبِرُ عَبْدَ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ جَارِيَةً لِكَعْبٍ بِهَذَا
Shahih al-Bukhari (17/174) – Menceritakan kepada kami Shadaqah berkata, telah mengabarkan kepada kami Abdah dari Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Ka'b bin Malik dari Bapaknya, bahwa ada seorang wanita menyembelih seekor kambing dengan batu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu ditanya tentang itu, maka beliau memerintahkan untuk tetap memakannya."
Al-Laits berkata, “Telah menceritakan kepada kami Nafi' Bahwasanya ia mendengar seorang laki-laki Anshar mengabarkan kepada Abdullah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa budak wanita Ka'b -menyebutkan Hadits seperti ini-."

8.        Memberi upah tukang jagal/tukang potongnya dengan daging hewan korban
Dalam suatu kepanitian kadang ada yang memberikan upah (walau sekedarnya) kepada yang hadir membantu penyembelihan hewan korban dengan daging korban. Ada juga kaum muslimin memberikan upah tukang menyembelihnya dengan kepala atau kulitnya. Hal ini dilarang oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
صحيح مسلم - (ج 6 / ص 470)
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا أَبُو خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ الْكَرِيمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَلِيٍّ قَالَ أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا
Shahih Muslim (6/470) – Yahya bin Yahya menceritakan kepada kami, Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami dari Abdil Karim dari Mujahid dari ‘Abdurrahman bin Abi Laila dari ‘Ali, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memerintahkan kepadaku untuk mengurus unta (untuk kurban) dan agar aku menyedekahkan daging, kulit, dan kain penutupnya. Juga agar aku tidak memberi upah untuk tukang potong dari hal itu semua, beliau bersabda: Kami memberinya dari harta kami.”

9.        Menjual kulit hewan korbannya
Hadist dari Ali di atas berhubungan dengan saat Rasulullah naik haji wada’, dan beliau menyembelih seratus ekor unta. Beliau berusaha menyembelihnya sendiri, tetapi setelah penyembelih yang keenam puluh, Rasulullah minta Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu untuk meneruskan penyembelihan unta yang tersisa.
 Dari hadits tersebut bahwa yang berkorban dilarang menjual daging, kain penutup (biasanya kain penutup pada unta, termasuk tali ikatnya), juga kulitnya. Hal ini diterangkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 8 / ص 118)
وعن عبد الله بن عياش المصري، عن عبد الرحمن الأعرج، عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «من باع جلد أضحيته فلا أضحية له»
Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain lil-Hakim (8/118)
Dan dari Abdullah bin ‘Iyash al-Mishri, dari ‘Adirrahman al-A’raj, dari Abi Hurairah radliallahu ‘anh, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa menjual kulit hewan korban, maka tidak ada (pahala) korban baginya.”


   

1 komentar:

  1. bagaimana kalau yang menjual kulit qurbannya itu adalah orang yang menerima bagian dari qurbannya bukan sohibul qurban seperti contoh dkm mesjid menerima kulit untuk keperluan mesjid lalu menjuanya ws

    BalasHapus