Sunnah-Sunnah Idul Fithri yang Mulai Terlupakan (bag. 1)
Oleh Sugiyanta Purwosumarto, S.Ag, M.Pd
Allahu Akbar, Pemandangan Indah - Sebuah Gunung Berapai - dari Garuda 10 Agustus 2012 Pagi
Pengertian Sunnah
As-Sunnah menurut bahasa berarti jalan, cara, apakah jalan atau cara itu baik maupun buruk. Menurut syar’i, as-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dan para Sahabatnya radliallahu ‘anhum yang meliputi ilmu (agama), i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini aalah as-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela (lihat, Syarah ‘Aqidah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, Yazid bin Abdul Qadir Jawaz, Pustaka at-Taqwa, Jakarta, 2005, hal.9)
Pengertian Sunnah-Sunnah Idul Fithri
Yang penulis maksud Sunnah-Sunnah Idul Fithri dalam tulisan ini adalah petunjuk Rasul shalallahu ‘alaihi wa salam dan juga perbuatan para Sahabat radliallahu ‘anhum saat menjelang, pelaksaan, dan setelah shalat Idul Fithri.
Sebelum Melaksanakan Shalat Idul Fithri
1. Menghidup-hidupkan malam Idul Fithri?
Ada beberapa hadist yang menerangkan perintah untuk menghidup-hidupkan malam Idul Fithri. Hadist tersebut adalah
المعجم الأوسط للطبراني - (ج 1 / ص 162)
حدثنا أحمد بن يحيى بن خالد بن حيان قال: نا حامد بن يحيى البلخي قال : نا جرير بن عبد الحميد، عن رجل وهو: عمر بن هارون البلخي، عن ثور بن يزيد، عن خالد بن معدان، عن عبادة بن الصامت، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: «من صلى ليلة الفطر والأضحى ، لم يمت قلبه يوم تموت القلوب» لم يرو هذا الحديث عن ثور إلا عمر بن هارون ، تفرد به : جرير
Al-Mu’jam al-Ausath lith-Thabari (1/162): ... Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa shalat pada malam Fithri dan Adha, hatinya tidaklah mati pada hari hati-hati mati.”
Hadist di atas berisi perintah untuk menghidup-hidupkan malam Idul Fithri dengan melakukan shalat di dalamnya. Hanya saja imam ath-Thabari menyatakan bahwa tidak ada yang meriwayatkan hadist ini dari Tsaur kecuali Amar bin Harun, Jarir dengannya ia menyendiri. Sehingga hadist ini menyendiri dan ini menurut penulis menunjukkan bahwa hadist ini dlaif. Lebih Namun begitu tak ada laranganuntuk melakkukan shalat malam pada malam Idul Fithri lebih-lebih bagi yang sudah terbiasa menjalankan shalat malam dalam kesehariannya.
2. Takbir pada Malam Idul Fithri?
Pertanyaan pertama yang muncul adalah kapan Rasulullah Memulai Takbir Setelah Ramadhan? Ada yang berpendapat bahwa takbir setelah Ramadhan dapat dimulai setelah maghrib hari terakhir bulan Ramadhan. hal ini sering didasarkan pada
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ [البقرة/185]
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Tetapi ayat ini tidak bisa digunakan untuk dalil/dasar bertakbir pada malam Idul Fithri. Ada juga yang menggunakan hadist riwayat ath-Thabari di atas, tetapi kalau dicermati hadist di atas menerangkan untuk melakukan shalat malam pada malam Idul Fithri dan bukan perintah untuk mengumandangkan takbir.
Lalu kapan kita melaksanakan takbir? Ada hadist yang meriwayatkan waktu Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam, mengumandangkan takbir. Hadist tersebut yaitu:
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 71(حدثنا يزيد بن هارون عن ابن أبي زئب عن الزهري أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج يوم الفطر فيكبر حتى يأتي المصلى وحتى يقضي الصلاة فإذا قضى الصلاة قطع التكبير
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/71) .... Beliau keluar pada hari Idul Fithri, maka beliau bertakbir hingga tiba di mushala (tanah lapang) dan hingga dilaksanakannya shalat. Bila beliau telah menunaikan shalat, beliau menghentikan takbir.
Kesimpulannya: Bila kita mengikuti Rasulullah, kita bisa memulai takbir saat keluar rumah menjuju tanah lapang (mushala) dan mengakhirinya saat shalat Idul Fithi dimulai.
Namun begitu bagi para pembaca yang menjumpai dalil yang dapat diterima (shahih atau hasan) yang berisi adanya contoh Rasulullah atau para Sahabat memulai takbir sejak malam Idul Fithri, kami akan mengikuti dalil yang para pembaca miliki. Wallahu a’lam.
3. Meninggalkan Mandi?
Sebagian kaum Muslimin mulai meninggalkan mandi seperti mandinya orang yang telah jima’ sebelum berangkat menuju tanah lapang. Padahal Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam selalu mandi setiap Idul Fithri maupun Idul Adha.
سنن ابن ماجه - (ج 1 / ص 1)
حَدَّثَنَا جُبَارَةُ بْنُ الْمُغَلِّسِ حَدَّثَنَا حَجَّاجُ بْنُ تَمِيمٍ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَال: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
Sunnan Ibn Majah (1/1): ... dari Ibn ‘Abbas, ia berkata: Dahulu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam mandi pada hari (Idul) Fithri dan Adha.
مسند أحمد - (ج 34 / ص 69)
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ الْخَطْمِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُقْبَةَ بْنِ الْفَاكِهِ عَنْ جَدِّهِ الْفَاكِهِ بْنِ سَعْدٍ وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ
Musnad Ahmad (34/69): ... bahwa Rasulallahu shalallahu ‘alaihi wa salam dahulu selalu mandi pada hari Jumat, Idul Fithri dan Hari Korban
Seperti Ibn Umar radliallahu ‘anhuma, beliau mandi sebelum berangkat ke mushala.
موطأ مالك - (ج 2 / ص 52) و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى
Muwatha’ Malik (2/52): ... dari Nafi’ bahwa Abdullah bin ‘Umar dulu mandi pada Hari Fithri sebelum berangkat ke mushala.
4. Meninggalkan Makan sebelum berangkat ke mushala
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 396)
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَزَّارُ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ عَنْ ثَوَابِ بْنِ عُتْبَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَطْعَمَ وَلَا يَطْعَمُ يَوْمَ الْأَضْحَى حَتَّى يُصَلِّيَ
Dahulmu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam tidak keluar (ke mushala) pada hari Fithri sampai ia makan, dan beliau tidak makan pada hari Adha sampai ia shalat.
5. Memakai baju yang Tak Pantas
Kaum muslimin saat ini banyak memakai baju yang tak pantas untuk mengikuti shalat Idul Fithri dan shalay Jumat. Mereka lebih suka memaki kaos T-shirt, jeans ketat dan terkesan seadanya. Demikian juga kaum laki-laki mulai meninggalkan wangi-wangian. Padahal wangi-wangian adalah sunnah Rasulullah.
المستدرك على الصحيحين للحاكم - (ج 17 / ص 419)
أخبرنا أبو بكر محمد بن عبد الله بن عتاب العبدي، ببغداد، ثنا أبو الأحوص محمد بن الهيثم القاضي، ثنا أبو صالح عبد الله بن صالح، حدثني الليث بن سعد، عن إسحاق بن بزرج، عن زيد بن الحسن بن علي، عن أبيه ، رضي الله عنهما قال: أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم في العيدين أن نلبس أجود ما نجد، وأن نتطيب بأجود ما نجد، وأن نضحي بأسمن ما نجد، البقرة عن سبعة والجزور
Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain li-Hakim (17/419): .... dari Zaid bin al-Hasan bin ‘Ali, dari ayahnya radliallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memerintah kami pada dua hari raya untuk memakai yang terbaik yang kami punyai, dan untuk memakai wangi-wangian yang terharum yang kami punya, dan menyembelih binatang kurban dengan harga termahal yang kami punya (yaitu) sapi dan unta dari tujuh (orang)
6. Menuju Tanah Lapang (Mushala) dengan mengendarai mobil, sepeda motor, sepeda?
Padahal ada petunjuk bahwa Nabi dan para Sahabat hanya berjalan kaki menuju mushala dan tidak mengendari unta atau kuda. Padahal jarak antara Masjid Nabi dan tanah lapang (mushala) pada zaman Nabi kira-kira 400 meter.
سنن الترمذي - (ج 2 / ص 378)
حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ مُوسَى الْفَزَارِيُّ حَدَّثَنَا شَرِيكٌ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: مِنْ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَأَنْ تَأْكُلَ شَيْئًا قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ
Sunan ath-Thirmidzi (2/378): ... dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata: “Termasuk sunah, yaitu hendaknya engkau berangkat ke mushala ‘Id dengan berjalan kaki.”
7. Para wanita mulai enggan mengerjakan shalat Id, karena anggapan shalat berjamaah hanya wajib bagi laki-laki.
Sebagian besar ulama terdahulu menyatakan bahwa hukum melaksanakan shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah wajib. Di antara alasannya adalah kalau shalat Jumat yang tidak harus mendatangkan kaum wanita saja wajib apalagi shalat yang harus diikuti oleh wanita, bahkan wanita yang sedang haid pun wajib mendatanginya maka shalat Idul Fithri tentu juga lebih diwajibkan lagi. Hadist tersebut adalah:
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 407)
حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا عِيسَى بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ حَفْصَةَ بِنْتِ سِيرِينَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Shahih Muslim (4/407) – dari Ummu ‘Athiyah, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam memerintah kami untuk membawa keluar pada hari Idul Fithri dan Idul Adha wanita-wanita yang sudah tua, wanita yang sedang menstruasi, dan gadis-gadis pingitan, sedangkan wanita yang sedang haidl, maka mereka menepi (tidak mengerjakan) shalat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Aku katakan, “Wahai Rasulullah, salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaklan saudaranya meminjamkan jilbab padanya.”
صحيح البخاري - (ج 2 / ص 83)
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: أُمِرْنَا أَنْ نُخْرِجَ الْحُيَّضَ يَوْمَ الْعِيدَيْنِ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ فَيَشْهَدْنَ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَدَعْوَتَهُمْ وَيَعْتَزِلُ الْحُيَّضُ عَنْ مُصَلَّاهُنَّ قَالَتْ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِحْدَانَا لَيْسَ لَهَا جِلْبَابٌ قَالَ لِتُلْبِسْهَا صَاحِبَتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
Shahih al-Bukhari (2/83) ... dari Ummu ‘Athiyah, ia berkata: “Kami diperintah untuk mengeluarkan wanita-wanita yang sedang haid pada dua hari raya, dan gadis-gadis dalam pingitan, maka mereka menyaksikan jamaah muslimin dan dakwah mereka dan para wanita yang sedang haidl menepi dari tempat shalatnya”. Ia (Ummu Athiyah) bertanya: Wanita? Wahai Rasulullah. Salah seorang dari kami tidak memiliki jilbab.” Beliau menjawab: “Hendaklan saudaranya meminjamkan jilbab padanya.”
8. Meninggalkan anak-anak di rumah bersama pembantu?
Pada masa Rasulullah, anak-anak kecil juga diajak ke tanah lapang untuk menunaikan shalat Id. Hal ini diceritakan oleh Abdurrahman bin ‘Abis radliallahu ‘anhu.
صحيح البخاري - (ج 4 / ص 49)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَابِسٍ قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيلَ لَهُ أَشَهِدْتَ الْعِيدَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نَعَمْ وَلَوْلَا مَكَانِي مِنْ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ
Shahih al-Bukhari (4/49): Abdurrahman bin ‘Abis berkata, “Aku mendengar ibn ‘Abbas ditanya, “Apakah kamu menyaksikan shalat ‘Id bersama salallahu ‘alaihi wa salam?” Ia menjawab, “Betul, kalaulah bukan karena umurku masih kecil, niscaya aku tidak menyaksikannya (anak-anak).”
9. Sendiri-sendiri menuju tanah lapang
Kaum Muslimin kini lebih senang pergi ke tanah lapang sendiri-sendiri, atau mungkin hanya bersama-sama dengan keluarganya. Pada hal Rasulullah dan para Sahabat berangkat ke tanah lapang berombongan seperti tergambar pada hadist berikut.
السلسلة الصحيحة - (ج 1 / ص 170)
أخرجه البيهقي ( 3 / 279 ) من طريق عبد الله بن عمر عن نافع عن عبد الله بن عمر:" أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يخرج في العيدين مع الفضل بن عباس و عبد الله و العباس، و علي، و جعفر، و الحسن، و الحسين، و أسامة بن زيد و زيد بن حارثة، و أيمن بن أم أيمن رضي الله عنهم، رافعا صوته بالتهليل و التكبير، فيأخذ طريق الحذائين حتى يأتي المصلى ، و إذا فرغ رجع على الحذائين حتى يأتي منزله " .
As-Silisilah ash-Shahihah (1/170): al-Baihaqi mengeluarkannya (3/279) dari jalan Abdullah bin ‘Umar, dari Nafi’ dari Abdullah bin ‘Umar: “Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dahulu keluar pada dua hari Id (Fithri dan Adha) bersama-sama dengan al-Fadhl bin ‘Abbas, Abdullah bin ‘Abbas, ‘Ali, Ja’far, al-Hasan, al-Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haristah, Aiman bin Ummu Aiman radliallahu ‘anhum, mengeraskan suara dengan tahlil dan takbir ...
10. Berjalan ke tanah lapang dengan tidak mengumandangkan takbir?
Hadist yang disebut di atas adalah teladan bagi kita
11. Menambah-nambah lafadz takbir?
Padahal para Sahabat hanya meriwayatkan dengan lafal-lafal takbir berikutK
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 73)كيف يكبر يوم عرفة ؟ حدثنا أبو بكر قال حدثنا جرير عن منصور عن إبراهيم قال كانوا يكبرون يوم عرفة وأحدهم مستقبل القبلة في دبر الصلاة. الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/73): Bagaimana bertakbir pada hari Arafah? ... dari Ibrahim, ia berkata: Dahulu mereka bertakbir pada hari Arafah, ... sebelum dan sesudah shalat (Idul Adha): “Allahu akbar, Allahu akbar, la ilaha illallahu wallahu akbar wa lillahil-hamd”
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 72)
حدثنا أبو الأحوص عن أبي إسحاق عن الاسود قال كان عبد الله يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى صلاه العصر من النحر يقول الله أكبر الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/72) ... dari al-Aswad, ia berkata: Dahulu Abdullah (bin Mas’ud – pen) bertakbir dari shalat Fajar (Shubuh) pada hari Arafah sampai shalat Ashar pada hari Korban dengan mengucapkan: “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar la ilaha illallahu wallahu akbar wa lillahil-hamd”
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 74)
حدثنا يحيى بن سعيد عن أبي بكار عن عكرمة عن ابن عباس أنه كان يقول : الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا الله أكبر وأجل الله أكبر ولله الحمد.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/74) ... dari ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas bahwa ia mengucapkan “Allahu akbar kabira, Allahu akbar kabira, Allahu akbar wa ajal Allahu wa lillahil-hamd”
السنن الكبرى للبيهقي - (ج 3 / ص 316)
(واخبرنا) أبو الحسين بن بشران انبأ اسمعيل بن الصفار ثنا احمد بن منصور ثنا عبد الرزاق انبأ معمر عن عاصم بن سليمان عن ابي عثمان النهدي قال كان سلمان رضي الله عنه يعلمنا التكبير يقول كبروا الله اكبر الله اكبر كبيرا,
As-Sunnan al-Kubra lil-Baihaqi (3/316): ... dari Abi ‘Ustman an-Nahdi, ia berkata: Dahulu Salman radliallahu ‘anhu mengajari kami takbir (dengan) mengucapkan “Allahu akbar, Allahu akbar kabira”.
مصنف ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 73)
حدثنا يحيى بن سعيد القطان عن بكار عن مكحول عن ابن عباس أنه كان يكبر من صلاة الفجر يوم عرفة إلى اخر أيام التشريق لا يكبر في المغرب (يقول) الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا اللع أكبر وأجل الله أكبر ولله الحمد.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/m73): ... dari ibn ‘Abbas, bahwa dahulu a bertakbir dari shalat fajar hari Arafah hingga akhir hari tasyrik, ia tidak bertakbir saat maghrib (dengan): الله أكبر كبيرا الله أكبر كبيرا اللع أكبر وأجل الله أكبر ولله الحمد.