PERIHAL UCAPAN SAHABAT ‘UMAR BIN
KHATHTHAB RADLIALLAHU ‘ANHU:
"SEBAIK-BAIK BID’AH ADALAH SEPERTI
INI"
Oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Teks Hadisr
صحيح
البخاري - (ج 7 / ص 135) وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ
الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ
أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ
فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ
هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ
عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ
يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ
اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Shahih al-Bukhari (7/135)
Dan dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az
Zubair dari 'Abdurrahman bin 'Abdul Qariy bahwa dia berkata; "Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththob radliallahu
'anhu pada
malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok
secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat
diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar
berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan
dipimpin satu orang imam, itu lebih baik". Kemudian Umar memantapkan
keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh
Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan
ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam,
lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini. Dan mereka yang
tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang
ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang
secara umum melakukan shalat pada awal malam.”
Takhrij Hadist
Hadist ini selain diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari seperti tersebut di
atas, juga diriwayatkan oleh pencatat hadist lainnya walau dengan redaksi yang
berbeda. Di antaranya oleh Imam Malik dalam al-Muwatha’, al-Firabi, Ibn Abi
Syaiabah dan Ibn Sa’ad.
Isi hadist
Pada masa pemerintahan ‘Umar bin al-Khaththab speninggal Abu Bakar
ash-Shidiq radliallahu ‘anhuma, para sahabat menjalankan shalat tarawih
berpencar-pencar walaupun dalam satu masjid, ada yang shalat sendiri, ada
beberapa jamaah yang hanya diikuti kurang dari sepuluh orang. Lalu ‘Umar bin
al-Khaththab menyatukan mereka di malam satu jamaah shalat dengan Imam Ubbay
bin Ka’ab. Beliau merasa senang melihat hal ini lalu berkata, "Sebaik-baiknya
bid'ah adalah ini. Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik
daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di
akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal
malam.”
Namun
begitu ‘Umar bin al-Khaththab tetap menilai bahwa yang mengerjakan shalat
tarawih di akhir malam lebih baik dari pada yang shalat tarawih pada awal malam
(setelah ‘Isya)
Pemahaman
yang keliru tentang pernyataan ‘Umar bin al-Khaththab radliallahu lanhu: "Sebaik-baiknya
bid'ah adalah ini.”
Hanya saja di kalangan umat Islam sekarang ini
salah memahami pernyataan, "Sebaik-baiknya bid'ah
adalah ini” setidaknya dalam dua hal yaitu:
a.
Kesalahan pemahaman pertama: Berjamaah shalat
tarawih adalah bid’ah yang tidak pernah ada di jaman Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam.
Tentu saja pemahaman ini keliru karena pada zaman Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam shalat tarawih berjamaah sudah ada, dan Rasulullah sendiri
yang menjadi imam shalat. Beberapa hadist yang menerangkan
bahwa Rasulullah shalat malam pada bulan Ramadhan adalah sebagai berikut:
Pertama:
مصنف
ابن أبي شيبة - (ج 2 / ص 286)
حدثنا
زيد بن حباب عن معاوية بن صالح قال حدثني نعيم بن زياد أبو طلحة الانماري قال
سمعت النعمان بن بشير على منبر حمص يقول قمنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم
ليلة ثلاث وعشرين إلى ثلث الليل الاول وقمنا معه ليلة خمس وعشرين إلى نصف الليل
وقمنا معه ليلة سابعة وعشرين حتى ظننا أنه يفوتنا الفلاح وكنا نعده السحور.
Mushnaf Ibn Abi Syaibah (2/286)
… Nu’aim bin Ziyad Abu Thalhah al-Anmari
menceitakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengan an-Nu’man bin Basyir di
atas mimbar berkata, “Kami pernah shalat bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa salam pada malam kedua puluh tiga sampai sepertiga malam awal, dan kami
pernah shalat bersama beliau pada malam kedua puluh lima hingga separuh malam,
dan kami shalat bersamany pada malam kedua puluh tujuh sampai kami menyangka
bahwa kami tak mendapatkan kemenangan.” Dan dahulu kami menyebutnya
(kemenangan) untuk waktu sahur.
Hadist ini
menerangkan bahwa Rasulullah menjadi Imam shalat malam pada bulan Ramadhan baik
pada awal malam, tengah malam maupun akhir malam.
Kedua:
صحيح
البخاري - (ج 4 / ص 290)
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ
عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي
الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ
النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ
فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ وَلَمْ يَمْنَعْنِي
مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ
فِي رَمَضَانَ
Shahih
al-Bukhari (4/290)
Telah
menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada
kami Malik dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah Ummul
Mu'minin radliallahu 'anha berkata, "Pada suatu malam Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melaksanakan shalat di masjid, maka orang-oang
mengikuti shalat Beliau. Pada malam berikutnya Beliau kembali melaksanakan
shalat di masjid dan orang-orang yang mengikuti bertambah banyak. Pada malam
ketiga atau keempat, orang-orang banyak sudah berkumpul namun Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat bersama mereka. Ketika
pagi harinya, Beliau bersabda, "Sungguh aku mengetahui apa yang kalian
lakukan tadi malam dan tidak ada yang menghalangi aku untuk keluar shalat
bersama kalian. Hanya saja aku khawatir nanti diwajibkan atas kalian".
Kejadian ini di bulan Ramadhan.
Hadist menerangkan
bahwa Rasulullah mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan berjamaah bersama
para sahabat yang mulia. Hanya saja Beliau tidak melaksanakan terus menerus
karena khawatir shalat malam pada bulan Ramadhan dianggap wajib.
Kedua hadist sudah
cukup untuk meyakinkan bahwa Rasulullah menjadi imam dalam shalat malam pada
bulan Ramadhan. Dan anggapan bahwa shalat malam berjamaah pada bulan Ramadhan
dimulai dari masa pemerintahan ‘Ibn al-Khaththab radlialahu ‘anhu rupanya tidak
tepat.
b.
Kesalahan pemahaman kedua: bahwa di antara bid’ah itu ada yang terpuji
Dengan ucapan ‘Umar
radliallahu ‘anhu, "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini”, banyak kalangan
menilai adanya bid’ah yang terpuji. Padahal kata ‘bid’ah’ yang diucapkan ‘Umar
radliallahu ‘anhu tadi bukanlah bid’ah dalam pengertian istilah yang bermakna
mengada-adakan ibadah tanpa tuntunan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
Dan kita meyakini bahwa ‘Umar tak bermaksud
mengada-adakan ibadah baru tersebut. Sebaliknya, ‘Umar radliallahu ‘anhu
menghidupkan kembali sunah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, yaitu
menghidup-hidupkan shalat malam berjamaah pada bulan Ramadhan seperti yang
diterangkan oleh dua hadist di atas.
Kata bid’ah yang dimaksud dalam perkatan beliau
itu adalah bid’ah dalam pengertian secara bahasa, yaitu satu kejadian yang
belum dikenal sebelum beliau perkenalkan. Dalam pengertian bahwa shalat
malam/tarawih pada bulan Ramadhan memang tidak dijalankan pada masa
pemerintahan Abu Bakar ash-Shidiq dan awal-awal pemerintahan ‘Umar bin
al-Khaththab sendiri. Salah satu dari beberapa alasan mengapa Abu Bakar belum
menghidup-hidupkan shalat malam berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan adalah
penumpasan-penumpasan pemberontak, dan peperangan terhadap beberapa golongan
yang tak mau membayar zakat.
Dalam kacamata pengertian bahwa yang diperbuat
itu sesuai apa yang dijalankan Rasululullah, yaitu mengangkat satu imam pada
satu masjid untuk mengimami shalat malam/tarawih adalah menghidup-hidupkan
sunnah, dan ini bukan bid’ah dalam pengertian menurut istilah agama. Karena
shalat malam/tarawih berjamaah di masjid ada tuntunan dari Rasulullah maka yang
diperbuat ‘Umar, sekali lagi bukan bid’ah, karena memang beliau tak bermaksud
mengada-ada ibadah baru yang tak ada tuntunannya.
Abdul Wahhab as-Subki mengutip pendapat Ibn Abd
al-Barr dalam kitabnya Isyraqul Mashabih fi Shalati at-Tarawih sebagai berikut:
“Dalam hal itu ‘Umar tidak sedikitpun membuat-buat sesuatu melainkan sekedar
menjalankan yang disunahkan, disukai, dan diridlai Nabi shalallahu ‘alaihi wa
salam. Bahwa yang menghalangi Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam melakukan secara
terus menerus adalah semata-mata karena takut dianggap wajib atas umatnya.
Sedangkan beliau adalah seseorang yang pengasih dan penyayang pada umatnya.
Ketika ‘Umar mengetahui bahwa amalan-amalan yang wajib tak akan bertambah atau
berkurang sesudah Nabi wafat, maka ia mulai menghidup-hidupkan shalat
tarawih/shalat malam pada bulan Ramadhan berjamaah. Ini terjadi pada tahun 14
Hijriah …”
terima kasih mohon izin digunakan atau apa saja
BalasHapus