Selasa, 31 Mei 2011

Antara shalat sunat fajar dan sunat qabliyah (rawatib) shubuh


Antara shalat sunat fajar dan sunat qabliyah (rawatib) shubuh
oleh: Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Pagi Hari dari Barat Dusun Paras Banjarasri Kalibawang Kulon Progo, Ahad 29 Juni 2011

Karena hadist:
حَدِيثُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْهَا بِوَاحِدَةٍ فَإِذَا فَرَغَ مِنْهَا اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ
Diriwayatkan daripada Aisyah radliallahu 'anhu, katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w melakukan shalat malam sebanyak sebelas rakaat, salah satu darinya shalat Witir. Apabila Beliau selesai shalat beliau berbaring di atas lambung kanan  sampai beliau mendengar suara tukang azan, lalu beliau mendirikan shalat dua rakaat dengan ringkas (lih. HR Bukhari no. 590, 939, 1094, 1095, 5835, Muslim no. 1215, Tirmidzi no. 404, 421, Nasai no. 678, 937, Ibn Majah 1348/1349)
Karena hadist:
حَدِيثُ حَفْصَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا : عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ حَفْصَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبَرْتُهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الْأَذَانِ لِصَلَاةِ الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ تُقَامَ الصَّلَاةُ
Hadis Hafsah r.a: Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a katanya: Sesungguhnya Hafsah radliallahu 'anhuma menceritakan kepadanya bahwa: Ketika tukang azan selesai dari mengumandangkan azan untuk shalat Shubuh, Beliau mendirikan shalat sunat dua rakaat dengan ringkas sebelum mendirikan shalat Subuh (Lih. HR Bukhari no. 583, 1102, 1109, HR Muslim no. 1184, Nasai no. 579, Ibn Majah 1135)
Karena Hadist Ibn Abbas:
“Saya menginap di rumah Rasulullah shalallau ‘alaihi was-salam, ketika itu Beliau di kediaman Maimunah Radhiallahu ‘anha. Beliau tidur …. Beliau lalu shalat dua rakaat ringan. Dalam shalat itu  Beliau membaca al-Fatihah pada setiap rakaat. Setelah itu beliau salam. Kemudian Beliau shalat lagi 11 rakaat termasuk witir, dan kemudian tidur. Setelah itu datang Bilal menggugah Beliau, “Shalat Rasulullah, Shalat! Beliau lalu bangun dan shalat dua rakaat, kemudian shalat mengimami manusia. HR Abu Dawud: I:215 dan Abu Umanah: II:318. (lihat Shalat Tarawih: hal. 135). 

Kesimpulan:
-     Hadist pertama menerangkan bahwa Rasulullah setelah menunaikan shalat witir kemudian berbaring, kemudian setelah mendengar adzan Rasulullah menunaikan shalat dua rakaan ringkas
-       hadist kedua menerangkan ketika tukang azan selesai mengumandangkan azan untuk shalat Shubuh, Rasulullah mendirikan shalat sunat dua rakaat dengan ringkas sebelum mendirikan shalat Subuh
-     artinya kalau ada perbedaan shalat fajar dan rawatib subuh, pastilah Rasulullah mengerjakan shalat dua rakaat dua kali, tetapi kenyataannya Rasulullah seteleh mengerjakan shalat malam, beliau beristirahat, setelah terdengar adzan beliau shalat dua rakaat kemudian pergi ke masjid. Jadi shalat fajar dan rawatib shubuh itu sama.

Maraji’
1.      Abdullah bin Abdurrahman ibn Shalih Alu Basam, Taisirul ‘Allam Syarah ‘Umdatul Ahkam, Jilid 2, Cahaya Tauhid Press, 1994
2.      Hammid bin Abdullah al-Mathar, Ensiklopedia Bid’ah (al-Bida’ wal Muhdastat wama La Ashla lah), Darul Haq, Jakarta, 2005.
3.      Ibn Hajar al-Asqani, Bulughul Maram, Gema Risalah Press, Bandung, 1994.
4.      Imam an-Nawawi, Riyadhus Shalihin, Duta Ilmu, 2003.
5.      Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shaikh, Shalat Tarawih, Menurut Tuntunan Rasulullah Shalalahu’alaihi was-salam (Shalatu at-Tarawih), at-Tibyan, Solo, 2000.
6.      Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shaikh, Terjemah Tamamul Minnah, Koreksi dan Komentar secara Ilmiah terhadap Kitab Fiqhus Sunah Karya Sayyid Sabiq, (Tamamul Minnah fit-Ta’liq ‘ala Fiqhus Sunnah) Maktabah Salafy Press, Tegal, 2002.
7.      Muhammad Nashiruddin al-Albani, Shaikh, Sifat Shalat Nabi Shalallahu ‘alaihi was-Salam (Shifatu Shalatu an-Nabiyyi Shalallahu ‘alaihi was-Salam) Media Hidayah, Yogyakarta, 2000.
8.      Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih, cet.III

Senin, 30 Mei 2011

Meratapi Jenayah dan Akibatnya

Niyahah (meratapi) orang yang mati
oleh Sugiyanta, S.Ag, M.Pd
Kali Belan di Selatan Jembatan Muntilan, Ahad 17 April 2011

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda:
أثْنَتَانِ فِي النَّاسِ هُمَا بِهِمْ كُفْرٌ: الطَّعْنُ فِي النَّسَبِ، وَالنِّياحَةُ عَلَى الْمَيِّتِ.
Dua perkara yang apabila ada dalam diri manusia akan menyebabkan kekufuran, yaitu mencela nasab (keturunan) dan meratapi jenazah.(lih. Talkhshih Ahkam al-Janaiz, bab 6)
Nihayah adalah kadar yang lebih daripada menangis.
Beda menangis dan meratap adalah seperti disebutkan dalam hadist berikut: Dari Ibn Umar radliallahu anhuma, sesungguhnya Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam menjenguk Saad Ibn Ubadah, dan bersamanya Abdurrahman bin Auf, Saad bi Abi Waqash, Abdullah bin Mas’ud radilallahu 'anhu. Maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam menangis merekapun ikut menangis, maka Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bertanya,
أَلاَ تَسْمَعُونَ؟ إِنَّ اللهَ لاَ يُعَذِبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ، وَلاَ بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِن يُعَذِبُ بِهَذَا أَوْ يَرْحَمْ. وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ.
Apakah kalian mendengar? Sesunggunya Allah tidak akan menyiksa karena air mata, tidak juga karena sedih hati, tetapi Dia menyiksa atau mengasihi karena ini. Beliau menunjuk kepada lesannya. HR Bukhari dan Muslim (lih. Riyadh ash-Shalihin, hadist no. 930). Menagisnya Rasulullah itu dengan air mata dengan tanpa suara. Selebih mengeluarkan air mata dan bersedih hati adalah niyahah (ratapan). Wallahu a’lam bishshawab. 
Termasuk niyahah (meratap) adalah memukul-mukul muka, menaruh tanah di kepala, merobek baju dll.

Minggu, 29 Mei 2011

Hukum Memakai Emas dan Sutra bagi Laki-Laki


Hukum Memakai Emas dan Sutra bagi Laki-Laki
oleh Sugiyanta
Panggang Gunung Kidul 11 Januari 2011
Hudzaifah bin al-Yaman radhilallahu ‘anhu mengatakan:
أَمَرَنَا رسول الله صل الله عليه وسلم بِسَبْعٍ، وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ، أَمَرَنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ،وَ تَشْمِيتِ الْعَاطِسِ، وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ، - أَوْ الْمُقْسِمِ - ، وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ،وَ إِجَابَةِ الدَّاعِى ، وَ إِفْشَاءِ السَّلاَمِ، وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِمَ – أَوْ عَنْ تُخَتُّمٍ – بِالذَّهَبِ وَ عَنْ شُرْبٍ بِالْفِضَّةِ، وَعَنِ الْمَيَاثِرِ، وَ عَنِ الْقَسِّيَّ، وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ، وَاْلإِسْتَبْرَقِ، وَ الدِّيْبَاجِ
Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam memerintahkan kami untuk melakukan tujuh perkara dan melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami untuk menengok orang sakit, mengiringi jenazah, menjawab orang bersin, memenuhi sumpah, menolong orang teraniaya, mendatangi undangan, dan menyebarkan salam.
Beliau melarang kami dari memakai cincin emas, minum dengan bejana emas, memekai mayatsir (alas duduk kendaraan dari sutra), memakai sutra dari al Qassu (daerah di Mesir), memakai sutra halus, memakai sutra tebal, dan memakai sutra yang kasar. (HR Muslim al-Libas wa az-Zinah 3)
 

Sabtu, 28 Mei 2011

Sepantasnya kita tinggalkan shalawat yang ini صلاة الله سلم الله * على طه رسول الله* صلة الله سلم الله * على يس حبب الله توسلنا ببسم الله* وبالهدى رسول الله * وكل مجهد لله* بأهل البدر يا الله


Sepantasnya kita tinggalkan shalawat yang ini
صلاة الله سلم الله * على طه رسول الله* صلة الله سلم الله * على يس حبب الله
توسلنا ببسم الله* وبالهدى رسول الله * وكل مجهد لله* بأهل البدر يا الله

1.        Tentang bait:
 صلاة الله سلم الله * على طه رسول الله* صلة الله سلم الله * على يس حبب الله
Semoga shalawat Allah, dan keselamatan (milik) Allah, dilimpahkan kepada Thaha, rasul Allah, semoga shalawat Allah, dan keselamatan (milik) Allah, dilimpahkan kepada Yasin, kekasih Allah.
Isi shalawat pada bait ini intinya benar yaitu minta kepada Allah agar melimpahkan shalawat dan salam kepada Muhammad shalallahu 'alaihi wa salam. Yang menjadi masalah adalah adanya nama Thaha dan Yasin sebagai nama Muhammad shalallahu 'alaihi wa salam. Karena tidak dijumpai hadist atau ucapan bahwa beliau  shalallahu 'alaihi wa salam mempunyai nama Thaha dan Yasin. Adapun nama-nama beliau shalallahu 'alaihi wa salam adalah seperti hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi rahimahullah berikut:
سنن الترمذي - (ج 10 / ص 56) حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَخْزُومِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِي أَسْمَاءً أَنَا مُحَمَّدٌ وَأَنَا أَحْمَدُ وَأَنَا الْمَاحِي الَّذِي يَمْحُو اللَّهُ بِيَ الْكُفْرَ وَأَنَا الْحَاشِرُ الَّذِي يُحْشَرُ النَّاسُ عَلَى قَدَمِي وَأَنَا الْعَاقِبُ الَّذِي لَيْسَ بَعْدِي نَبِيٌّ
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa salam bersabda, ”Sesungguhya untukku nama-nama: aku Muhammad; dan aku Ahmad; dan aku al-Mahi, yaitu dengan jalan aku, Allah membasmi kakafiran; Aku al-Hasyir, yang manusia dihimpun dibelakangku; aku al-'Aqib, al-Aqib yaitu yang tidak ada nabi setelahku”. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahih)
Hudzaifah radliallahu 'anhu berkata, "Aku bertemu dengan Nabi shalallahu 'alaihi wa salam pada suatu jalan di Madinah. Beliau bersabda, "
أَنَا محمد، وأَنَا أحمد، وأَنَا نبي الرحمة و نبي التوبة، وأَنَا المقفي، وأَنَا الحاشر، و نبي الملاحم
Aku Muhammad; aku Ahmad; aku Nabiyur-Rahmah, dan aku Nabiyuth-Thaubah. Aku al-Muqaffi (yang datang mengikuti jejak para Nabi); aku al-Hasyir dan Nabiyul Malahim (Nabi yang mengalami banyak peperangan) (lih. kitab asy-Syamail Muhammadiyah, oleh Imam Tirmidzi hadist no. 361, diriwayatkan juga oleh Muslim dalam kitab Shahih)
2.        Tentang bait:
توسلنا ببسم الله* وبالهدى رسول الله
Kami bertawasul dengan (ucapan) bismillah dan petunjuk rasulullah
Tawasul adalah memanjatkan doa kepada Allah subhanahu wa ta'ala dengan diiringi dengan menyebutkan seseorang atau sesuatu yang dijadikan perantara dalam berdoa tadi (lih. Tahdzib Syarh ath-Thahawiyah oleh Abdul Akhir Hammad al-Ghunami, catatan kaki no.44).
Bertawasul dengan (amalan membaca) bismillah diperbolehkan kalau orang tersebut sering membacanya karena membacanya termasuk amal ibadah. Demikian juga bertawasul dengan (mengamalkan) petunjuk Rasulullah kalau orang tersebut mengamalkan petunjuknya karena mengamalkan petunjuk Rasulullah juga menjadi amal ibadah. Hal sesuai dengan kisah orang yang terkurung dalam gua (lihat hadist riwayat al-Bukhari no. 2215 dan Muslim no. 2743, Ahmad II:116)
3.        Tentang bait:
وكل مجهد لله* بأهل البدر يا الله
Dan (kami bertawasul dengan) para mujahid Allah, dan dengan penduduk (pendiri) negeri ini, wahai Allah.
Ada dua macam mujahid dan pendiri negeri di sini yaitu mereka yang masih hidup, dan mereka yang sudah meninggal.
a.        bertawassul (berdoa) dengan perantara orang yang masih hidup diperbolehkan dan hal ini sering dilakukan oleh para Sahabat radliallahu 'anhum.
-           para Sahabat radliallahu 'anhum sering meminta Rasulullah shalallah 'alaihi wa salam untuk mendoakan mereka.
-           para Sahabat  radliallahu 'anhum pernah meminta Sahabat untuk mendoakan mereka
Contoh: Setelah Nabi shalallahu 'alaihi wa salam wafat, ketika orang banyak keluar dalam rangka shalat istisqa', Umar berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya kami (dulu) ketika terkena paceklik, kami bertawasul melalui (doa) Nabi kami, maka Engkau menurunkan hujan kepada diri kami. Sekarang, kami datang bertawasul dengan (doa) paman Nabi kami shalallahu 'alaihi wa salam (yakni Abbas)." (lihat hadist riwayat al-Bukhari no. 1010 dan 3710).
b.        bertawassul dengan orang yang sudah meninggal dilarang dan bahkan syirik.
Sepantasnya kita meniru para Sahabat radliallahu 'anhum yaitu bertawasul dengan doa Rasulullah shalallah 'alaihi wa salam masih hidup, dan ketika beliau shalallah 'alaihi wa salam telah wafat, para Sahabat radliallahu 'anhum tidak lagi bertawasul kepadanya, tetapi bertawasul kepada Sahabat-Sahabat yang lain.
صحيح مسلم - )ج 8 / ص 405( حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ هُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Apabila anak manusia telah meninggal, terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal, dari sedekah jariah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.”
Imam ath-Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda
إِنَّهُ لاَ يُسْتَغَاثُ بِي وَإِنَّمَا يُسْتَغَاثُ بِاللهِ.
Sesungguhnya tidak boleh beristighatsah kepadaku, tetapi istighatsah itu seharusnya kepada Allah (HR ath-Thabrani – lihat Kitab at-Tauhid oleh Muhammad at Tamimi, Bab Termasuk Syririk: Istightsah atau Doa kepada selain Allah)
Bahkan beliau bersabda,
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَ إِذَا اسْتَعِنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
Apabila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah dan apabila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah (HR at-Trimidzi, ia berkata kadist ini shahih).
Allah taala berfirman:
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Jadi bertawasul dengan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam setelah beliau wafat saja tidak diperbolehkan apalagi bertawasul dengan orang lain yang telah meninggal. 
Kesimpulan:
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam telah mengajari kita cara mengucapkan shalawat. Dan beliau adalah sebaik-baik contoh dalam agama ini. Lalu mengapa kita mesti membaca shalawat yang tidak berasal darinya? Sepantasnya kita tinggalkan shalawat seperti ini.
Wallahu a’lam bi shawab

Kamis, 26 Mei 2011

Empat Orang (diantara) yang Dilaknat Allah Subhanahu wa ta'ala



Dari 'Ali bin Abi Thalib radhiallahu 'anhu, Rasulullah shalallahu 'alaihi wa salam bersabda:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ الله، و لَعَنَ اللهُ مَنْ سَبَّ وَالِدَيهِ، و لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ اْلأَرْضِ، و لَعَنَ اللهُ مَنْ أَوَى مُحْدِثَا

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ الله
Allah melaknat orang yeng menyembelih untuk selain Allah
Seperti dikenal oleh masyarakat luas, banyak saudara kita sering menyembelih hewan yang ditujukan kepada selain Allah. Seperti halnya orang menyembelih binatang yang ditujukan kepada jin atau penunggu laut selatan seperti yang dilakukan saudara-saudara kita di wilayah pantai, atau menyembelih kambing bagi jin (atau) penunggu sungai seperti yang dilakukan oleh orang yang membangun jembatan agar pekerjaan berjalan lancar. Sungguh itu adalah bentuk ibadah mereka kepada sesembahan selain Allah. Sungguh itu adalah bentuk kesyirikan. Sungguh perbuatan-perbuatan yang demikian termasuk perbuatan yang dilaknat Allah subhanahu wa ta'ala.

و لَعَنَ اللهُ مَنْ سَبَّ وَالِدَيهِ
Dan Allah melaknat orang-orang yang yang mencela kedua orang tuannya.

Kewajiban kita terhadap kedua orang tua kita adalah berbakti dan mendoakan mereka serta menjaga hak-hak dan tidak meremehkannya.
Ada tindakan-tindakan yang sering tidak kita sadari, kita secara tidak langsung mencaci maki kedua orang tua kita. Nabi shalalahu 'alaihi wa salam pernah bersabda: "Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci maki kedua orang tuanya." Para sahabat radliallahu anhum bertanya, "Bagaimana seseorang bisa mencaci-maki kedua orang tuanya?" maka beliau shalallahu 'alaihi wa salam menjawab. "Dia mencaci maki ayah orang lain, lalu orang lain itu mencaci maki kembali orang tuanya."

و لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ اْلأَرْضِ
Allah melaknat orang yang mengubah tanda batas tanah orang lain.

Ini hanyalah satu yang dilaknat Allah subhanahu wa ta'ala. Jika melanggar hak orang lain berkaitan dengan masalah dunia saja mengakibatkan terlaknat, maka bagaimana kalau pelanggaran tersebut berkaitan dengan hak yang lebih besar dari sekedar batas tanah? Seperti menggunjing, menagadu domba, berdusta atas namanya.

و لَعَنَ اللهُ مَنْ أَوَى مُحْدِثا
 Allah melaknat orang yang melindung muhdistan

Muhdistan adalah oarng yang mengada-adakan hal baru dalam agama (bid'ah) dan yang mengubah sunnah nabi shalallahu 'alaihi wa salam.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا [المائدة/3]  
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.

Agama kita ini telah sempurna dan tidak sepantasnya sebagian kita menambah, mengurangi, mengubah seluruh atau sebagian darinya. Hendaknya kita dalam beribadah – selalu berdasar kepada al-Quran dan sunnah rasulullah shalallhu 'alaihi wa salam melalui hadist-hadist shahih dan melalui pemahaman para sahabat beliau radhiallahu 'anhum. Janganlah di antara kita mengamalkan sesuatu ibadah yang tidak ada contoh, perintah dan petunjuk dari beliau shalallhu 'alaihi wa salam.